16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Menteri Bintang Ajak Masyarakat Melawan

Menteri Bintang Puspayoga (KemenPPPA.go.id)

PALEMBANG, WongKito.co - Setiap tanggal 25 November hingga 10 Desember diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan terhadap perempuan. Tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengangkat tema “Bersatu Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan” selaras dengan tema internasional UNITE! Activism to End Violence Against Women and Girls.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama melawan dan menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

"Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan agar bersatu dalam upaya memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan, yang saat ini masih menjadi fenomena gunung es. Kepada seluruh perempuan Indonesia Ayo Berani Bicara untuk mengungkapkan kasus kekerasan ini mulai dari sekarang," kata Menteri Bintang mengutip situs resmi KemenPPPA.

"Silakan hubungi call center 129 atau whatsapp 08111-129-129, jika menemukan perempuan atau anak-anak yang menjadi korban kekerasa," kata dia lagi.  

Baca Juga:

Ia mengungkapkan masyarakat bisa berperan sebagai saksi yang bisa melapor jika melihat ada tindak kekerasan di sekitar mereka.

"Kami akan mendampingi korban dan memastikan korban mendapatkan layanan yang cepat dan tepat sesuai dengan kebutuhan perempuan dan anak korban kekerasan,” ujar dia.

Sementara dalam rangka peringatan hari anti kekerasan perempuan, KemenPPPA menyelenggarakan sejumlah perlombaan, seperti video kreatif anti kekerasan, dialog dengan perempuan yang berhadapan dengan hukum, kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan advokasi anti kekerasan terhadap perempuan, khususnya di lingkungan kampus.

Sementara Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR). Berdasarkan SPHPN tahun 2021, tercatat bahwa 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual.

Sedangkan hasil SNPHAR Tahun 2021 menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak perempuan pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya, baik itu kekerasan fisik, seksual ataupun kekerasan emosional.

Data tersebut menggambarkan bahwa permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi tantangan bersama dan diperlukan sinergi, kolaborasi, serta kerja sama semua pihak untuk menyelesaikan permasalahan atas maraknya kekerasan ini, utamanya melalui aksi-aksi pencegahan yang massif.

Baca Juga:

Perempuan dan anak masih menjadi kelompok yang rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya.

Beberapa regulasi juga telah diterbitkan sebagai landasan hukum dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dari kekerasan, termasuk perempuan dan anak, seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan undang-undang terkait lainnya.

Secara khusus, kehadiran UU TPKS diharapkan dapat menjadi stimulator meningkatnya keberanian korban kekerasan seksual untuk melaporkan kekerasan yang dialami, sehingga mendapatkan akses keadilan dan pemenuhan atas hak-haknya.(ert)


Related Stories