Nazar Kambing Demi HKm Ayek Bahu

Selasa, 31 Januari 2023 15:45 WIB

Penulis:Hafidz Trijatnika

Editor:Hafidz Trijatnika

Hutan Kita Institute (HaKI) memfasilitasi penyusunan RKPS HKm Ayek Bahu, Januari 2023 (Wongkito/Hafidz Trijatnika)
Hutan Kita Institute (HaKI) memfasilitasi penyusunan RKPS HKm Ayek Bahu, Januari 2023 (Wongkito/Hafidz Trijatnika) (Hafidz Trijatnika)

Tiga tahun lamanya Aditya Nugroho, Reki Marpiansyah, dan Ripianto, tiga sekawan warga Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Kabupaten Lahat, iri terhadap desa tetangga mereka. Sejak tahun 2018, warga Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagaralam mendapatkan SK Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan atas perhutanan sosial berbentuk Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang dinamakan Kibuk.

Sejak mendapatkan SK, perkembangan kelompok tani perhutanan sosial di Agung Lawangan sangat pesat. Berbagai bantuan fisik, modal, dan pelatihan berdatangan. Dengan berbagai macam bantuan itu, kelompok tani perhutanan sosial HKm Kibuk kini tengah mempersiapkan ekowisata Agroforestry 94 di Lereng Gunung Dempo.

Petani-petani di sekitar HKm Kibuk, hanya bisa ikut melihat dan iri dengan bantuan-bantuan yang diterima. Hingga akhirnya Adit, Reki, dan Ripi memberanikan diri bertanya lebih jauh bagaimana petani di Agung Lawangan bisa semaju itu.

Rasa penasaran mereka dijawab oleh Ketua KUPS Agroforestry 94, Niandi, yang menyarankan untuk membentuk kelompok dan mengajukan perhutanan sosial.

“Setelah berdiskusi dengan Niandi, mulai tahun 2020 kami memulai proses untuk mengajukan perhutanan sosial itu,” kata Aditya Nugroho, Ketua HKm Ayek Bahu.

 

Jalan Terjal Pengajuan Perhutanan Sosial

Berbekal sedikit pengetahuan dan bimbingan dari Niandi, Adit, Reki, dan Ripi mulai mengajak masyarakat lain untuk bergabung membentuk kelompok petani perhutanan sosial. Utamanya, mereka mengajak warga Desa Pulau Panas dan Sindang Panjang, Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Kabupaten Lahat plus sebagian warga Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagaralam.

Meski terpisahkan administrasi Kota Pagaralam dan Kabupaten Lahat, sejatinya wilayah Kelurahan Agung Lawangan dengan Desa Pulau Panas beririsan, terutama di wilayah kebun dan hutan lindung yang masih wilayah Gunung Dempo. Kebun-kebun masyarakat yang masuk ke dalam hutan lindung di dua desa tersebut pun bersebelahan.

Sehingga banyak warga Agung Lawangan yang tidak masuk ke kelompok tani perhutanan sosial HKm Kibuk, masuk satu gerbong dengan kelompok tani HKm Ayek Bahu ini. Nama Ayek Bahu diambil dari aliran sungai yang mengalir di kawasan tersebut.

Tahun 2020 menjadi permulaan Aditya Nugroho cs memulai tahapan pengajuan perhutanan sosial. Pada awalnya, anggota dan lahan yang diajukan begitu luas. Beberapa warga yang diajukan menjadi anggota pun tidak berdomisili di sekitar lahan garapan, sehingga pada saat verifikasi dikurangi hingga hanya warga yang telah menggarap dan berdomisili di sekitar kawasan yang dimasukkan ke surat permohonan. Pada 28 Juni 2021, masyarakat mengajukan permohonan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas lahan seluas 356,5 hektar.

Nazar Kambing demi Perhutanan Sosial

Setiap hari setelah mengirimkan pengajuan seolah jadi penantian bagi warga Desa Pulau Panas. Tiada hari tanpa menanyakan progres pengajuannya. Namun upaya sudah maksimal, tidak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali berdoa agar SK segera turun.

“Saat melihat kemajuan HKm Kibuk, saya sebagai petani bagaimana tidak iri. Saya juga ingin bisa maju seperti mereka. Makanya pola pikir sudah tidak bisa kolot. Kalau status tanah yang garap merupakan milik negara, tidak akan ada yang bisa dikembangkan. Saya juga ingin maju, sebagai petani tidak boleh hidup seperti ini saja,” kata Reki Marpiansyah, Bendahara HKm Ayek Bahu.

Sejak saat itu, Reki bernazar akan syukuran menyembelih kambing untuk dibagikan ke masyarakat, pada saat SK HKm Ayek Bahu disetujui. Hingga akhirnya 360 hari terlewati, 23 Juni 2022, Ayek Bahu resmi mendapatkan kerja SK berwarna biru tersebut. Membayar nazarnya, Reki menyembelih kambing untuk digulai saat rombongan pendamping Hutan Kita Institute (HaKI) dan UPTD KPH Wilayah XI Kikim Pasemah saat penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS), Januari 2023.

