Ekonom UI Ungkap Realisasi Investasi Kuartal III Jauh Lampaui Laporan Pemerintah

Ekonom Universitas Indonesia Teguh Dartanto menyampaikan paparan hasil kajian Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mengenai realisasi investasi pada kuartal III-2021 melalui Youtube BKPM TV, Senin, 27 Desember 2021. (Tangkapan Layar Youtube/TrenAsia)

JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia Teguh Dartanto mengungkapkan kalau realisasi investasi hingga kuartal ketiga tahun ini mencapai Rp1.096,31 triliun. Angka tersebut jauh melampaui laporan Kementerian Investasi/BKPM yang tercatat sebesar Rp659,47 triliun.

Teguh menjelaskan realisasi investasi tersebut berasal dari nilai investasi awal dan dampak langsung maupun tidak langsung dari sebuah aktivitas investasi. Dampak tersebut selama ini tidak pernah diperhitungkan oleh BKPM yang kini menjadi Kemenves.

Melansir TrenAsia.com, jejaring WongKito.co ia menjelaskan perhitungannya, dampak langsung dan tidak langsung dari investasi hingga kuartal III-2021 mencapai Rp436,85 triliun.

"Ini yang menurut saya kalau nanti diumumkan, oh kalau angkanya segini ada tambahan aktivitas ekonomi sekitar Rp400 triliun. Itu kan orang itu yang mendengar manfaatnya nggak sekadar angka tapi memang benar-benar men-generate perekonomian," katanya dalam paparan hasil kajian Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mengenai realisasi investasi pada kuartal III-2021 melalui Youtube BKPM TV, Senin, 27 Desember 2021.

Baca Juga:

Dia merinci, menurut hasil kajian FEB UI dampak langsung dari investasi selama sembilan bulan pertama tahun ini mencapai Rp279,83 triliun sedangkan dampak tidak langsung mencapai Rp157,02 triiun.

Sementara itu, dampak terhadap nilai tambah sebuah investasi masing-masing sebesar Rp330,71 triliun untuk dampak awal, Rp164 triliun untuk dampak langsung, Rp92,52 triliun untuk dampak tidak langsung dan Rp687,22 triliun untuk type multiplier.

"Nilai tambah itu dampak ke PDB, yang mana angkanya lebih besar, tetapi kita fokus ke omzet perekonomian," terang Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI ini.

Dia mencontohkan, dalam sebuah investasi pabrik ban, misalnya. Di dalam investasi tersebut, pemerintah tentu hampir tidak memperhitungkan ketersediaan bahan baku ban yang berasal dari karet, kawat dan bahan baku lain untuk aktivitas produksi ban.

Belum lagi, ada mata rantai pasokan yang lain yang mendukung investasi tersebut, misalnya catering, ojek online, penginapan, dan lain-lain yang tentunya berdampak terhadap ekonomi.

"Semua orang yang berkaitan dengan industri, itu yang kita hitung juga, ada bahan baku, supporting system, atau supoorting tenaga kerja, dan lainnya, itu dihitung semua. Kalau kita tahu gambaran yang lebih besar, kita tahu bagaimana planning ke depannya," paparnya.

Dia menambahkan, salah satu indikator pergerakan ekonomi dari investasi adalah tenaga kerja. Dalam perhitungannya, dampak investasi terhadap tenaga juga jauh lebih besar menjadi sekitar 1.727.000 sampai 3.865.000 orang hingga kuartal III-2021.

"Ini memang menjadi isu yang menarik yang bisa menjadi bahan diseminasi," tandasnya.

Baca Juga:

Teguh menambahkan bahwa dampak investasi terhadap aktivitas ekonomi memang masih terpusat di Pulau Jawa. Meski pada kuartal III-2021 secara geografis realisasi investasi di Pulau Jawa lebih kecil yaitu sebesar Rp318,7 triliun sedangkan di Luar Jawa Rp340,7 triliun.

Dia mengatakan, meski realisasi investasi mulai bertumbuh di luar Jawa, tetapi pasokan tenaga kerja dan bahan baku mayoritas berasal dari Pulau Jawa sehingga tetap berdampak terhadap ekonomi di Pulau Jawa. Sebaliknya, investasi yang berada di Jawa tidak pernah berdampak terhadap ekonomi daerah lain di luar Pulau Jawa.

"Kalau investasinya ditaruh di luar Pulau Jawa yang di Jawa pun kebagian. Artinya mereka dapat yang pun Jawa dapat. Nah kalau taruh di Jawa semua, yang lain nggak dapat. Ini perlu kita pahami dengan baik," terangnya.

Teguh mendorong agar pemerintah terus melakukan desentralisasi investasi agar tidak terus terpusat di Pulau Jawa saja. Hal itu dilakukan untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi daerah setempat sehingga tidak lagi bergantung terus menerus ke Pulau Jawa.

"Ini gambaran untuk policy maker untuk bagaimana mengoptimalkan dampak itu tadi. Karena memang kemungkinan ekosistem atau rantai pasok belum terbangun," ungkapnya.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Daniel Deha pada 27 Dec 2021 

Bagikan

Related Stories