Ragam
Dukung Penguatan Pengawasan terhadap Program Makan Bergizi, BGN Minta Dana Tambahan Rp2,69 Triliun untuk BPOM
JAKARTA - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perlu mengajukan permintaan tambahan anggaran sebesar Rp2,69 triliun kepada Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Tambahan dana diperlukan untuk mendukung penguatan pengawasan terhadap pelaksanaan Program Makan Bergizi (MBG) yang ditujukan kepada jutaan pelajar di seluruh Indonesia.
Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai 13 kegiatan utama, termasuk peningkatan frekuensi dan jangkauan pengujian sampel makanan, pelatihan pengolah pangan, pemantauan rantai distribusi, serta pengembangan sistem ketertelusuran pangan.
Dengan cakupan program MBG yang luas dan target nasional sebesar 30.000 Sentra Penyediaan Pangan Gizi (SPPG), BPOM menyatakan bahwa kebutuhan anggaran tambahan bersifat krusial.
“Saya kira pergerakannya (BPOM untuk mengontrol MBG) harus didukung dengan anggaran yang cukup. Jadi nanti saya akan merekomendasikan agar BPOM anggarannya ditambah untuk menginspeksi kami,” ujar Dadan kala menyampaikan pendapat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX di Kompleks Senayan, DPR, Jakarta, dikutip Kamis, 22 Mei 2025.
Baca juga:
- Perkuat Ekosistem Riset Data-Driven di Indonesia bersama Kemdiktisaintek, Telkomsel Luncurkan Kompetisi Riset Nasional 2025 bagi Mahasiswa S1
- Yuk Buat Bola-bola Ubi Coklat yang Lumer dan Enak
- KUR BRI Dorong Pengusaha Wanita Ini Jadi Pelopor Olahan Kelor Kekinian
Pengajuan ini mendapat dukungan penuh dari DPR RI, khususnya Komisi IX, yang menyetujui tambahan anggaran tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 12 Februari 2025. DPR juga mendorong agar BPOM mengambil peran lebih aktif dalam memastikan standar keamanan pangan dalam program MBG benar-benar dijalankan.
Sebagai bentuk penguatan kelembagaan, BPOM telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Badan Gizi Nasional (BGN) pada 23 Januari 2025. Kerja sama ini bertujuan memperkuat sinergi pengawasan lintas institusi, sekaligus menjadi pijakan awal dalam membangun sistem pengawasan pangan nasional yang terintegrasi.
Dalam pelaksanaannya, BPOM telah melakukan 106 kunjungan pengawasan ke SPPG di 30 provinsi. Kunjungan terbanyak terjadi di Nusa Tenggara Timur (14 kali), sementara sejumlah daerah seperti Batam, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Papua Pegunungan belum tercakup. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam distribusi pengawasan, yang bisa memicu kerawanan jika tidak segera ditangani.
BPOM menekankan bahwa pengawasan yang merata sangat diperlukan untuk menjamin seluruh anak Indonesia mendapatkan asupan pangan yang layak, sehat, dan aman. Tanpa penguatan kapasitas baik dari sisi anggaran maupun sumber daya potensi keracunan massal seperti yang terjadi di Kabupaten Pali, Sumatera Selatan, dapat terulang.
Daftar Keracunan MGB
Dilansir TrenAsia dari berbagai sumber, berikut adalah berbagai kasus keracunan MBG yang terjadi di berbagai daerah:
Nganjuk, Jawa Timur (2 Oktober 2024)
Insiden pertama yang tercatat terjadi di SDN Banaran, Kecamatan Kertosono. Sebanyak tujuh siswa mengalami keracunan ringan setelah mengonsumsi makanan yang dianggap tidak layak karena sempat disisihkan di lorong.
Meski tergolong ringan, kasus ini menjadi alarm awal bahwa pengawasan dalam distribusi makanan perlu diperketat sejak dini.
Sukoharjo, Jawa Tengah (16 Januari 2025)
Kejadian serupa kembali terjadi di SDN Dukuh 3. Beberapa siswa dari kelas 1 hingga 6 dilaporkan mengalami mual, pusing, dan muntah. Penelusuran internal menunjukkan ayam yang disajikan dalam menu MBG kurang matang dan tidak segar.
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kodim 0726/Sukoharjo ikut melakukan evaluasi terhadap dapur pengolah makanan.
Nunukan, Kalimantan Utara (13 Januari 2025)
Di SDN 03 dan SMAN 2 Nunukan Selatan, gejala keracunan seperti mual dan diare kembali ditemukan. Menu ayam kecap dari MBG diduga sebagai pemicu. Ini menjadi kasus pertama di wilayah perbatasan yang menambah daftar panjang lemahnya rantai pengawasan program.
Pandeglang, Banten (19 Februari 2025)
Sebanyak 28 siswa di SDN 2 Alaswangi mengalami gejala pusing, muntah, mual, dan diare. Meski pihak sekolah menolak menyebutnya sebagai keracunan dan hanya mengklaim sebagai gangguan pencernaan biasa, kejadian ini menjadi catatan serius karena gejala menyebar dalam waktu bersamaan dan mengganggu proses belajar.
Waingapu, Sumba Timur (18 Februari 2025)
Sebanyak 29 siswa SDK Andaluri dilaporkan mengalami mual, sakit perut, pusing, dan muntah. Pihak Puskesmas menduga kejadian ini dipicu reaksi alergi, bukan keracunan. Namun, rasa makanan yang dinilai tak segar tetap menjadi perhatian.
Batang, Jawa Tengah (14 April 2025)
Di SDN Proyonanggan 5, 60 siswa mengalami sakit perut dan mual sesaat setelah pulang ke rumah. Diduga, menu mi yang disajikan dalam MBG menjadi penyebab. Sekolah dan dinas kesehatan setempat mendatangi rumah siswa satu per satu untuk memastikan penanganan.
Cianjur, Jawa Barat (21 April 2025)
Kejadian yang cukup besar terjadi di MAN 1 dan SMP PGRI Cianjur. Sebanyak 83 siswa mengalami mual dan muntah, membuat Dinas Kesehatan menetapkan kejadian ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Penanganan medis langsung dilakukan dan koordinasi dengan laboratorium kesehatan daerah dijalankan untuk investigasi lebih lanjut.
Bombana, Sulawesi Tenggara (23 April 2025)
Teranyar, insiden keracunan muncul di SDN 33 Kasipute dan SD 08 Kasipute. Sejumlah siswa mengalami muntah-muntah akibat makanan dengan bau amis menyengat. Petugas langsung memeriksa sampel makanan dan memberikan pengobatan. Kasus ini menambah deretan panjang insiden MBG yang meresahkan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 22 May 2025