CekFakta
Hoaks: Presiden Prabowo Resmi Membubarkan DPR
SEBUAH video beredar di TikTok dan Facebook dengan klaim Presiden Prabowo resmi membubarkan DPR. Video berdurasi 5 menit 8 detik itu menampilkan sejumlah orang berdiri di ruang sidang DPR.
Narator menyebut DPR bisa dibubarkan dan seluruh fraksi dirombak total jika rakyat menggelar revolusi besar-besaran. Ia menegaskan, karena Indonesia menganut sistem presidensial, pembubaran DPR bisa dilakukan lewat revolusi damai tanpa kekuatan militer.
Namun, benarkah Prabowo membubarkan DPR?
Hasil Cek Fakta
Tempo memverifikasi konten itu lewat Google, pemberitaan media kredibel, dan pencarian terbalik Google Images. Hasilnya, foto yang dipakai bukan peristiwa Presiden Prabowo membubarkan DPR.
Menggunakan alat pencarian gambar terbalik, Tempo mendapati foto yang digunakan dalam video adalah karya wartawan Detik.com, Firda Cynthia Anggrainy dalam artikel Rapat Paripurna Terakhir, Puan Serahkan Tanda Penghargaan ke Anggota DPR.
Foto tersebut merekam rapat paripurna terakhir DPR pada Senin, 30 September 2024, penutup masa jabatan 2019–2024. Dalam rapat itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menyematkan tanda penghargaan kepada anggota DPR.
Bisakah DPR Dibubarkan?
Dilansir Tempo, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menegaskan DPR tidak bisa dibubarkan secara konstitusional. UUD 1945 hasil amandemen menyebut DPR tak bisa dibubarkan sebagai bagian dari sistem presidensial dan mekanisme checks and balances. Ia juga mengingatkan bahaya jika DPR dibubarkan karena pemerintah akan berjalan tanpa kontrol. “Dilakukan secara non-konstitusional pun tidak semudah itu,” ujarnya, Selasa, 26 Agustus 2025.
Dosen hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Yance Arizona menilai, tuntutan masyarakat membubarkan DPR sah sebagai bentuk ekspresi kekecewaan. Namun, ia menegaskan hal itu tak bisa menjadi dasar hukum. “Koreksi hanya bisa dilakukan lewat pemilu, bukan dengan membubarkan DPR,” kata Yance, pada hari yang sama.
Sejarah Pembubaran DPR di Indonesia
Gagasan pembubaran DPR pernah muncul di masa awal kemerdekaan. Sejarawan sekaligus Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Virdika Rizky Utama menjelaskan, Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit untuk mengatasi kebuntuan perumusan UUD setelah Konstituante gagal mencapai kompromi soal dasar negara, pada 5 Juli 1959.
Ketegangan eksekutif-legislatif memuncak pada 1960, ketika DPR hanya menyetujui Rp36 miliar dari usulan RAPBN Rp44 miliar. Sukarno menilai penolakan itu bukan semata soal anggaran, melainkan bentuk perlawanan parlemen terhadap dominasi presiden. Ia menganggap DPR hasil Pemilu 1955 terlalu gaduh dan menghambat “Demokrasi Terpimpin”.
"Sukarno melihat parlemen hasil Pemilu 1955 sebagai arena yang terlalu gaduh dan menghambat arah 'Demokrasi Terpimpin' yang digagasnya," kata Virdika kepada Tempo.
Sebagai respons, Sukarno menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 1960 untuk membubarkan DPR, lalu membentuk DPR Gotong Royong melalui Perpres Nomor 4 Tahun 1960. Anggota DPR-GR ditunjuk langsung lewat Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1960.
Sejarah hampir berulang pada era Abdurrahman Wahid. Pada 23 Juli 2001, Gus Dur mengeluarkan dekrit pembubaran DPR, tapi wacana itu kandas karena tak mendapat dukungan politik. Niat utama Gus Dur saat itu, menurut Virdika, bukan membubarkan DPR, melainkan Partai Golkar yang dianggap simbol warisan Orde Baru. Namun karena DPR dikuasai mayoritas fraksi Golkar, opsi itu mustahil secara politik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelusuran Tempo, klaim bahwa Presiden Prabowo membubarkan DPR adalah keliru.
Secara konstitusional, tuntutan massa untuk membubarkan DPR tidak bisa dilakukan. Dalam UUD 1945, hasil amandemen menyebutkan bahwa DPR tidak bisa dibubarkan.
Disclaimer
Konten ini direpublikasi dari laman cekfakta.com, dan WongKito.co adalah anggota koalisi Cek Fakta.
Rujukan
https://www.tiktok.com/@vlogumiazani/video/7543215462075649285?_t=ZS-8zGoPPAK9aO&_r=1
https://perma.cc/CYS5-5PHH
https://www.facebook.com/BpkSerliNdruru/videos/573161332458181/
http://detik.com
https://www.tempo.co/politik/mungkinkah-dpr-dibubarkan--2063445