Refleksi Akhir Tahun: DKP Tetap Berjalan

Rabu, 31 Desember 2025 06:36 WIB

Penulis:Nila Ertina

Editor:Nila Ertina

Ketua DKP Muhammad Nasir dan jajaran pengurus DKP
Ketua DKP Muhammad Nasir dan jajaran pengurus DKP (ist)

Oleh: Muhammad Nasir*

KOMITMEN pasangan Ratu Dewa–Prima Salam (RDPS) terhadap seni dan budaya sejatinya tak perlu diragukan. Sejak masa pilkada, komitmen itu dituangkan secara tertulis melalui penandatanganan pakta integritas sembilan poin.

Pascaterpilih, pembentukan Tim 11 yang dikomandoi Mang Dayat dan beranggotakan budayawan serta sejarawan menjadi penanda keseriusan untuk mengawal janji tersebut.

Sejumlah aktivitas seni budaya pun berjalan. Gagasan, rencana, hingga implementasi program kerap melibatkan Tim 11. Dalam arus positif ini, Dewan Kesenian Palembang (DKP) ikut “terseret”, meski di sisi lain tetap bergerak dengan keterbatasan fasilitas dan dukungan struktural.

Kepengurusan baru DKP hasil Musda Oktober 2024, yang dilantik pada 16 Mei 2025 oleh Wakil Wali Kota Palembang di Rumah Dinas Wali Kota, membawa harapan baru. Dengan komposisi organisasi yang cukup besar sekitar 67 pengurus dan 16 pembina DKP di bawah kepemimpinan Muhammad Nasir, didampingi Sekretaris Fadly Lonardo dan Bendahara Krismadi, terus beraktivitas tanpa jeda.

Amanah Musda jelas: pendataan seniman, pemanfaatan gedung kesenian, pembentukan rumpun budaya di kecamatan dan kelurahan, seniman masuk sekolah, serta yang paling krusial terealisasinya Perda Kesenian.

Melalui enam komite, yaitu sastra, seni rupa, musik, teater, tari, dan film), berbagai kegiatan digelar. Dari perayaan hari puisi, pameran seni rupa, lomba mural, festival UMKM berbasis seni, podcast kebudayaan, hingga Pekan Seni yang melibatkan ribuan seniman. Aktivitas berjalan, energi terjaga, kolaborasi lintas komunitas terus tumbuh.

Baca Juga: 

 

Namun, ada satu titik yang terus mengganjal dan menyentuh kepentingan jangka panjang seniman Palembang: Perda Kesenian.

Gonjang-ganjing realisasi perda ini yang sempat masuk dalam program seratus hari ternyata berujung pada cerita lama. Di tingkat eksekutif (Dinas Kebudayaan) maupun legislatif, prosesnya panas dan berliku. Meski telah masuk Proleg Bapemperda dan dilengkapi naskah akademik, Raperda Kesenian kembali “diadu” dengan Raperda Kebudayaan. Hasilnya, seperti tahun-tahun sebelumnya: gagal terealisasi.

Tahun 2025 kembali menjadi pengulangan. Perda kesenian harus menunggu tahun berikutnya, dengan potensi kegagalan yang sama. Ini tentu memperpanjang mimpi para seniman Palembang untuk memiliki payung hukum yang jelas dan berpihak.

Sejak masa kepengurusan Yaya, Vebri Al Lintani, Didit, hingga kini di bawah Nasir, Perda Kesenian seolah hanya menjadi penghuni tetap dalam daftar mimpi yang tak kunjung berwujud.

Mungkin pada 2026, seniman tak cukup lagi bersabar. Bisa jadi mereka perlu turun ke jalan ke kantor ledeng maupun gedung rakyat di samping Mapolrestabes untuk mempertanyakan ulang, seperti apa sesungguhnya komitmen negara (eksekutif dan legislatif) terhadap seni dan kebudayaan kota ini?

Ke depan, harapan seniman Palembang praktis hanya bergantung pada keberanian politik para pengambil kebijakan. Apalagi kini Perda Kesenian dikabarkan memiliki “kembaran” bernama Perda Kebudayaan yang berpotensi kembali menunda, bahkan menenggelamkan, kebutuhan spesifik dunia kesenian.

Meski begitu, satu hal patut dicatat: DKP tidak berhenti. Tanpa perda, tanpa kepastian struktural, aktivitas tetap bergerak. Seniman tetap berkarya. Komunitas tetap bersilaturahmi. Ruang-ruang alternatif tetap dihidupkan.
Perda boleh tertunda.

Tetapi denyut seni Palembang untuk saat ini—belum mau diam.

Program ke depan, berbagai kegiatan telah digagas bisa terlaksana di Gedung Kesenian Palembang. Gedung yang berhasil didapat berkat perjuangan Bersama AMPCB yang dimotori Vebri Al Lintani dan didukung para seniman, budayawan dan sejarawan ini, diupayakan akan diisi secara optimal.

Selain bisa dimanfaatkan berbagai komunitas seni budaya dan para mahasiswa, serta seniman, juga diupayakan DKP bisa menginisiasi kegiatan terjadwal yang menampilkan seni yang ada di Palembang, seperti Wayang Palembang, Dulmuluk, Nenggung Mato dan Irama Batanghari Sembilan serta syarofal anam. Sehingga, siapapun itu, baik warga Palembang maupun wisatawan baik lokal, Nusantara, bahkan mancanegara bisa mengintip jadwal penampilan yang ada.

Dan menyesuaikan dengan waktu yang tersedia. Mereka bisa menikmati seni-seni Palembang, yang selama ini, penampilannya itu tentatif dan tidak terjadwal. Untuk tahap awal, menggandeng Dinas Pendidikan akan mengerahkan anak-anak TK maupun pendidikan dasar agar bisa  menyaksikan pementasan yang dilaksanakan di Gedung Kesenian Palembang.

Selain itu, itu akan mengoptimalkan pendataan seniman, baik individu maupun komunitas/sanggar sampai akhirnya bisa diterbitkan  buku putih seniman Palembang.

Baca Juga:

Juga akan mengupayakan lahirnya rompok-rompok seni budaya di kelurahan dan kecamatan. Tentu dengan peran serta Walikota diharapkan  tangan DKP bisa menyentuh hingga kelurahan dan kecamatan.

Sebagai bentuk penanaman jiwa seni ke anak-anak dan generasi muda, sudah digagas program seniman masuk bangku sekolah. Salah satu bentuknya akan digelar pemilihan duta seni Tingkat sekolah dasar, sehingga urusan seni ini akan diperpanjang sentuhannya oleh para duta seni itu ke teman-temannya di sekolah masing-masing.

Berbagai festival, tingkat lokal, regional, maupun nasional, bahkan diupayakan Tingkat internasional bisa terlaksana di Palembang. Sebagai kota tua, sudah saat nya Palembang bisa mengulang Kembali kejayaan masa lalu dan lebih terkenal di usianya yang semakin menua.

Dukungan tentu tak bisa hanya diharapkan dari eksekutif, tapi juga dari berbagai pihak yang menaruh perhatian terhadap tumbuh kembang dan lestari nya seni-budaya Palembang.

*Ketua Dewan Kesenian Palembang