HRUM Kuartal I-2024 Catatkan Laba Bersih Anjlok 99%

Harum Energy (HRUM) (Dok/Ist)

JAKARTA – Emiten pertambangan batu bara dan nikel PT Harum Energy Tbk (HRUM) sepanjang kuartal I-2024 hanya mencatatkan laba bersih US$987,3 ribu atau anjlok 99% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar US$103,02 juta. Penurunan ini diakibatkan oleh penyusutan harga jual dan penyesuaian nilai wajar setelah akuisisi smelter nikel pada awal tahun ini. 

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia, selaras dengan penurunan laba bersih pada kuartal I-2024, HRUM hanya meraup pendapatan US$294,50 juta. Padahal, pada periode sama tahun lalu emiten tambang yang didirikan konglomerat Kiki Barki ini berhasil meraup pendapatan US$294,50 juta. 

Direktur Utama HRUM Ray Antonio Gunara menyebut terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja perseroan seperti penurunan penjualan batu bara dan nikel, meskipun dari sisi produksi mengalami peningkatan.  

Baca juga:

Ray bilang sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, volume penjualan batu bara emiten bersandikan HRUM mengalami penurunan sebesar 9,6% secara kuartalan dan 9,1% secara tahunan menjadi 1,7 juta ton.  

“Di bisnis batu bara, HRUM mencatat pendapatan dari penjualan batubara sebesar US$168,6 juta pada kuartal I-2024, atau merosot hingga 42,7%, secara tahunan,” papar Ray dalam keterangannya dikutip Selasa, 4 Juni 2024.

Selain itu, kata Ray, harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) batubara HRUM merosot 37,9% secara tahunan menjadi US$ 99,9 per ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$160,9 per ton."Pergerakan ASP sejalan dengan tren harga batubara global pada di periode berjalan," terang Ray

Namun, dari sisi operasional, emiten milik taipan Kiki Barki ini mencatat produksi batu bara sebanyak 22,1% secara kuartalan dan 7,6% secara tahunan menjadi 1,9 juta ton pada tiga bulan pertama tahun ini.

Secara geografis, kata Ray, China masih menjadi pasar utama HRUM dengan penjualan batu bara mencapai 42%. Disusul penjualan ke Jepang yang berkontribusi 15%, Bangladesh sebanyak 13%, Vietnam sebanyak 12% dan penjualan ke dalam negeri sebesar 9%.

Penurunan Harga Nikel

HRUM juga mencatat penurunan dalam bisnis nikelnya, dengan Infei Metal Industry (IMI) melaporkan pendapatan sebesar US$ 73,5 juta dari bisnis nikel, menurun 26,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$ 99,7 juta.

“Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya produksi dan harga jual nikel dari IMI. Pada Maret 2024, produksi nikel IMI mencapai 5.800 metrik ton, turun 2,3% secara tahunan,” jelasnya. 

Meskipun penjualan nikel IMI meningkat menjadi 6.765 ton, naik 14,8% secara tahunan, kenaikan ini diimbangi dengan penurunan tajam dalam harga jual rata-rata nikel. Pada kuartal I-2024, harga jual nikel IMI turun 10,4% secara tahunan menjadi US$ 11.439 per ton.

Kinerja HRUM semakin terbebani dengan peningkatan beban. Beban pokok penjualan, yang merupakan komponen beban terbesar, naik 48,7% menjadi US$ 195,89 juta dari US$ 131,71 juta sebelumnya.

Dampak Akuisisi Smelter

Selain dampak dari penurunan penjualan dan peningkatan beban, laba bersih HRUM juga dipengaruhi oleh langkah korporasi PT Harum Nickel Industry (HNI), anak perusahaan HRUM, yang mengakuisisi 60,7% saham Westrong Metal Industry (WMI) sebuah smelter nikel dengan nilai US$ 215 juta. 

Akuisisi ini mendorong kenaikan kepemilikan saham di WMI dari sebelumnya 20,0% menjadi 80,7%. Namun, dampak transaksi ini melibatkan penyesuaian nilai wajar aset, termasuk pengukuran kembali liabilitas WMI sebelum tanggal transaksi. Hal ini menghasilkan penyesuaian akuntansi negatif sebesar US$30,7 juta yang tercatat pada kuartal I-2024.

Seiring dengan itu, total liabilitas HRUM juga mengalami peningkatan signifikan, dari US$458,38 juta pada 31 Desember 2023 menjadi US$1,14 miliar pada 31 Maret 2024. Sementara total ekuitas HRUM mencapai US$1,33 miliar.

Namun, sejalan dengan langkah ekspansi dan akuisisi, total aset HRUM juga mengalami pertumbuhan yang cukup besar, dari US$1,63 miliar pada 31 Desember 2023 menjadi US$2,47 miliar pada 31 Maret 2024. Ini terdiri dari aset lancar senilai US$581,99 juta dan aset tidak lancar sebesar US$1,89 miliar.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Alvin Pasza Bagaskara pada 04 Jun 2024 

Bagikan

Related Stories