Apa Yang Dimaksud Greenflation, Disinggung Dalam Debat Pilpres

Apa Yang Dimaksud Greenflation, Disinggung Dalam Debat Pilpres (Ist)

Jakarta, Wongkito.co - Debat Pilpres Putaran Keempat di JCC, Jakarta, pada Minggu, 21 Januari 2024. calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2,Gibran Rakabuming Raka menyinggung soal greenflation.

Greenflation atau transisi energi ke energi hijau yang menyebabkan peningkatan harga (inflasi). Gibran mencontohkan demo yang berkaitan dengan rompi kuning di Prancis.

Gibran sebut Mahfud kurang memahami masalah greenflation, sehingga memberikan jawaban yang terkait dengan ekonomi hijau dan sirkular. Senin, 22 Januari 2024.

Gibran kemudian mengilustrasikan hal ini dengan memberikan contoh gerakan Rompi Kuning di Prancis. “Greenflation itu, kita kasih contoh yang simpel saja. Demo rompi kuning di Prancis. Bahaya sekali. Sudah memakan korban. Ini yang harus diantisipasi. Jangan sampai terjadi di Indonesia. Belajar dari negara maju,” jelas Gibran.

Baca juga

Ia menekankan perlunya melakukan transisi ke energi hijau dengan super hati-hati. “Jangan sampai membebankan R&D (riset dan pengembangan) yang mahal, transisi yang mahal ke masyarakat kecil,” ucapnya. Tapi, sayangnya Gibran tidak memberikan penjelasan mengenai kaitan antara greenflation dan Rompi Kuning.

Lalu, Apa Itu Demo Rompi Kuning?

Gerakan rompi kuning muncul di Prancis pada Oktober 2018 sebelum bertransformasi menjadi demonstrasi pada 17 November 2018. Sejak saat itu, banyak yang terlibat dalam tindakan blokade yang menyebabkan kemacetan dan kekurangan pasokan bahan bakar menjelang musim libur.

Menurut AFP, demonstrasi ddigelar oleh kelompok massa yang mengungkapkan pandangan mereka terhadap ketidakadilan ekonomi dan tata pemerintahan Prancis di bawah kepemimpinan Presiden Emmanuel Macron.

Protes tersebut dipicu oleh sistem pajak yang dianggap memberatkan dan tidak sebanding dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pajak bahan bakar tersebut merupakan bagian dari strategi Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mendanai pengembangan energi bersih.

Para peserta memakai rompi berwarna kuning cerah, yang umumnya dikenakan sebagai bagian dari langkah keselamatan para sopir di Prancis. Tindakan ini mencerminkan solidaritas terhadap kelas pekerja dan rakyat jelata.

Dalam aksi tersebut, para peserta menuntut peningkatan upah minimum, peningkatan kualitas hidup, dan kejelasan dari pemerintah. Aksi demo Rompi Kuning berlanjut hingga September 2019, dan berujung pada kekacauan yang memerlukan penanganan petugas dengan menggunakan gas air mata. 

Protes tersebut bersamaan dengan unjuk rasa oleh aktivis iklim dan pawai terpisah oleh serikat pekerja sayap kiri yang menentang rencana reformasi pensiun.

Apa Sebenarnya Greenflation?

Dikutip dari euronews pada Senin, 22 Januari 2024, anggota Dewan Energi, Lingkungan, dan Air (CEEW), Vaibhav Chaturvedi menjelaskan greenflation merujuk pada biaya terkait upaya ramah lingkungan, sebagai suatu keprihatinan terutama dalam jangka pendek.

Harga logam seperti timah, aluminium, tembaga, nikel-kobalt, sebagai contoh, telah mengalami peningkatan hingga 91% pada tahun 2021. Logam-logam tersebut digunakan dalam teknologi yang merupakan bagian dari transisi energi.

Sementara, Chaturvedi melihat penurunan biaya pendanaan untuk proyek-proyek energi terbarukan sebagai faktor yang signifikan untuk menanggulangi kenaikan biaya dasar.

Pasar energi terbarukan secara global, yang bernilai lebih dari USD881 miliar (€781 miliar) pada tahun 2020, diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan lebih dari dua kali lipat menjadi hampir USD2 triliun (€1,8 triliun) pada tahun 2030, menurut proyek Allied Market Research.

Isabel Schnabel, seorang anggota Dewan Eksekutif Bank Sentral Eropa, menyebut greenflation sebagai paradoks yang dihadapi dalam mengatasi perubahan iklim. Intinya, semakin mendesak untuk beralih ke energi yang lebih hijau, semakin tinggi biaya yang harus ditanggung dalam jangka pendek.

Baca juga

Dampak dari greenflation tidak begitu jelas dibandingkan dengan climateflation dan fossilflation. Banyak perusahaan telah melakukan penyesuaian pada proses produksi mereka untuk mengurangi emisi karbon.

Meskipun demikian, sebagian besar teknologi yang ramah lingkungan membutuhkan sejumlah besar logam dan mineral, seperti tembaga, litium, dan kobalt, terutama selama periode transisi. Contohnya, kendaraan listrik memerlukan enam kali lipat lebih banyak mineral daripada kendaraan konvensional.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 22 Jan 2024 

Editor: admin
Bagikan

Related Stories