India Tujuan Ekspor Jamu Terbanyak dari Indonesia

Ilustrasi produk jamu khas Indonesia

JAKARTA, WongKito.co – Meskipun India dikenal dengan negara yang menggunakan beragam rempah dalam makanan dan minumannya tetapi untuk urusan jamu atau minuman berbahan campuran rempah khas Indonesia sampai kini masih mengimpor dalam jumlah banyak.

"Sejumlah negara menjadi tujuan ekspor jamu kita, India menduduki posisi terbanyak atau mencapai 62,30 persen dari total ekspor," kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, dikutip dari TrenAsia.com, kemarin.

Tercatat, tambah Agus nilai ekspor produk jamu atau biofarmaka pada Januari-September 2020 meningkat 14,08% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada periode tersebut nilai ekspor mencapai US$9,64 juta, sementara tahun lalu senilai US$8,45 juta.

“Pencapaian ini cukup menggembirakan, terutama di tengah perlambatan ekonomi global akibat pandemi COVID-19,” ujarnya.

Hingga pencatatan terakhir, India masih menduduki negara tujuan ekspor terbesar untuk produk jamu dengan persentase sebesar 62,30%. Selanjutnya disusul oleh Singapura (6,15%), Jepang (5,08%), Malaysia (3,75%), dan Vietnam (3,17%).

Pada 2019, Indonesia menempati urutan ke-19 negara pengekspor jamu atau biofarmaka ke dunia dengan pangsa pasar 0,61%. Adapun pemasok jamu atau biofarmaka dunia masih dikuasai oleh India (33,46%), China (27,54%), dan Belanda (6,05%).

Untuk meningkatkan kontribusi ekspor Indonesia di kancah global, Agus telah menyusun strategi peningkatan jangka pendek dan jangka menengah. Salah satunya melalui pendekatan sejumlah produk antara lain makanan dan minuman olahan, alat-alat kesehatan, produk pertanian, perikanan, serta agroindustri.

“Produk jamu, suplemen kesehatan, rempah-rempah, kosmetik, spa, dan aromaterapi termasuk dalam kategori produk-produk yang menjadi fokus strategi peningkatan ekspor tersebut,” urai Mendag.

Saat ini, produk biofarmaka menghadapi beberapa tantangan, antara lain akses pasar, kontinuitas dan ketepatan pengiriman. Isu lingkungan, daya saing, dan sertifikasi organik.

Tak hanya itu, isu soal keberlanjutan, ketertelusuran, transparansi, hilirisasi, pengamanan perdagangan. Hambatan nontarif, biaya logistik yang tinggi, serta good agricultural practices (GAP) and good manufacture practices (GMP). (SKO)

 

Bagikan

Related Stories