Cek Fakta: Gibran Sebut 76 Negara Miliki Program Makan Siang dan Susu Gratis untuk Anak, Berikut Hasil Penelusurannya

Cek Fakta: Gibran Sebut 76 Negara Miliki Program Makan Siang dan Susu Gratis untuk Anak, Berikut Hasil Penelusurannya (ist)

PALEMBANG, WongKito.co - Belum lama ini heboh terkait statemen calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka yang menyebutkan 400 juta anak telah menikmati makan siang gratis.

Ia mengungkapkan 76 negara memiliki program makan siang dan susu gratis untuk anak di sekolah. Hal itu disampaikan Gibran di hadapan para relawan di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, pada 10 Desember 2023.

"Program makan siang dan susu gratis untuk anak-anak sudah dijalankan oleh 76 negara dan dirasakan manfaatnya oleh 400 juta anak. Jadi bukan program yang mengada-ada," kata Gibran dikutip dari Tempo.co.

Peneliti kesehatan publik Universitas Airlangga, Ilham Akhsanu Ridlo mengatakan, berdasarkan data Child Nutrition Foundation (GCNF) pada 2021, dari 139 negara yang disurvei terdapat 125 negara memiliki program pemberian makanan berskala besar di sekolah dasar dan sekolah menengah.  

Baca Juga:

Dalam laporan tersebut dijelaskan, ada sekitar 330,3 juta anak yang menerima makanan sekolah mulai 2020. Persentase dari seluruh usia anak sekolah dasar dan menengah yang menerima program tersebut yakni 27 persen.  

Dari sisi geografis, proporsi penerima program makan di sekolah di Amerika Latin/Karibia mencapai 55 persen, lalu Eropa, Asia Tengah, Amerika Utara 44 persen, kemudian Asia Selatan, Asia Timur, dan Pasifik 26 persen, dan Afrika Sub-Sahara 26 persen.

Sementara itu laporan World Food Program pada tahun 2022 menyatakan, dari sampel data di 176 negara menunjukkan bahwa  terdapat 418 juta anak menerima manfaat program makanan di sekolah. Dari 418 juta anak yang menerima manfaat, 41 persennya merupakan anak sekolah dasar.

Adapun program makanan gratis di sekolah kebanyakan dilakukan di negara dengan pendapatan tinggi.

Persentase program tersebut menjangkau 61 persen anak usia sekolah di negara berpendapatan tinggi, 48 persen di negara di negara berpendapatan menengah serta 18 persen di negara berpendapatan rendah.

Ilham menjelaskan, meski program tersebut bertujuan untuk meningkat gizi anak, namun sejumlah riset menunjukkan adanya kekhawatiran terkait potensi risiko kesehatan.  

Sebuah penelitian di Stanford menyoroti keberadaan bisphenol A (BPA), bahan kimia beracun dalam makanan sekolah. Bahan ini menimbulkan risiko terutama bagi anak-anak  yang bergantung pada makanan yang didanai pemerintah.

Selain itu, penyertaan makanan ultra-proses (makanan dari pabrik yang melalui banyak tahap pengolahan) juga dikaitkan dengan penyakit kronis seperti obesitas dan penyakit kardiovaskular.

Ada juga kekhawatiran tentang dampak potensial dari makanan sekolah terhadap indeks massa tubuh (BMI) siswa dan kualitas makanan secara keseluruhan. Sehingga, menurut Ilham perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami dampak tersebut secara menyeluruh. (cekfakta.com)
 


Related Stories