Bukit Siguntang Satukan Umat dan Ras dalam Perbedaan

Pengunjung Bukit Siguntang

Tak bisa dipungkiri keberagaman kepercayaan, suku dan ras bukti kekuasaan sang maha kuasa pencipta seluruh isi dunia.

Perbedaan tersebut hendaknya menjadikan kita memiliki rasa tenggang rasa yang tinggi dan saling mengasihi.

Bukan hanya terhadap sesama manusia dengan binatang dan tumbuhan, hendaknya kita tidak lupa saling mengasihi.

Bukit Siguntang atau Bukit Seguntang menjadi bukti nyata kalau sejarah membimbing kita untuk saling menghargai dan mengasihi di tengah perbedaan yang ada.

Kenapa demikian? Bukit Siguntang yang merupakan salah satu situs Arkeologi di Sumatera Selatan menunjukkan kebesaran wangsa Melayu pada kisaran abad ke-14 yang menyebar di sejumlah negara bukan hanya Indonesia tetapi juga Malaysia dan Singapura serta Thailand.

Kebesaran dan tersebar luasnya bangsa Melayu, usai kejayaan Kerajaan Sriwijaya berkuasa tersebut dibuktikan dengan sosok seorang raja Melayu yang termasyur disebut Raja Prameswara berkuasa di tanah Malaka dan Singapura.

Pernah suatu ketika, seorang Menteri dari Kerajaan Malaysia datang ke Palembang melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pemkot Palembang sekitar 12 tahun lalu.

Tidak lupa dia dan rombongan menyempatkan diri berkunjung ke Bukti Siguntang untuk berwisata religi dengan berziarah ketujuh makam di kawasan tertinggi di Palembang itu.

"Kita satu rumpun, satu nenek moyang orang Melayu karena dalam sejumlah kajian sejarah, Raja Segentar Alam adalah saudara kandung Raja Prameswara," kata dia ketika itu.

Sejumlah literasi menyebutkan pascakepemimpinan Raja Prameswara Kerajaan di Semenanjung Malaka tersebut tidak ada lagi yang melanjutkan.

Raja Prameswara dan keluarga termasuk Raja Segentar Alam menganut agama Islam.

Sebelumnya, mereka menganut Buddha di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya tetapi meskipun telah menganut Islam kemasyuran sebagai nenek moyang wangsa Melayu tidak membuat pemeluk agama lain menganggap perbedaan itu suatu hal yang bisa merubah garis keturunan.

Hal itu, dibuktikan dengan kerukunan dalam perbedaan keyakinan tetap berjalan harmonis di Bukit Siguntang yang luasnya sekitar 12,8 hektare.

Sebelum menjadi kawasan pemakaman Raja Melayu dan keluarganya, Bukit Siguntang juga telah menjadi tempat peribadatan umat Buddha di masa Kerajaan Sriwijaya.

Karena itu, tidak heran kalau di tahun 1920-an sebuah arca Buddha setinggi 2,77 meter berbahan batu granit ditemukan di area tersebut.

Sejak beberapa tahun lalu, setiap perayaan Waisak umat Buddha yang tidak hanya bermukim di Palembang tetapi juga dari berbagai negara, seperti Singapura dan Tiongkok pun mengikuti serangkaian ibadah dan napak tilas di Bukit Siguntang.

 

Tujuh Makam dan Kerindangan Pohon

Bagi pengunjung yang datang ke Bukit Siguntang saat ini dan sebelum dipugar mungkin merasakan perbedaan yang cukup mencolok.

Bukit dengan ketinggian sekitar 30 meter dan paling tinggi di Kota Palembang itu bukan hanya menjadi area wisata religi umat muslim maupun Buddha dan Hindu.

Situs arkeologi itu juga berfungsi sebagai paru-paru kota karena banyak tumbuh pohon besar dan kini semakin rimbun bahkan cenderung tidak terawat.

Bangunan-bangunan sebelumnya berupa menara yang bisa memandang Palembang dari puncak tertinggi kini sudah tidak ada. Begitu juga sejumlah relief yang menceritakan bagaimana perjuangan Raja Segentar Alam dan pasukannya juga tidak lagi ditemukan karena bangunannya sudah diratakan.

Pemugaran kawasan tersebut telah dilakukan sejak tahun 2016 sebagai upaya pemerintah untuk menjadikan kawasan tersebut lebih menarik tetapi tidak mengurangi maknanya.

Tujuh makam yang dulu berada di dalam bangunan-bangunan permanen yaitu makam Raja Segentar Alam, Puteri Kembang Dadar, Pangeran Batu Api, Pangeran Djunjungan, Puteri Rambut Selako, Pangeran Bagus Karang, dan Pangeran Bagus Kuning.

Kondisinya kini tetap terawat, hanya saja hanya beratap minimalis tanpa sekat bangunan sehingga dari makam satu ke makam lain kita bisa menyaksikan dari kejauhan.


Pandemi COVID-19 Pengunjung Turun

Ita seorang pedagang minuman tidak jauh dari makam Raja Segentar Alam mengakui sejak pandemi ini pengunjung sangat sepi bahkan pernah beberapa waktu benar-benar tidak ada yang datang.

Padahal biasanya, wisatawan datang tiap hari dan berasal dari berbagai daerah termasuk kunjungan turis dari Malaysia dan Singapura, kata dia.

Dia menambahkan, biasanya setiap bulan ada saja kelompok wisatawan dari Malaysia yang datang berziarah.

Namun, sejak Maret 2020 belum satupun wisatawan Malaysia yang datang, tambah dia.

Begitu juga dengan kegiatan ibadah umat Buddha Ita mengatakan biasanya mulai akhir Oktober sudah ramai turis dari Singapura dan Tiongkok tetapi kini benar-benar tidak ada kegiatan peribadatan tersebut.

"Mudaha-mudahan kondisi ini segera pulih dan wisatawan kembali ramai datang," ujar dia.

Bukit Siguntang berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat di Kecamatan Ilir Barat I Palembang, untuk sampai ke lokasi tidak sulit karena berbagai kendaraan umum, seperti angkutan perkotaan (angkot) dan bus kota serta ojek online banyak dijumpai.

Objek wisata ini, juga tidak jauh dari sekolah, balai pelatihan dan juga mudah untuk mencari beragam kuliner khas Palembang, seperti pempek dan model serta masakan tradisional berupa pindang. (Nila Ertina)

Bagikan

Related Stories