Rabu, 26 Januari 2022 14:17 WIB
Penulis:Redaksi Wongkito
JAKARTA - Presiden Joko Widodo melepas peluncuran ekspor perdana tahun 2022 Smelter Grade Alumina (SGA) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang, Bintan, Kepulauan Riau. Ekspor perdana dengan tujuan China ini mencapai 21.001 ton senilai Rp104 miliar.
Industri pengolahan bauksit di KEK Galang Batang ini diproduksi oleh PT Bintan Alumina Indonesia (BAI). KEK Galang Batang mulai melakukan ekspor SGA pada 2 Juli 2021 dengan jumlah ekspor sepanjang tahun lalu 530.000 ton senilai Rp2,6 triliun.
Produk SGA merupakan pengolahan dari bauksit. Di masa yang akan datang, BAI akan mengembangkan hilirisasi sampai aluminium ingot untuk memberikan nilai tambah.
Baca Juga :
Produksi aluminium ingot direncanakan dapat berproduksi pada 2025 sebanyak 400.000 ton per tahun.
Jokowi menyampaikan apresiasi kepada BAI yang telah berani melakukan hilirisasi industri bahan mineral dan tambang terutama bauksit di KEK Galang Batang.
"Saya terima kasih ada perusahaan-perusahaan seberani ini membangun dengan investasi tentu saja dengan risiko-risiko yang ada. Kita harapkan semua bahan mentah kita olah sendiri di Tanah Air," katanya dalam acara pelepasan ekspor perdana SGA di KEK Galang Batang, Selasa, 25 Januari 2022.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan KEK Galang Batang ditetapkan oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2017 pada tanggal 11 Oktober 2017 dan beroperasi pada 8 Desember 2018.
KEK Galang Batang merupakan sentra choke point Selat Malaka, berdekatan dengan Batam Free Trade Zone dan Selat Philip. Lokasi KEK Galang Batang mempunyai akses langsung dengan Selat Malaka dan Laut China Selatan.
Lokasi strategis ini menjadi keuntungan dalam menciptakan peluang bisnis, sehingga ke depannya KEK Galang Batang diharapkan mampu memberikan dampak bagi perekonomian nasional melalui hilirisasi bauksit, industri ringan, dan logistik modern yang ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan program hilirisasi industri.
Airlangga menjelaskan, tahun ini BAI akan memproduksi SGA sebesar 1 juta ton. Selanjutnya, tahun ini akan diselesaikan pengembangan untuk mencapai produksi sebanyak 2 juta ton.
"Produksi smelter grade alumina dan aluminium ingot di masa yang akan datang, akan mempercepat hilirisasi bauksit ke aluminium ingot yang diperlukan industri dalam negeri untuk berbagai jenis produk, seperti pelat, billet, scrap, dan bentuk profil yang akan diperlukan dalam banyak proses industri seperti pesawat terbang, kapal, otomotif, dan konstruksi," terang Airlangga.
Airlangga menjelaskan KEK Galang Batang merupakan salah satu contoh atau role model dalam pengembangan kawasan dan industri yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan ekspor.
Hingga akhir 2021, jumlah investasi yang telah direalisasikan sebesar Rp15,7 triliun dari rencana total investasi sebesar Rp36,25 triliun yang akan direalisasikan sepenuhnya pada tahun 2025.
Saat ini, jumlah tenaga kerja yang telah terserap sebanyak 3.480 orang dan diharapkan pada tahun 2025 jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 13.000 orang.
Pengembangan KEK Galang Batang sejalan dengan pengembangan terintegrasi Kawasan Batam Bintan Karimun yang telah disusun dalam bentuk Rencana Induk Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun yang akan mensinergikan pengembangan kawasan utama agar wilayah ini semakin kompetitif, berdaya saing, dan semakin berkembang.
Dia menegaskan, setelah menyetop ekspor bahan mentah nikel pada tahun 2020, saat ini pemerintah mulai berpikir untuk memberhentikan ekspor bahan mentah bauksit dan juga tembaga.
Dia pun mendorong agar perusahaan-perusahaan dapat melakukan pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi sehingga meningkatkan nilai tambah dari produk tersebut.
"Akan kita hitung lagi kapan kita akan setop ekspor raw material bauksit, bahan mentah bauksit. Karena di Bintan sudah ada pabriknya, sudah ada industrinya supaya kita dapat nilai tambah," tandasnya.
Jokowi menyebut pengolahan bahan mentah hasil minerba dalam negeri diperkirakan bisa memberikan nilai tambah hingga 15 kali lipat. Ini tentunya akan berkontribusi terhadap neraca perdagangan karena secara perlahan Indonesia bisa menekan impor.
Dia mencontohkan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang mencapai Rp80 triliun per tahun dari kebutuhan Rp100 triliun. Dengan membesarkan impor gas, maka defisit minyak dan gas (migas) pun terus membengkak dari tahun ke tahun.
"Terlalu nyaman kita ini. Orang lain yang dapat, negara lain yang dapat. Dia dapat nilai tambahnya, dapat lapangan kerjanya, dapat pajaknya," pungkas Jokowi.
Dia kembali menegaskan bahwa pemerintah akan tetap menghentikan ekspor minerba dalam bentuk bahan mentah meskipun kebijakan tersebut mendapatkan protes dari berbagai negara melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Hilirisasi industri, kata dia, juga akan memberikan banyak keuntungan bagi negara tidak hanya berupa pajak baik pribadi maupun perusahaan, namun juga pembukaan lapangan kerja.
"Yang paling penting membuka lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya, bisa 7 ribu, kemarin di Konawe 27 ribu, di Morowali 45 ribu, ini yang dibutuhkan rakyat," katanya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Daniel Deha pada 26 Jan 2022