Hadirkan Maestro Sastra Tutur Perempuan, Teater Potlot Gelar Pemutaran dan Diskusi Video Art

Wak Murni (61), penutur senjang dari Desa Kertayu, Sungai Keruh, Kabupaten Muba, Sumsel. (Foto Istimewa)

PALEMBANG, WongKito.co - Teater Potlot menggelar kegiatan pemutaran dan diskusi video art “Bersenandung di Perahu Kajang: Menjaga Pesan-Pesan Luhur”, momentum tersebut semakin luar biasa karena menghadirkan maestro sastra tutur perempuan, Wak Murni (61) penutur senjang dari Desa Kertayu, Sungai Keruh, Kabupaten Muba, Sumatera Selatan.

Ajang tersebut siap diselenggarakan di Aula Perpustakaan, Kampus B UIN Raden Fatah, Jakabaring, Palembang, pada Rabu (17/7/2024),  mulai pukul 12.00 hingga 17.00 WIB.

Sutradara video art dari Teater Potlot, Yudi Semai mengatakan video ini merupakan karya yang beranjak dari pemahaman kehidupan di lahan basah Sungai Musi yang melahirkan sejumlah tradisinya.

Baca Juga:

Adapun tradisi yang lahir dari kehidupan lahan basah tersebut, di antaranya tradisi menangkap ikan, mengelola ikan, anyaman, pembuatan perahu dan sastra lisan, kata dia, dalam siaran pers y ang diterima, Senin (15/7/2024).

Dia menjelaskan seni yang dilibatkan dalam proses pengkaryaan antara lain seni sastra, seni musik, seni tari, seni teater, seni budaya, dan multimedia.

Dimana dalam pengerjaannya melibatkan penyair, pekerja musik, petari, aktor, penutur sastra tutur, pelaku multi media, serta masyarakat yang beraktifvitas di pertanian dan perikanan.

“Pelaku seni yang dilibatkan dari Gen Z hingga yang sudah berusia 66 tahun,” kata Yudi Semai.

Ia menyampaikan sebanyak 11 karya video art yang dihasilkan dan siap ditampilkan. Semua karya beranjak dari teks puisi. Baik puisi modern maupun puisi klasik. Durasi setiap karya kisaran 5-6 menit. Sementara lama pertunjukan sekitar satu jam.

Pertunjukan yang merupakan bagian dari Program Bersenandung di Perahu Kajang: Menjaga Pesan-Pesan Luhur” yang didukung Kemendikbud Ristek melalui Dana indonesiana dan LPDP.

Selain pertunjukan video art juga digelar diskusi. Diskusi ini menghadirkan Dian Suslilastri (Peneliti sastra dari BRIN), Rylllian Chandra (Politik lingkungan dari UIN Raden Fatah) dan Nopri Ismi (Teater Potlot).

Sementara para penyair yang karyanya yang dijadikan tema karya video art, antara lain Mahesa Jenar, Reza Maulana, Siti Wahyu V.M., Unggul NU, Kms. Yudha, JJ Polong, T.Wijaya, Alexa Ade, Pauzan Spt, Conie Sema (alm), dan Bulat Jawo.

Pertunjukan video art ini,  juga dijadwalkan akan diselenggarakan di perguruan tinggi Kabupaten Ogan Ilir (OI), Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), dan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).

Lahan basah Sungai Musi

“Program ini upaya membaca seni sastra pada masyarakat di lahan basah Sungai Musi, baik sastra klasik maupun modern. Seni sastra ini dihubungkan dengan berbagai pengetahuan dan kearifan masyarakat, khususnya perempuan, dengan lahan basah,” kata Nopri Ismi, M.Ling, Divisi Program Teater Potlot.

Dipilihnya wilayah lahan basah Sungai Musi, sebab wilayah lahan basah yang berupa rawa, sungai, dan mangrove, sudah didiami masyarakat dari masa sebelum lahirnya Kedatuan Sriwijaya hingga hari ini.

Wilayah lahan basah adalah pasar bagi masyarakat, sebagai sumber pangan, sandang, papan, dan ekonomi. Lahan basah pun melahirkan beragam tradisi dan budaya dalam peradaban bahari.

Baca Juga:

Dijelaskan Nopri, produk dihasilkan, pertama video art. Video art ini hasil ramuan puisi (klasik dan modern), musik, tari, teater, dan multimedia, yang melibatkan penyair, penutur sastra tutur, penari, aktor, pemusik, mahasiswa, pelajar, nelayan, petani, serang perahu, dan lainnya, di Palembang, Kabupaten OKI, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kabupaten PALI.

Ismi menambahkan buku dengan judul “Sastra Tutur dan Perempuan Lahan Basah Sungai Musi”, buku ini mencoba membaca peran perempuan di lahan basah Sungai Musi yang luar biasa, melalui sastra tutur.

Narasumber kunci dari buku adalah maestro sastra tutur perempuan sejumlah wilayah di lahan basah Sungai Musi, serta informan kunci lainnya. Riset dan penulisan buku ini melibatkan akademisi, pekerja sastra, dan pegiat lingkungan.(ril)

 


Related Stories