Revisi PP 109 Rugikan Petani IHT

Selasa, 22 Juni 2021 19:44 WIB

Penulis:Redaksi

Tolak-PP-109_2021-Ancam-Industri-Tembakau.jpg

JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan menolak rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Revisi aturan tersebut dinilai semakin merugikan petani tembakau dan cengkeh. 

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) APTI Pamekasan Samukra menyebut, keberadaan PP 109/2012 sejatinya sudah memberatkan petani, apalagi jika diperketat.

“Sejak dulu keberadaannya saja, kami sudah keberatan. Apalagi mau diamandemen,” jelas Samukra saat dihubungi Selasa, 21 Juni 2021.

Seperti diketahui, sebelumnya sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) antitembakau terus mendesak pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera menyelesaikan revisi PP 109/2012 pada tahun ini.

Melalui revisi tersebut, diharapkan pengendalian tembakau bisa optimal sehingga prevalensi merokok bisa ditekan. Meskipun demikian, wacana ini mendapat pertentangan, terutama dari pihak yang terkait langsung dengan Industri Hasil Tembakau (IHT). Beberapa poin revisi dinilai mengancam keberlangsungan industri ini.

Menurut Samukra, kondisi pertanian tembakau di wilayah Pamekasan saat ini maju. Hingga kini, belum ada komoditas yang ketika iklim normal, penghasilannya melebihi tembakau.

“Pembangunan di sekitar sektor pertanian tembakau itu Insyaallah lebih maju, kemudian transaksi belanja sangat ramai, terutama ketika panen tembakau di bulan Agustus hingga Oktober, semua toko itu ramai sekali,” jelasnya.

Samukra mengungkapkan, yang dibutuhkan oleh petani saat ini adalah perlindungan dari pemerintah.

“IHT menyumbang Rp170 triliun lebih setiap tahun, dana tersebut juga dimanfaatkan untuk jaminan kesehatan nasional. Jadi, (kenapa) nilai-nilai baik itu tidak pernah terpikirkan,” ungkap Samukra. 

APTI Pamekasan pun berencana akan mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo terkait wacana revisi peraturan ini. “Kalau surat kami ditolak, mungkin kita akan datang ke sana agar tidak dilaksanakan revisi PP 109/2012. Kami tegas menolak,” tambah Samukra. 

Sebagai informasi, Kementerian Perekonomian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian juga kompak menyatakan bahwa revisi PP 109/2012 ini tidak bersifat mendesak, terutama di masa pandemi.

Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian Hendratmojo Bagus Hudoro menjelaskan, banyak keluarga yang bergantung pada IHT.

Pada tahun lalu saja, kinerja IHT menurun hingga 9,7% akibat kenaikan cukai, dampak pandemi serta tekanan regulasi.

“Revisi PP 109/2012 perlu dikaji terlebih dahulu karena berdampak ke berbagai bidang, salah satunya perekonomian nasional. Saat ini pemerintah juga sedang melaksanakan program pemulihan ekonomi hingga 2023,” ungkap Hendratmojo.