Ekonomi dan UMKM
Hati-Hari Transaksi Kripto di Exchange yang Tidak Berizin Bappebti, ini akibatnya
JAKARTA - Bagi yang melakukan transaksi aset kripto di exchange atau pedagang yang tidak mengantongi izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Akibat itu menjadi nyata seiring dengan pemberlakuan pajak untuk setiap transaksi kripto yang sudah diterapkan pemerintah Republik Indonesia sejak 1 Mei 2022.
Meski ada jajaran exchange yang sudah mengantongi izin sebagai pedagang fisik aset kripto, sebenarnya pemerintah juga mempersilakan pelaku pasar untuk melakukan transaksi di exchange yang tidak memiliki izin dari Bappebti. Meski demikian, transaksi akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.
Baca Juga:
- Livin’ by Mandiri Hadirkan Fitur Investasi
- Anak Usaha LEN Industri Garap Persinyalan Kereta Api di Filipina, Menang Tender
- Relaunching Kampung Berseri Astra (KBA) 13 Ulu Palembang
Penerapan tarif pajak yang lebih tinggi itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) aset kripto.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tirta Karma Senjaya mengungkapkan, ada tiga jenis transaksi yang menjadi sasaran pajak, yaitu pembelian, tukar-menukar (swap exchange), dan aktivitas menukar aset dengan barang selain kripto atau jasa.
“Tarif PPN bagi pedagang fisik aset kripto terdaftar sebesar 0,11% dikali nilai aset kripto serta PPh 22 final sebesar 0,1%. Sebaliknya, untuk exchange yang tak terdaftar, besaran tarif menjadi dua kali lipat,” ujar Tirta dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 23 Mei 2022.
Tirta menyarankan agar para investor melakukan transaksi aset kripto melalui pedagang fisik yang sudah terdaftar. Selain mengurangi besaran pajak, investor juga bisa lebih terjamin keamanannya.
"Lebih aman berinvestasi transaksi di pedagang dalam negeri yang terdaftar di Bappebti karena jelas badan hukumnya dan rekeningnya ada di dalam negeri dan menggunakan fiat rupiah," papar Tirta.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Kemenkeu Bonarsius Sipayung pun mengatakan hal yang senada.
"Kalau tidak mau diatur (menggunakan jasa pedagang tidak berizin), kena tarif lebih tinggi. Kami harus selaras dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag), yang ada di sistem kementerian itu kita dukung dengan tarif yang lebih rendah," kata Bonarsius.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 24 May 2022