Dorong Riset Olahan Rumput Laut Nirlimbah guna Dukung Ekonomi Biru

Komoditas Rumput Laut/ Kkp.go.id

JAKARTA, WongKito.co - Sebagaibeksportir rumput laut terbesar dunia, Indonesia mengandalkan komoditas tersebut. Namun demikian, perlu dikembangkan pengolahan rumput laut untuk menghasilkan nilai tambah.

Agar keberkelanjutan dan kelestarian lingkungan tetap terjaga, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), telah melakukan riset pengolahan rumput laut tanpa limbah.

Data menyebutkan, pada 2018 Indonesia menjadi pengekspor rumput laut tertinggi dunia sebesar 192,28 ton, yang didominasi jenis Eucheuma cottonii.

Indonesia masuk dalam jajaran produsen utama rumput laut dunia, menguasai lebih dari 80% supply share, utamanya untuk tujuan ekspor ke Tiongkok. Pada 2019 jumlahnya meningkat lagi menjadi 209,24 ribu ton. Produksi rumput laut di Indonesia bertambah setiap tahunnya.

Namun, Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengatakan bahwa perlu mencari nilai tambah dari produk rumput laut ini. Dengan begitu, nilai manfaatnya dapat dinikmati lebih maksimal oleh masyarakat Indonesia.

"Ini semua menjadi tantangan bagi kita, para peneliti, para saintis, agar bagaimana semua jenis rumput laut yang tumbuh di Indonesia ini mampu diarahkan untuk menjadi produk-produk yang memberi kemanfaatan untuk kita semua,” ujarnya dalam sebuah webinar, melansir TrenAsia.com, jejaring WongKito.co, Sabtu, 24 Juli 2021.

Rumput laut tersebut ada yang diolah menjadi produk kosmetik, farmasi, makanan, bumbu, agar-agar, puding, jelly, dan pangan fungsional lainnya. Upaya pengolahan tersebut, menurut Sjarief, harus dipikirkan agar bisa menghasilkan produk yang memberi kemanfaatan tinggi dan tidak menghasilkan limbah yang akhirnya dapat menjadi masalah baru bagi industri dan lingkungan sekitarnya.

Limbah pengolahan rumput laut Gracilaria dan Cottonii dalam negeri menghasilkan limbah cair sebanyak 8.174.150 m3 dan limbah padat 62.506 ton per tahun. Bagi dia, lmbah ini juga harus dimanfaatkan, sehingga sejalan dengan blue economy yang dikembangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

Potensi pemanfaatan limbah cair antara lain daur ulang dan pupuk cair, sedangkan limbah padat dapat menjadi bahan baku keramik, particle board, pupuk, bata ringan, dan sebagainya.

Untuk itu, Sjarief mengaku telah melakukan riset terkait pengolahan rumput laut tanpa limbah dan menjalin sejumlah kerja sama. Salah satu kerja sama dilakukan dengan satu sebuah perusahaan di Pandaan, Jawa timur, untuk mengembangkan instalasi pengolahan limbah cair dan padat.

“Ini suatu terobosan yang baik, yang mana peluang ini harus terus dikembangkan, sehingga pada akhirnya nanti kita akan mengatakan kepada Indonesia bahwa hasil-hasil riset inovasi dari Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan memberikan sumbangsih secara nyata bagi pembangunan Indonesia," tuturnya.

Bagikan

Related Stories