Selasa, 14 Desember 2021 18:59 WIB
Penulis:Nila Ertina
JAKARTA - Realisasi utang pemerintah hingga, 7 Desember 2021 mencapai Rp1.186,2 triliun. Angka tersebut sekitar 88,3% dari target tahun 2021.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Riko Amir mengatakan sisa pengadaan utang tunai Rp157 triliun akan dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dengan dukungan SKB (Surat Keputusan Bersama) III.
"Sampai dengan akhir tahun 2021, realisasi utang akan berkurang secara signifikan, kira-kira di kisaran Rp300 triliun dari rencana awal," katanya dalam keterangan pers, dikutip Selasa, 14 Desember 2021.
Dia menjelaskan, secara umum, penerbitan SBN tahun ini memang lebih rendah dari tahun lalu. Berdasarkan laporan Kemenkeu pada November 2021, realisasi penerbitan SBN mencapai Rp668,7 triliun, atau 55,4% dari target APBN sebesar Rp1.207,3 triliun.
Baca Juga:
Menurut Riko, strategi pengelolaan utang yang dilakukan pemerintah efektif mendorong penurunan imbal hasil atau yield SBN. Hal itu membuat penerbitan SBN dihentikan pemerintah pada awal November lalu sejalan dengan strategi frontloading karena membaiknya proyeksi outlook APBN 2021.
Dia menyebut, pada episode pertama yang berkisar antara bulan Januari-April 2021 terjadi volatile. Namun pemerintah dapat melakukan pemenuhan target lelang di semester I dengan dukungan dari Bank Indonesia melalui adanya SKB I.
"Jadi kalau dalam tahun berjalan, misalnya bulan Februari bulan Maret ataupun bulan Mei Juni, ada penerbitan SBN, ada pelaksanaan pinjaman, ini artinya bukan pemerintah itu melakukannya secara sporadis, tapi tentu dalam satu kerangka rencana APBN satu tahun," terangnya.
Tahun depan, Rico mengatakan, pemerintah menargetkan pembiayaan sebesar Rp973,6 triliun yang dilakukan baik melalui penerbitan SBN, maupun pelaksanaan pinjaman.
Di tengah tantangan pasar keuangan dan pembiayaan tahun 2022, Riko melihat peluang dan faktor pendukung pembiayaan, salah satunya adalah APBN yang semakin berkinerja baik ditunjang penerimaan yang tumbuh dan belanja yang optimal.
“Kita melakukan pembiayaan utang dengan strategi dan mitigasi risiko yang sangat terukur, di mana tadi yang pertama adalah fleksibilitas pembiayaan, kemudian penyesuaian target dan timing lelang, optimalisasi penerbitan SBN Ritel, optimalisasi pembiayaan non-utang, melanjutkan koordinasi dengan BI dan otoritas terkait, dan tentunya seperti yang kita harapkan adanya potensi pengurangan pembiayaan," paparnya.
Dalam konferensi pers, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) Luky Alfirman menambahkan prefunding atau penarikan utang lebih cepat dari pelaksanaan APBN 2022 masih dimungkinkan meski kemungkinannya kecil.
"Dari segi probabilitas, itu kemungkinan sangat-sangat kecil karena tadi insyaallah, kinerja APBN kita realisasinya sangat baik sampai dengan di bulan November kemarin," ungkapnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Daniel Deha pada 14 Dec 2021