BNI Kukuh Perkuat Modal, Gagal Kantongi Duit PMN

Karyawati beraktivitas di deket logo salah satu cabang Bank Negara Indonesia (BNI) di Jakarta, Rabu, 23 Juni 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

JAKARTA, WongKito.co,  - Emiten pelat merah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) harus menelan pil pahit tidak mendapatkan injeksi tambahan dari pemerintah. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati diketahui memangkas dana Penyertaan Modal Negara (PMN) dari Rp58,88 triliun menjadi Rp35,5 triliun untuk tahun depan. 

Sejalan dengan pemangkasan anggaran, nama BNI tidak masuk dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penerima PMN pada 2022. Padahal, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sempat mengetok palu untuk mengucurkan PMN Rp3,5 triliun untuk BNI.

Emiten perbankan lainnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) juga tercatat batal menerima suntikan PMN. Walhasil, BNI dan BTN mesti memutar otak untuk memperkuat aspek permodalan pada 2022.

Baca Juga : Masih Sempat Belanja Saat Harbolnas 11-11, Berikut ini Tips-nya

Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom mengatakan perseroan belum menerima informasi lanjutan soal skema PMN pada 2022 dari Kementerian BUMN.  

“Terkait informasi pemangkasan PMN yang disampaikan, kami belum dapat memberikan konfirmasi lebih lanjut. Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, DPR telah memberikan persetujuannya untuk PMN sebesar Rp3.5 triliun bagi BNI,” ujar Mucharom saat dihubungi TrenAsia.com, Kamis, 11 November 2021.

Mucharom bilang penguatan permodalan akan ditempuh melalui berbagai opsi lain. Dirinya menyebut kesuksesan penerbitan obligasi subordinasi Tier-2 pada Maret 2021 dan Additional Tier 1 Perpetual Non-Cumulative Capital Securities atau Efek Modal AT-1 pada September 2021 lalu membuat perseroan kepincut untuk melakukan strategi serupa pada tahun depan.

“Penguatan Permodalan tidak hanya bergantung pada PMN dan Right Issue dari pemerintah, sejak awal kami terus mengeksplorasi berbagai opsi untuk melakukan penguatan modal, seperti melalui penerbitan surat berharga,” jelas Mucharom. 

Dengan memanfaatkan momentum positif di pasar surat berharga, obligasi subordinasi BNI diserap dan meraup dana segar hingga US$500 juta atau Rp7,14 triliun (asumsi kurs Rp14.297 per dolar Amerika Serikat). Upaya penguatan permodalan pun berlanjut dengan menjaring investor asing.

Sebagai bank yang fokus di bisnis internasional, penerbitan surat berharga untuk investor asing menjadi upaya yang sukses dilakukan BNI pada tahun ini. BNI dapat menarik dana hingga US$600 juta atau setara Rp8,5 triliun. Penerbitan AT-1 ini tercatat alami oversubscribed hingga 2,7 kali. 

Penerbitan ini merupakan yang pertama dilakukan oleh perbankan di Indonesia.  Dengan adanya penerbitan AT-1 ini, modal inti BNI naik 140 basis point sehingga rasio Capital Adequacy ratio (CAR) dan Tier 1 BNI per September 2021 meningkat menjadi masing-masing 19,9% dan 17,8%.

Penerbitan AT-1 perpetual bond sendiri berkontribusi hingga 1,39% terhadap CAR di emiten bersandi saham BBNI tersebut. Dengan demikian, aspek permodalan di BNI sudah mendekati rasio bank berdasarkan Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV lainnya.

Hal ini tampak dari modal inti atau tier-1 BNI yang sudah menembus Rp109,65 triliun pada kuartal III-2021 atau meningkat dibandingkan kuartal III-2020 yang hanya Rp102,45 triliun. 

Meski begitu, modal inti BNI masih lebih rendah dibandingkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang menyentuh Rp176,78 triliun. Dengan terus mempertajam lini bisnis internasional, Mucharom bilang penguatan permodalan di BNI akan terus ditingkatkan.

“Namun dengan kesuksesan penerbitan dua instrumen surat berharga, manajemen berpandangan bahwa level CAR saat ini telah mendekati ideal sehingga tentunya adanya PMN sebesar Rp3,5 triliun akan semakin memperkuat permodalan kami, dan membuka banyak opsi pertumbuhan baik organik maupun anorganik,” tegasnya.

Pertumbuhan Kredit BNI

Menatap tahun depan, Mucharom menyebut BNI membidik pertumbuhan kredit hingga double digit. Akselerasi pemulihan ekonomi dan adanya target herd immunity pada 2022 membuat bank pelat merah ini optimistis bisa mengerek penyaluran kredit.

Adapun  target tersebut berada di kisaran 7%-10% year on year (yoy). payroll loan yang tumbuh stabil pada tahun ini diprediksi masih akan menopang pertumbuhan kredit di BBNI.

Hingga kuartal III-2021, payroll loan mencatatkan pertumbuhan paling agresif sebesar 17,05% yoy. Jenis kredit ini pun menjadi katalis utama pendorong segmen konsumtif yang tumbuh 9,9% yoy pada sembilan bulan pertama tahun ini.

Capaian ini terpaut jauh dibandingkan kredit private corporate yang hanya 5% yoy pada sembilan bulan pertama tahun ini. Di tahun depan Mucharom melihat adanya potensi penyaluran kredit yang tinggi di segmen manufaktur, pertanian, komunikasi, keuangan, perkebunan, dan perikanan.

Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit di seluruh segmen BNI pada kuartal III-2021 menyentuh 3,7% yoy atau di atas rata-rata industri yang sebesar 2,2% yoy. Adapun nilai kredit yang telah dikucurkan mencapai Rp570,64 triliun atau membaik dibandingkan capaian kuartal III-2020 yang sebesar Rp550,07 triliun.

Adapun total aset ikut naik, dari 891,34 triliun pada akhir 2020 menjadi Rp919,45 triliun pada kuartal III-2021. Dari sisi profitabilitas, emiten pelat merah ini mencatatkan peningkatan kinerja keuangan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan laba bersih signifikan 79,33% yoy pada kuartal III-2021. 

Laba bersih emiten bersandi BBNI ini merangkak naik dari Rp4,32 triliun pada kuartal III-2020 menjadi Rp7,75 triliun pada kuartal III-2021.

Padahal, pendapatan BNI mengalami kontraksi pada sembilan bulan pertama 2021. Hal ini tampak dari pendapatan bunga BNI yang turun dari Rp42,03 triliun pada kuartal III-2020 menjadi Rp37,52 triliun pada kuartal III-2021.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhamad Arfan Septiawan pada 11 Nov 2021 

Bagikan
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories