Rabu, 10 Januari 2024 17:20 WIB
Penulis:admin
Editor:admin
Jakarta, Wongkito.co - Perkembangan Laut China, dibahas dalam pertemuan bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Filipina.
Selain itu, kedua negara memperat kerja sama antara negara-negara anggota blok Asia Tenggara pada pertemuan tersebut. Rabu, 10 Januari 2024
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menjamu mitranya dari Indonesia Joko Widodo untuk pembicaraan di Manila. “Presiden Joko Widodo dan saya melakukan diskusi yang bermanfaat dan jujur tentang peristiwa-peristiwa regional yang saling berkepentingan, seperti perkembangan di Laut China Selatan dan kerja sama dan inisiatif ASEAN,” katanya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menambahkan dalam konferensi pers bersama setelah pertemuan tersebut, kedua negara sepakat untuk memperkuat kerja sama pertahanan dan kesepakatan yang ada tentang kerja sama perbatasan.
Baca juga
“Kami sepakat mempercepat revisi perjanjian patroli perbatasan dan penyeberangan perbatasan bersama, juga untuk memperkuat kerja sama pertahanan termasuk pada perangkat keras militer,” ujar Presiden Jokowi, dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menyatakan pada Selasa, 9 Januari 2024, negaranya siap bekerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk menyelesaikan kode etik yang sudah tertunda lama untuk Laut China Selatan, di mana banyak tetangganya memiliki klaim yang tumpang tindih dengan China.
“Di Laut China Selatan, Indonesia siap bekerja sama dengan semua negara anggota ASEAN termasuk Filipina untuk menyelesaikan Pedoman Perilaku sesegera mungkin,” tegas Retno pada konferensi pers bersama dengan mitranya dari Filipina Enrique Manalo di Manila, menjelang kunjungan Joko Widodo.
ASEAN dan China telah bertahun-tahun berusaha menciptakan kerangka kerja untuk merundingkan kode etik, sebuah rencana yang dimulai sejak tahun 2002. Namun kemajuannya lambat meskipun ada komitmen dari semua pihak untuk memajukan dan mempercepat proses tersebut.
Baca juga
China mempertaruhkan klaimnya pada petanya dengan menggunakan garis putus-putus Sembilan, yang berputar sejauh 1.500 km (900 mil) di selatan daratannya, memotong zona ekonomi eksklusif Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Sebuah putusan pengadilan arbitrase internasional 2016 membatalkan sebagian besar klaim China, sebuah keputusan yang ditolak Beijing.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 10 Jan 2024