Hari PRT Sedunia: Masyarakat Sipil Desak Janji Pengesahan RUU PPRT 1 Agustus 2025

Hari PRT Sedunia: Masyarakat Sipil Desak Janji Pengesahan RUU PPRT 1 Agustus 2025 (ist)

JAKARTA, WongKito.co – Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Sedunia Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari CEDAW Working Group Indonesia (CWGI), Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Kalyanamitra, dan Penabulu, Rabu (18/6/2025)menyelenggarakan diskusi publik bertajuk "Akselerasi Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga" di  Jakarta.

Diskusi ini bertujuan mendesak percepatan pengesahan RUU PPRT yang telah tertunda selama dua dekade, merespons janji Presiden Prabowo, dan menyoroti urgensi perlindungan bagi jutaan PRT di Indonesia, beberapa waktu lalu.

Urgensi Perlindungan Hukum bagi PRT

Ari Ujianto dari JALA PRT mengungkapkan di Indonesia, lebih dari 10,7 juta pekerja rumah tangga dengan 92% di antaranya perempuan dan 22% masih anak-anak berada dalam posisi rentan.

"Mereka adalah bagian penting dari 70,49 juta pekerja informal di negeri ini," kata dia.

Baca Juga:

Namun, kerja perawatan yang mereka lakukan kerap tak diakui, tak dihargai, dan dianggap tidak memiliki nilai ekonomi, yang semakin memperparah ketimpangan gender.

"Pekerja rumah tangga memegang peranan penting di setiap rumah tangga yang mempekerjakannya," ujar dia.

Hal senada diungkapkan Ika Agustina, Direktur Eksekutif Kalyanamitra kerja perawatan yang dilakukan PRT memungkinkan setiap anggota keluarga dapat melakukan aktivitas produktif di luar rumah.

Namun, kontribusi vital mereka seringkali tidak terlihat, tidak diakui, tidak dihargai, dan dianggap tidak memiliki nilai ekonomi, hanya karena pandangan bias gender, bahwa perempuan mana pun dapat melakukan pekerjaan tersebut, tak perlu keahlian dan 
keterampilan khusus, ungkap dia.

Saatnya kita hentikan cara pikir dan pandangan yang diskriminatif ini dan berikan mereka pengakuan serta perlindungan sebagai pekerja.

"Karena itulah yang mereka lakukan sehari-hari, bekerja di rumah pemberi kerja," tegas Dewi Komalasari, Program Manager Gender Justice, Penabulu.

Data JALA PRT menunjukkan, antara 2021-2024, terdapat 3.308 kasus kekerasan terhadap PRT yang terlapor, didominasi kekerasan psikis, fisik, dan ekonomi. Banyak yang mengalami upah tidak dibayar, pemecatan sepihak, hingga kekerasan seksual.

Perlindungan hukum yang ada saat ini, seperti UU PKDRT, sangat terbatas karena hanya berlaku untuk kekerasan dalam rumah tangga, padahal kekerasan dapat terjadi di mana saja.

UU Cipta Kerja bahkan tidak mengakomodasi PRT sebagai pekerja, sehingga mereka tak memiliki aturan kerja, perlindungan hukum, maupun jaminan sosial yang jelas.

Lemahnya perlindungan PRT ini telah menjadi perhatian internasional. Komite CEDAW PBB bahkan telah merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk segera mengesahkan RUU PPRT dan meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga. 

Tuntutan dan Komitmen Masyarakat Sipil

Masyarakat sipil dengan tegas mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menunaikan janji Presiden Prabowo Subianto terkait pengesahan UU PPRT dalam tiga bulan sejak 1 Mei 2025, yang berarti target pengesahan pada 1 Agustus 2025.

"Janji pengesahan UU PPRT pada 1 Agustus 2025 adalah tonggak penting yang harus dikawal.
Sudah saatnya negara hadir, menghormati, melindungi, dan mengakui hak jutaan pekerja rumah tangga yang rentan," ujar Ari Ujianto.

Baca Juga:

Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Baleg DPR RI untuk:

1. Segera membentuk Panitia Kerja (Panja) RUU PPRT agar pembahasan tidak stagnan dan target waktu pengesahan tercapai.

2. Mempercepat proses pembahasan dan pengesahan RUU PRT demi terwujudnya perlindungan bagi PRT.

"Sebagai bukti komitmen internasional untuk pelaksanaan Konvensi CEDAW, Pemerintah RI harus segera melaksanakan rekomendasi Komite CEDAW PBB dalam Kesimpulan Pengamatan (Concluding Observations) CEDAW tahun 2021, yaitu untuk mengadopsi RUU Perlindungan PRT dan meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang kerja layak bagi PRT tanpa penundaan waktu," tambah Aida Milasari, anggota CEDAW Working Group Indonesia (CWGI).

Koalisi akan melakukan pemantauan ketat terhadap proses di DPR RI dan memulai penghitungan mundur menuju 1 Agustus 2025 sebagai batas waktu realisasi janji Presiden.

"Tidak ada lagi alasan untuk menunda perlindungan hukum bagi jutaan PRT yang telah lama tidak memiliki kepastian payung hukum. Ini adalah panggilan keadilan dan kemanusiaan," kata Ika.(*)


Related Stories