Ekonomi dan UMKM
PT Investree Radhika Jaya Wanprestasi, 11 Lender Ajukan Gugatan
Jakarta, Wongkito.co – Permasalahan tak kunjung berhenti, datang lagi gugatan dari 11 peminjam atau lender kepada PT Investree Radhika Jaya.
PT Investree Radhika Jaya dianggap wanprestasi, para Penggugat mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) dengan nomor perkara 210/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL. Rabu, 28 Februari 2024.
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Penggugat Investree terbagi menjadi dua, yakni individu dan institusi.
Penggugat individu dalam hal ini yaitu Andreas Kartawidjaja, Bernadette Marini, Vincentia Septi Smaratika, Purnama Putra, Louis Herlinda, Rut Ria Widiawati, Wesli Tambunan, Diana Ross, Supardi, dan Adam Arisprayoga. Sementara itu, Penggugat institusi adalah PT Inovasi Niaga Indonesia.
Baca juga
- Hoaks: Pul Bus Budiman Dibakar karena Dukung Anies Baswedan
- Tahun 2024 Pemerintah Targetkan Rp3000 Triliun dari Sektor Pariwisata
- UIN Raden Fatah-BMKG Palembang Kerja Sama Wujudkan Netral Karbon 2060
Sebanyak 11 penggugat didampingi oleh kuasa hukum Grace Bintang Hidayanti Sihotang, dan perkara ini memiliki nilai sengketa sebesar Rp10 juta.
Menurut informasi yang tersedia, sidang pertama akan jatuh pada hari Rabu, 13 Maret 2024. Namun demikian, jajaran majelis hakim belum bisa dipublikasikan.
Hingga berita ini ditulis, belum ada petitum atas gugatan yang dilayangkan kepada Investree. Akan tetapi, apabila merujuk kepada jejak Investree dalam beberapa waktu ke belakang dan mengingat gugatan ini tercatat sebagai gugatan wanprestasi, maka dapat diasumsikan bahwa gugatan ini berhubungan dengan kasus gagal bayar kepada para lender.
Ditambah lagi, kuasa hukum yang andil dalam persoalan ini adalah kuasa hukum yang sebelumnya mendampingi juga kasus gugatan yang dilayangkan oleh para lender dengan gugatan wanprestasi.
Sebelum gugatan yang didaftarkan 26 Februari 2024, ada juga gugatan yang diajukan oleh sembilan lender dengan dasar perkara wanprestasi atau gagal bayar, dan telah terdaftar pada 31 Januari 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 123/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL.
Dalam gugatan tersebut, nilai klaim yang diajukan mencapai Rp2,25 miliar. Ini merupakan gugatan ketiga yang diarahkan kepada Investree, menyusul dua perkara sebelumnya.
Perkara pertama, dengan nomor 43/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL, terdaftar pada 11 Januari, sementara perkara kedua dengan nomor 1177/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL, terdaftar pada 5 Desember 2023.
Ketiga perkara ini melibatkan Grace Sihotang sebagai kuasa hukum yang ditunjuk oleh para pemberi pinjaman Investree.
TWP90 Terus Merangkak Naik
Tingkat Wanprestasi dalam 90 Hari (TWP90) di Investree, yang berfungsi sebagai indikator pinjaman macet di industri Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending, terus mengalami kenaikan selama beberapa waktu terakhir.
Mengutip laman resmi Investree pada hari Selasa, 27 Februari 2024, Tingkat Keberhasilan Bayar dalam 90 Hari (TKB90) perusahaan Fintech Lending berada di level 83,56%.
Dengan demikian, TWP90 Investree pada pantauan di hari yang sama adalah 16,44%, 5,6x lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan TWP90 industri yang pada akhir 2023 tercatat sebesar 2,93%.
Menanggapi persoalan gagal bayar yang tengah merundung Investree, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan dan mengambil langkah pengawasan.
Langkah ini diambil menyusul adanya laporan tentang indikasi penipuan (fraud) dan sejumlah pengaduan yang masuk ke OJK, mengindikasikan kebutuhan akan transparansi, kepatuhan, dan tata kelola yang lebih baik dalam industri fintech lending alias pinjaman online.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (KE PVML) OJK, menyatakan bahwa penyelidikan terhadap Investree mencakup pemeriksaan komprehensif atas operasi dan keuangan perusahaan, guna memastikan mereka beroperasi sesuai dengan regulasi dan standar yang telah ditetapkan.
“OJK akan menetapkan sanksi atau tindakan korektif jika ditemukan pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap aturan yang berlaku. Saat ini OJK telah meminta investree untuk menyediakan saluran pengaduan baik yang dilakukan secara online (contact center) atau pengaduan secara offline,” papar Agusman melalui jawaban tertulis, Jumat, 23 Februari 2024.
Baca juga
- Perpres Publishers Rights Disahkan, AMSI Dorong Ekosistem Bisnis Media jadi Lebih Baik
- Kolaborasi Smartfren for Business dan AXA Insurance Dukung Pertumbuhan UKM Indonesia
- Ayo Daftar UIN Raden Fatah Jalur SPAN PTKIN, ada 18 Prodi Terakreditasi A dan Unggul bisa Jadi Pilihan Calon Mahasiswa
Pengawasan OJK terhadap Fintech P2P Lending
Agusman menyebutkan, dalam mengawasi penyelenggara fintech P2P lending, OJK menerapkan dua metode utama, yaitu pengawasan offsite dan onsite. Pengawasan offsite dilakukan melalui analisis laporan berkala dan insidentil yang disampaikan ke OJK.
Laporan berkala mencakup laporan bulanan dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit, sedangkan laporan insidentil mencakup berbagai perubahan signifikan dalam operasional perusahaan.
Sementara itu, pengawasan onsite melibatkan pemeriksaan langsung ke kantor penyelenggara, yang bertujuan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi data serta keterangan langsung dari penyelenggara.
Agusman menegaskan bahwa OJK terus berupaya memperkuat pengawasan industri fintech P2P lending melalui penyesuaian regulasi dan pengembangan teknologi informasi.
Hal ini dilakukan untuk mengikuti amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dengan tujuan menciptakan ekosistem fintech lending yang sehat, berintegritas, dan berkontribusi pada inklusi keuangan serta perlindungan konsumen.
Sebagai bagian dari upaya ini, OJK juga sedang mengembangkan Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) 2.0, yang direncanakan akan diimplementasikan pada tahun 2024.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 27 Feb 2024