Massa Pekerja Rumah Tangga Bentangkan Serbet Raksasa di Depan Gedung DPR

Rabu, 15 Februari 2023 17:15 WIB

Penulis:admin

Editor:Redaksi Wongkito

aksi prt
Dalam aksinya, massa membentangkan kain serbet raksasa. (ist)

JAKARTA, WongKito.co - Para Pekerja Rumah Tangga (PRT) melakukan aksi menuntut segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumah Tangga (RUU PRT) di depan gedung DPR RI Jakarta, tepat di Hari PRT Nasional, Rabu 15 Februari 2023. Dalam aksinya, massa membentangkan kain serbet raksasa.

Koordinator Jaringan Nasional Advokasi PRT, Lita Anggraini mengungkapkan, aksi ini merupakan aksi keprihatinan dan solidaritas atas korban dan situasi PRT yang rentan kekerasan dan perbudakan.

“Hari ini 22 tahun mengenang tragedi PRT Sunarsih yang kelaparan dan disiksa dari majikannya sampai meninggal pada Februari 2001 silam. Selama 22 tahun ini, terus bermunculan ribuan wajah-wajah Sunarsih lain,” ungkap Lita dalam keterangannya, Rabu (15/02/23).

Dia menegaskan, apabila dari aksi ini kemudian tidak ada respon dari DPR untuk mengambil langkah konkrit menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisatif, maka pada tanggal 15 Maret 2023, mereka akan melanjutkan dengan aksi mogok makan. Aksi mogok makan akan dilakukan sampai RUU PPRT ditetapkan sebagai RUU Inistiaf dan kemudian dibahas bersama Pemerintah dan disahkan sebagai UU PPRT.

Jalan Panjang Pengesahan RUU PPRT

Lita mengungkapkan, selama 19 Tahun JALA PRT dan berbagai organisasi masyarakat sipil mengajukan dan memperjuangkan RUU PPRT ke DPR. Hingga posisi terakhir sudah disepakati oleh Pleno Baleg DPR RI pada 1 Juli 2020.

Agustus 2022, Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden (KSP) juga sudah membentuk Gugus Tugas RUU PPRT. Pada 18 Januari 2023, Presiden RI Joko Widodo telah berkomitemen atas perlindungan PRT dan secara resmi memberikan statement secara tegas untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT.

“Kami menyesalkan DPR terus menunda, memposisikan 4 s/d 5 juta PRT sebagai warga yang terus menerus ditinggalkan, dipinggirkan, dan dianggap wajar mengalami kekerasan-perbudakan.”

Data JALA PRT di tahun 2023 tercatat 2641 kasus, 79% diantaranya tidak bisa menyampaikan situasi kekerasan karena akses komunikasi yang ditutup hingga mulai meningkat intensitas kekerasan  dan berujung pada situasi korban yang fatal.

“Apabila DPR menganggap hal ini tidak dianggap krisis, maka kami tidak akan diam membiarkan DPR terus mendiskriminasi, membiarkan kekerasan dan perbudakan terjadi pada PRT di tanah air sendiri,” ujarnya. (*)