KabarKito
AI dan Digitalisasi Pengaruhi K3 di Tempat Kerja
JAKARTA – Sebuah laporan terbaru dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengeksplorasi bagaimana akal imitasi (AI), digitalisasi, robotika serta otomasi membentuk kembali keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tempat kerja di seluruh penjuru dunia.
Laporan tersebut berjudul Revolutionizing Health and Safety: The Role of AI and Digitalization at Work diluncurkan secara tripartit pada 24 April di Jakarta bersama dengan perwakilan dari Kementerian Ketenagakerjaan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan serikat pekerja. Peluncuran ini menindaklanjuti peluncuran yang dilakukan secara global di Jenewa pada 23 April.
Laporan ini menyoroti bagaimana teknologi yang sedang berkembang ini meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pekerja sekaligus menggarisbawahi perlunya kebijakan proaktif untuk mengatasi risiko-risiko baru.
Sistem bertenaga AI meningkatkan pemantauan keselamatan dan kesehatan, serta merampingkan tugas dan operasi, meringankan beban kerja dan mendorong inovasi—bahkan di sektor-sektor yang biasanya berteknologi rendah. Namun, laporan tersebut menekankan perlunya kebijakan proaktif untuk memastikan teknologi ini diterapkan diimplementasikan secara aman dan adil.
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, M. Fachrurozi menyambut baik laporan K3 terbaru ILO ini yang diterbitkan sejalan dengan peringatan Hari K3 Dunia yang setiap tahunnya dirayakan pada tanggal 28 April. Laporan ini menjadi momentum yang tepat untuk memastikan pengawasan dan tindak pencegahan yang relevan dengan kondisi dan tuntutan saat ini.
“Digitalisasi menjadi salah satu solusi. Karenanya, Kementerian Ketenagakerjaan akan segera meluncurkan sistem digital pengaduan berbasis digital agar dapat merespons seluruh pengaduan yang masuk dari seluruh Indonesia untuk didistribusikan dan ditanggapi secara cepat dan efisien oleh pengawas daerah,” ujar Fachrouzi.
Kementerian Ketenagakerjaan pun sedang melakukan sejumlah revisi peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja di Indonesia. Revisi UU ini dibuat secara terpisah dan tidak akan dimasukkan ke dalam Revisi UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dari sudut pandang pengusaha, Rima Melati sebagai Ketua Komite K3 Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia, menegaskan pentingnya pengintegrasian AI ke dalam semua bidang ketenagakerjaan, termasuk K3. Selain meningkatkan efisiensi, AI pun dapat meningkatkan ketepatan, jangkauan dan kepatuhan yang menjadi nilai penting bagi dunia usaha.
Namun di satu sisi, Rima mengingatkan pentingnya upaya peningkatan keterampilan bagi sumber daya manusia agar dapat mengikuti cepat perkembangan teknologi saat ini.
“Pelatihan kembali (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) menjadi penting agar angkatan kerja mampu menguasai AI dengan baik dan beradaptasi dengan pekerjaan masa depan yang berbasis teknologi,” ungkapnya.
Sementara Sulistri, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Buruh Makanan, Minuman, Pariwisata, Restoran, Hotel dan Tembakau menyatakan saat ini serikat pekerja telah melakukan berbagai pemetaan kondisi kerja yang terdampak AI.
Ia mencontohkan sektor kelapa sawit di mana pekerjaan pemupukan yang menggunakan bahan kimia sekarang sudah dilakukan dengan mesin atau tidak lagi secara manual oleh pekerja perempuan.
“Sosialisasi dan advokasi menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan serikat pekerja mengenai segala perkembangan di dunia kerja yang dapat mempengaruhi K3 pekerja, termasuk terkait dengan isu transisi yang adil,” katanya.
Dampak teknologi pada keselamatan dan kesehatan
Laporan tersebut menyoroti bahwa robotika dan otomatisasi yang canggih, penggunaan realitas virtual dan realitas yang diperluas serta alat-alat baru seperti perangkat pintar yang dapat dikenakan yang menyediakan deteksi risiko waktu nyata atau sensor lingkungan yang melacak kualitas udara, mentransformasi keselamatan dan kesehatan dengan mencegah kecelakaan dan mengurangi paparan akan bahaya.
Selain itu, digitalisasi mengarah pada munculnya pengaturan kerja hibrida dan jarak jauh yang menciptakan fleksibilitas dan meningkatkan kesehatan mental.
Namun, kemajuan ini juga dapat membawa risiko baru. Ketika robot secara efektif dapat mengerjakan tugas-tugas yang berbahaya, para pekerja yang merawat, membenahi atau bekerja dengan mesin-mesin ini dapat menghadapi bahaya yang baru.
Perilaku robot yang tidak terprediksi, kegagalan system atau ancaman siber dapat membahayakan keselamatan. Risiko ergonomis dapat muncul dari interaksi manusia-robot serta dari penggunaan perangkat yang dapat dikenakan dan eksoskeleton yang kurang pas, tidak dapat digunakan, atau tidak nyaman.
Riset tersebut menyoroti bahwa mengandalkan AI dan otomatisasi secara berlebihan dapat mengurangi pengawasan manusia, yang pada saatnya akan meningkatkan risiko K3, sementara beban kerja yang digerakkan oleh algoritme dan terus menerus terhubung dapat berkontribusi pada stres, kelelahan dan masalah kesehatan mental.
Laporan juga memaparkan risiko keselamatan dan kesehatan yang dihadapi oleh pekerja di sektor rantai pasok digital, mulai dari proses ekstraksi hingga proses yang menggerakkan AI, serta pekerja yang menangani limbah elektronik.
“Digitalisasi menawarkan kesempatan besar untuk meningkatkan keselamatan di tempat kerja. Robot dapat menggantikan manusia dalam ‘pekerjaan tiga dimensi’ yang berbahaya, yang bisa jadi kotor, berbahaya dan merendahkan. Otomatisasi dapat mengurangi tugas-tugas yang berulang, seperti di lini produksi pabrik atau dalam pekerjaan administratif, sehingga pekerja dapat melakukan tugas yang lebih menantang," kata Manal Azzi, Ketua Tim Kebijakan K3 di ILO.
“Namun, agar kita bisa mendapatkan manfaat penuh dari teknologi ini, kita harus memastikan bahwa teknologi tersebut diterapkan tanpa menimbulkan risiko baru.”
Respons kebijakan global dan peran ILO
Laporan tersebut menyoroti kesenjangan kebijakan dalam mengatur risiko K3 yang berkaitan dengan digitalisasi serta menggaungkan ajakan untuk mewujudkan kebijakan di skala global, regional dan nasional yang lebih kuat.
Konvensi ILO tentang K3 (No. 155 dan 187) menyediakan pondasi untuk memastikan hak-hak terhadap tempat kerja yang aman dan sehat di era digital. Untuk itu, keterlibatan pekerja merupakan hal yang penting pada setiap tahap pengadopsian teknologi. Pelatihan dan inisiatif peningkatan kesadaran merupakan kunci untuk memastikan penggunaan teknologi baru yang aman. Riset lebih lanjut dibutuhkan untuk mendalami pemahaman dampak jangka panjang dari K3 terhadap transformasi digital. (*)