Bedah Buku Aldera di Unsri, Pius Ingatkan Perjuangan Reformasi dan Sikap Kritis Mahasiswa

Tangkapan layar dari siaran langsung youtube Unsri Pius Lustrilanang memberikan kuliah umum dalam Bedah Buku Aldera di Unsri, kampus Palembang, Kamis (26/01/23). (ist/youtubeUnsri)

PALEMBANG, WongKito.co - Tokoh Nasional Pius Lustrilanang hadir dalam Kuliah Umum dan Bedah Buku Aldera, Potret Gerakan Politik Kaum Muda di Universitas Sriwijaya (Unsri) Kampus Palembang, Kamis (26/01/23). Aktivis dan Politisi Indonesia ini mengingatkan tentang perjuangan reformasi.

“Demokrasi adalah alat sekaligus tujuan, sebab dalam demokrasi setiap orang bisa memilih pemimpinnya secara berkala. Inti dari reformasi dan demokrasi sebenarnya pembatasan kekuasaan eksekutif oleh konstitusi. Jika ada ide-ide perpanjangan masa jabatan, itu adalah kemunduran dari demokrasi,” tegasnya di hadapan mahasiswa, disimak dari siaran langsung youtube Unsri, Kamis. 

Sebagai elemen paling kritis dan tidak berpihak pada kekuasaan manapun, menurutnya tanggung jawab menjaga demokrasi ada di pundak mahasiswa. 

Dia bercerita mengenai karir aktivis mahasiswanya pada tahun 1993-1999. Termasuk pengalaman penculikan yang dialaminya selama 58 hari, dan meski diancam ia tetap bersuara dan memberi kesaksian di Komnas HAM.

Pius berharap, dari buku ini mahasiswa dapat belajar sejarah bahwa reformasi adalah hasil perjuangan mahasiswa pada masanya. Mahasiswa juga bisa terilhami untuk bersikap kritis terhadap kekuasaan.

“Dulu, harga demokrasi sangat mahal karena harus ditangkap, dipukuli, diancam. Saat ini kita menikmati kebebasan pers, kebebasan bersuara, itu karena reformasi. Tahun ini menginjak 25 tahun, pesta perak reformasi,” terangnya.

Aldera atau dikenal dengan Aliansi Demokrasi Rakyat merupakan salah satu gerakan mahasiswa era 90-an yang cukup besar dengan tujuan utama menggulingkan kekuasaan Orde Baru. “Saya percaya gerakan mahasiswa bisa muncul lagi terutama jika kegelisahan rakyat tidak menemukan jalannya untuk didengar,” tegas Pius.

Sementara itu, Rektor Unsri Anis Saggaf mengatakan, gerakan mahasiswa 1998 merupakan upaya melepaskan masyarakat dari belenggu. Masa itu disebut masa genting. Adapun sekarang adalah era mahasiswa untuk mengisi reformasi.

Dia memastikan, Unsri sebagai perguruan tinggi tentu mendukung dan tidak merasa terganggu atas gerakan mahasiswa sebagai pengabdian. Dipastikannya, Unsri tidak akan menghalangi mahasiswa, apalagi jika menyangkut keselamatan bangsa dan negara. Dosen pun ikut mengawal agar tidak ada korban dalam keramaian.

Orde Baru dari Perspektif Ekonomi

Dalam kesempatan tersebut, Guru Besar Fakultas Ekonomi Unsri, Prof Bernadette Robiani membedah buku Aldera dari sisi ekonomi. Dia menyampaikan bagaimana perjuangan pengentasan kemiskinan di era 1998, dimana saat itu rakyat merasa tidak mendapatkan keadilan bahkan kesejahteraan. 

Dari buku Aldera dia mendapati ada kritik mahasiswa di era itu terhadap rezim orde baru untuk masalah ekonomi. Dia mencatat kritik tersebut terkait dominasi ekonomi oleh segelintir orang, pola market power ini membuat harga menjadi mahal. Ada pula pemborosan anggaran negara seperti pembangunan TMII, hingga KKN.

“Tahun 1998 itu puncak krisis ekonomi, kebutuhan rakyat mulai dari cengkeh hingga otomotif saja dimonopoli, kebijakan ekonomi makro disesuaikan dengan kebutuhan kalangan modal,” ulasnya. 

Terkait perjuangan reformasi dari para aktivis mahasiswa, Bernadette menambahkan, dia melihat ada semangat dari ibunda Pius Lustrilanang. Menurutnya, tidak ada ibu yang rela dan mengizinkan anaknya harus keluar lagi dan bersaksi ke Komnas HAM setelah pulang dari penculikan. Tapi ibu Pius melakukan itu. “Saya tentu tidak akan sanggup, itu bisa menjadi pelajaran bagi para ibu hingga masa ini,” tuturnya terharu. (yulia savitri)

Editor: Redaksi Wongkito

Related Stories