Begini Strategi Mendag Penuhi Kebutuhan Pasar Domestik

Masih Pertimbangkan Cabut DMO dan DPO Sawit, Mendag : Pengusaha Harus ada Komitmen (TrenAsia/Debrinata)

JAKARTA - Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) beberapa waktu lalu mengaku sedang menimbang pencabutan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) kelapa sawit.

Konsekuensinya, kata Zulhas, para pelaku usaha industri minyak goreng dan sawit harus mau berkomitmen untuk menjaga ketersediaan migor dengan harga yang terjangkau sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).

"Saya mau pengusaha komit dulu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri minyak curah dan minyak kemasan. Jika sudah ada komitmen, baru saya akan pertimbangkan DMO-DPO dicabut," kata Zulhas seusai pelepasan ekspor produk baja di Jakarta beberapa waktu lalu.

Baca Juga :

Dalam waktu dekat, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan melakukan pertemuan dengan pengusaha industri sawit untuk membicarakan hal ini. Menurutnya, kebijakan ini tidak bisa diputuskan tanpa kesepakatan yang jelas antara pengusaha dengan pemerintah.

Untuk itu, Kemendag akan mengadakan rapat dan membuat kesepakatan melalui gentlement agreement. Seperti diberitakan sebelumnya, Zulkifli Hasan mengupayakan percepatan ekspor Crude Palm Oil (CPO) untuk mempercepat pengosongan tangki-tangki CPO produsen yang masih dalam kondisi penuh.

Ada beberapa langkah yang akan dilaksanakan yaitu, pertama membebaskan pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) kepada produsen.

Kedua, memperpendek masa dasar penentuan harga patokan ekspor (HPE) dari bulanan menjadi per dua minggu. Terakhir menaikan pengali, jika awalnya DMO 1:5 sekarang naik menjadi hampir 1:9.

DMO Dinilai Tak Lagi Relevan

Beberapa waktu lalu, Ketua Umum Apkasindo, Gulat Manurung meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan terkait DMO, DPO, serta Flush Out (FO) untuk minyak sawit.

Menurutnya kebijakan ini sudah tidak diperlukan karena pasokan Crude Palm Oil (CPO) sudah melimpah di dalam negeri akibat pembatasan ekspor beberapa waktu lalu.

"Masa harga riil di pasar saja sudah di bawah Rp10.000, harga DPO lebih mahal dari harga riil? Jadi otomatis kebijakan ini tidak perlu lagi " kata Gulat dalam sebuah webinar, Kamis 21 Juli 2022.

Sekedar informasi, kebijakan DMO merupakan aturan yang mewajibkan seluruh produsen minyak goreng untuk mengalokasikan sejumlah produksinya untuk kebutuhan dalam negeri. Sementara itu, DPO adalah mengatur harga minyak sawit mentah (CPO).

Lalu FO sendiri merupakan kebijakan percepatan ekspor di mana eksportir atau pengusaha boleh tidak memasok DMO namun menggantinya dengan membayar sejumlah US$200 per ton.

Berdasarkan data, Gulat menyebut stok CPO nasional per bulan menyentuh angka 7,2 juta ton. Jumlah ini lebih dari rata-rata stok bahkan dua kali lebih banyak dari sebelumnya yaitu 3 juta ton per bulan.

Lebih lanjut Ketua Apkasindo ini menyebutkan harga tender KPBN CPO di angka Rp 9.100 per kg, di bawah dari DPO yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp10.700 per kg.

Gulat menyoroti kebijakan DMO, DPO, dan juga FO ini akan menjadi beban yang akhirnya berpengaruh dalam harga tender KPNM. Akibatnya, harga CPO akan rendah meski penghapusan pajak ekspor dijalankan.

Dalam kesempatan yang sama, Ekonom dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung juga menyoroti bahwa seharusnya harga CPO Indonesia menggunakan acuan pemerintah berupa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 55 Tahun 2015 bukan berdasarkan tender KPBN.

Tungkot menambahkan bahwa, kebijakan DMO dan DPO hanya memperlambat ekspor dan menghambat pengeluaran pasokan CPO dari tangki. Sehingga tangki sawit akan lama dalam pengosongan dan pengisian kembali. 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 27 Jul 2022 

Bagikan

Related Stories