Setara
30 Organisasi Deklarasi Perempuan Penyelamat Demokrasi HAM, Simak 7 Tuntutannya untuk Pemilu yang Berdaulat sesuai Azas Demokrasi, Keadilan dan Kesetaraan
JAKARTA, WongKito.co - Sebanyak 30 organisasi mendeklarasikan perempuan penyelamat demokrasi HAM, hal itu dilakukan setelah mempelajari agenda politik, visi-misi, kampanye dan rencana program para calon Presiden/Wakil Presiden Indonesia untuk periode 2024- 2028.
"Kami, Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM menyerukan Deklarasi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM," kata perwakilan 30 organisasi perempuan dalam rilis yang diterima, Jumat (22/12/2023).
Deklarasi ini merupakan bentuk tanggung jawab atas kondisi demokrasi yang genting yang disebabkan oleh terabaikannya pembahasan mendasar bagi kepentingan kaum perempuan beserta kelompok rentan, diantaranya anak, orang dengan disabilitas, lansia, masyarakat adat, suku minoritas, kasta, ras, agama, keyakinan yang secara kultur dan struktur terkondisikan menjadi kelompok rentan dan rawan diskriminasi maupun kriminalisasi.
Deklarasi ini disuarakan oleh lebih dari 30 organisasi perempuan dan intelektual yang prihatin atas lemahnya keberpihakan dalam visi, misi serta agenda yang diusung sebagaimana disuarakan dalam debat calon presiden atau dalam lembaran visi-misi mereka. Sumbangan pemikiran ini berangkat dari pengetahuan, pengalaman, analisis berbasis bukti dari proses beraktivitas dalam ragam bidang, isu, tingkatan dan pendekatan.
Aktivitas penilaian kami telah dikembangkan melalui kesadaran kritis atas prinsip kesetaraan dan keadilan bagi perempuan. Bahwa perwujudan demokrasi hanya mungkin terjadi jika separuh dari penduduk negeri ini (perempuan dalam segala usia dan kelas sosial) benar-benar ikut memutuskan dalam mewujudkan visi-misi dan program para kandidat presiden dan wakil presiden serta pembantu mereka kelak setelah terpilih.
Deklarasi ini juga merupakan bentuk tanggung jawab moril kami dalam mengawal demokrasi yang selama beberapa tahun telah terjadi pembiaran dan penyimpangan proses-proses berdemokrasi yang berdampak langsung atau tidak langsung pada terhambatnya pencapaian keadilan bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya.
Deklarasi ini disampaikan bertepatan dengan 95 tahun Gerakan Perempuan Indonesia yang lahir ketika berlangsungnya Kongres Perempuan pertama di Yogyakarta, 22 Desember 1928. Peristiwa itu yang kemudian diperingati sebagai “Hari Perempuan” atau “Hari Ibu” merupakan momentum sejarah dari gerakan perempuan di saat kaum perempuan Indonesia menetapkan sikap politik mereka bahwa perempuan Indonesia adalah manusia bebas (merdeka), berdaulat, setara dan bermartabat.
Namun dalam peringatan Hari Gerakan Perempuan ke-95 di tahun 2023 ini, para kandidat presiden
Indonesia telah menunjukkan sikap politiknya yang mengabaikan cita-cita kaum perempuan
sebagaimana telah tercatat dalam sejarah gerakan perempuan.
Mereka tidak mengindahkan agenda politik yang terkait dengan hak-hak perempuan yang dilanggar baik dalam pelanggaran HAM di ruang publik maupun privat, pelanggaran HAM pada kaum perempuan utamanya di Papua dan
wilayah-wilayah konflik vertikal dan horisontal, dan pelanggaran HAM berat yang juga menimpa
kaum perempuan di masa lampau dan saat ini yang seharusnya menjadi bagian integral dari tema
yang dibahas dalam debat dengan tema HAM itu.
Dengan kondisi kegentingan ini, maka kami Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM
menuntut:
1. Ditegakkannya demokrasi dan supremasi hukum serta pelaksanaan pemilihan umum baik
legislatif maupun pemilihan presiden langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta
menjamin netralitas TNI, POLRI, Aparatur Sipil Negara. Kami menuntut penyelenggara pemilu
yang berkompeten, berintegritas dan melindungi hak perempuan.
2. Untuk perwujudan cita-cita keadilan, para calon presiden dan wakil presidan wajib menjamin
pemenuhan hak sipil dan politik perempuan serta representasi perempuan di parlemen dan
pemenuhan HAM sebagai agenda prioritas.
3. Calon presiden dan wakil presiden menempatkan penghapusan praktik pemiskinan
perempuan dan memastikan pemenuhan hak ekonomi, sosial budaya; memberi dukungan
terhadap pelaku UMKM, perlindungan bagi pekerja infomal baik pekerja rumahan,
memastikan adanya UU perlindungan pekerja rumah tangga, pekerja migran, pekerja
perawatan dan pengasuhan tak berbayar serta memberikan perlindungan sosial yang
komprehensif.
4. Calon presiden dan wakil presiden menindaklanjuti implementasi UU TPKS, pembuatan
peraturan turunan serta memperkuat layanan kesehatan seksual dan reproduksi bagi semua
perempuan dan semua perempuan korban kekerasan seksual.
5. Calon presiden dan wakil presiden berjanji untuk menerbitkan kebijakan tentang keadilan
iklim, penghapusan praktek pengelolaan lingkungan yang eksploitatif serta menyusun
Rencana Aksi Nasional perubahan iklim yang responsif gender, inklusi disabilitas dan inklusi
sosial.
6. Menghapuskan praktik semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak
perempuan, perempuan lanjut usia, kepala keluarga, dan perempuan marjinal lainnya.
7. Penuntasan penyelesaian pelanggaran 12 pelanggaran HAM berat yang telah diakui oleh
negara termasuk kekerasan seksual pada perempuan dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998.