RKPS HKm Ayek Bahu

Setelah resmi mendapatkan SK, kegiatan masyarakat yang menggarap dan mengelola lahan di kawasan hutan lindung sudah resmi dilindungi hukum. Dari awal pengusulan 356,5 hektar, yang disetujui untuk masuk ke dalam kawasan HKM Ayek Bahu seluas 267,4 hektar. Jumlah tersebut dikurangi 89 hektar dari pengajuan karena kawasan tersebut tutupan hutan lahan kering primer.

Kemudian Dikurangi 0,5 hektar karena tumpang tindih dengan HKm Kibuk, namun ditambah 0,4 hektar karena penyesuaian batas garapan anggota kelompok. Ketua HKm Ayek Bahu Aditya Nugroho mengatakan, dari 267,4 hektar tersebut diperkirakan sekitar 180 hektar sudah menjadi kebun, yang mayoritasnya merupakan perkebunan sayur. Sekitar 30-35 hektar merupakan kebun kopi, sisanya hutan semak belukar.

Dalam penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) yang difasilitasi oleh HaKI ini, masyarakat HKm akan menentukan bagaimana arah pengelolaan lahan hingga hilirisasinya untuk jangka waktu minimal 10 tahun ke depan. 

Dalam RKPS berisi tentang enam hal yakni Perencanaan konservasi, perlindungan dan pengamanan kawasan HKm, Perencanaan pemanfaatan dan pemungutan HHBK atau HBK, Pemanfaatan Kawasan Hutan, Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Rencana Penguatan Kelembagaan, serta Rencana Pengembangan Usaha dan Kegiatan Pengembangan Usaha.

Rencana penguatan kelembagaan yang diprioritaskan karena masyarakat perhutanan sosial harus bergerak dan beraktivitas sebagai kelompok. Rencana tahun pertama adalah membentuk KUPS yang merupakan lembaga pengelola hasil lahan garapan HKm. Masyarakat Ayek Bahu ingin membentuk usaha hilirisasi kopi, baik robusta maupun arabika, dan dijual dalam bentuk biji beras maupun hasil sangrai.

Selain itu juga membentuk KUPS yang akan menampung hasil perkebunan sayur yang sudah ada hingga saat ini.

“Di tahun kedua hingga keempat, kami berencana membentuk KUPS pembibitan agroforestry. Bibit-bibitnya berupa buah-buahan dan kopi. Karena buah-buahan terkadang tidak bisa menanam bibit dari luar, sehingga kita harus membuat pembibitan sendiri agar dia bisa tumbuh,” kata Adit.

Hal-hal seperti pelatihan teknis manajemen organisasi, penyusunan administrasi, studi banding, dan pembangunan sekolah lapang pun direncanakan hingga tahun ke-4. Mereka pun berharap bisa membentuk koperasi pada tahun kelima.

Koordinator Program Perhutanan Sosial Hutan Kita Institute (HaKI) Bejoe Dewangga mengatakan, pihaknya memfasilitasi perancangan RKPS HKm Ayek Bahu ini hingga menjadi draft nol. Setelah dirapikan secara administrasi dan dikembalikan kepada masyarakat apakah RKPS tersebut sudah sesuai atau belum dengan keinginan mereka.

“Setelah selesai direvisi, kemudian RKPS tersebut akan berbentuk draft 1 yang nantinya disahkan menjadi RKPS HKm Ayek Bahu. RKPS inilah yang akan menjadi acuan pengembangan kelompok HKm Ayek Bahu dalam mengelola lahan yang sudah diberikan hak kelolanya oleh negara,” kata Bejoe.

Beberapa rencana pengembangan usaha yang akan direncanakan dan dimasukkan ke dalam RKPS HKm Ayek Bahu yakni komoditas kopi, sayur-mayur, dan pohon-pohon buah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) seperti alpukat, stroberi, dan apel.

Perbaikan akses jalan di dalam kawasan pun menjadi salah satu yang terpenting karena beberapa kawasan bahkan hanya bisa dilalui dengan jalan kaki. Masyarakat pun perlu melakukan identifikasi kawasan daerah rawan kebakaran, zona potensi konservasi, dan daerah lokasi rawan perambah. Masyarakat sebagai pemegang SK, memiliki tanggung jawab untuk melestarikan kawasan tersebut dan menjaganya dari perambahan dan pembalakan liar.

Rencana konservasi pun dilakukan seperti pengkayaan tanaman jenis asli, penanaman jenis pohon sumber pangan fauna, dan serta penanaman jenis-jenis yang meningkatkan sumber mata air. Juga melakukan perlindungan dan pengamanan seperti patroli kebakaran, patroli pengamanan, pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA), dan pembentukan tim pengaman kelompok.

“Hutan sebagai rumah dan tempat untuk menggantungkan kehidupan harus sebanding upayanya dengan tanggung jawab kita menjaga lingkungan. Karena kalau rumah kita tidak jaga, lama-lama akan rusak dan tidak bisa dipakai lagi untuk melindungi diri dan keluarga,” ungkap Adit, Ketua HKm Ayek Bahu.