Ajakan Ridwal Kamil Dialog Terkait Mural, Ini Tanggapan Jaker

Mural kritik (ist)

PALEMBANG, WongKito.co - Menanggapi maraknya mural disejumlah kota, termasuk di Bandung, Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK) dalam akun instragramnya mengajak para pekerja seni untuk berdiskusi terkait batasan-batasan mural.

Menanggapi ajakan RK diatas, Ketua Harian Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat – Jaker, Tri Okta Sulfa Kimiawan menyatakan siap untuk berdialog.

“Mari duduk satu meja, kita diskusikan mana batasan mural yang boleh mana yang tidak, mana yang pantas mana tidak, tetapi bagi Jaker selain untuk keindahan atau bagian dari keindahan kota, mural juga bisa sebagai media kritik yang bisa mencerdaskan kehidupan bangsa,“ kata dia, dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (4/9/2021).

Okta menjelaskan bahwa situasi kehidupan berbangsa dan bernegara kita hari ini sangat tidak baik-baik saja. Semua dari kita juga tahu bahwa ketimpangan sosial menganga lebar, kemiskinan akut terjadi, juga ketidakadilan terkait hukum muncul begitu vulgar.

Indonesia ini punya segala potensi dan modal untuk jadi bangsa yang maju, kekayaan alam sangat melimpah, jumlah penduduk juga melimpah, baik sebagai tenaga kerja maupun pasar yang itu sangat bisa mencapai kita kepada tujuan masyarakat adil dan makmur.

Namun, sayangnya kekayaan alam yang melimpah tadi hanya terkuras untuk memperkaya segelintir orang: oligarki. Mayoritas dari 50 orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes menumpuk kekayaannya dari sektor ekstraktif, seperti pertambangan, perkebunan (terutama sawit), kehutanan, dan lain-lain.

"Dengan begitu maka kemakmuran hanya milik ke-50 orang tadi, sementara mayoritas rakyat kita yang dalam jumlah ratusan juta cakar-cakaran berebut remah-remah rejeki ceceran kaum oligarki," ujar Okta.

Ia menambahkan, belum lagi pada kasus korupsi, para garong uang negara demi memperkaya diri sendiri itu malah justru dapat keringanan dengan potong hukuman. Penjara yang harusnya membuat kapok para koruptor tersebut tapi justru sebaliknya akan menyuburkan praktik korupsi di Indonesia karena hukum bisa dibeli, bisa dimainkan.

“Melihat kondisi-kondisi seperti yang saya singgung di atas tadi justru aneh kalau kita para pekerja seni hanya diam atas segala apa yang terjadi, maka itu mural sebagai salah satu media luar ruangan (selain baliho, spanduk, poster, video tron, dst) harus tampil mengkritik, menelanjangi kelakuan-kelakuan buruk penguasa, juga politisi,“ kata dia. (ert/ril)
 


Related Stories