Ragam
Hutan Mangrove Sumsel Kritis, Perluasan Pelabuhan Disinyalir jadi Penyebab
PALEMBANG, WongKito.co - Kekinian, kondisi hutan mangrove seluas 62,5 hektare di Sumatera Selatan masuk dalam status sangat kritis dan 565 hektare dalam kategori kritis. Kerusakan hutan mangrove tersebut disinyalir dampak dari perluasan pelabuhan, tambak udang dan pembalakan liar.
"Kondisi hutan mangrove semakin tergerus, padahal fungsinya sangat penting sebagai penyedia sumber nutrisi dan menjaga bentang daerah kawasan pesisir, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan Pandji Tjahjanto, di Palembang, Kamis (4/11).
Ia menjelaskan eksistensi hutan mangrove sangat penting untuk kehidupan manusia dan hewan yang berada di wilayah pesisir.
“Hutan mangrove juga menjadi tempat berkembangnya berbagai macam ikan laut yang menjadi sumber protein manusia,” ujar dia.
Di Sumatera Selatan luas hutan mangrove mencapai 345.990 hektare. Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Banyuasin menjadi daerah yang paling luas kawasan hutan mangrovenya.
Selain berguna untuk kehidupan ikan, kepiting dan udang, hutan mangrove juga menyimpan cadangan karbon yang tinggi yakni mencapai 891,70 ton karbon per hektare.
Cadangan karbon di hutan mangrove tambah Pandji setara dengan kawasan hutan gambut.
Tangkapan Laut Turun
Dampak dari kritisnya hutan mangrove, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Selatan Widada Sutrisna menjelaskan dapat berpengaruh pada menurunnya tangkapan laut.
“Saat ini, banyak nelayan asal Sumsel yang terpaksa mencari ikan ke perairan laut Natuna akibat berkurangnya tangkapan mereka," kata dia.
Karena itu, guna mengantisipasi kawasan mangrove di Sumsel semakin rusak, Pempros Sumsel telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Selatan tahun 2020-2040.
Perda tersebut, mengatur juga zona untuk pembukaan tambak. Pengaturan itu dilakukan, untuk mendukung keberadaan hutan mangrove sehingga dapat dipertahankan, tambah dia.(*)