Indonesia, Nomor 4 Terbanyak Dunia Kasus Perkawinan Anak, ini Langkah Pemerintah

Ilustrasi perkawinan anak (freeepik.com)

PALEMBANG, WongKito.co - Indonesia menduduki peringkat keempat dunia dengan kasus perkawinan anak terbanyak.

Data United Nations Children's Fund (UNICEF) tahun 2023, Indonesia menempati peringkat empat dalam perkawinan anak global dengan jumlah kasus sebanyak 25,53 juta.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong peran serta Kementerian/Lembaga dalam pencegahan perkawinan anak melalui implementasi Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) di berbagai sektor.

Dengan menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis Kementerian/Lembaga dalam Rangka Pencegahan Perkawinan Anak.

“Dampak perkawinan anak ini bersifat multisektoral, sehingga diperlukan komitmen bersama dan kolaborasi lintas sektor antar Kementerian/Lembaga (K/L) untuk mencegahnya,” kata Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan, Rohika Kurniadi Sari,  Rabu (01/11/2023).

Baca Juga:

Ia menjelaskan bahwa perkawinan anak adalah masalah serius yang berkaitan dengan pelanggaran hak anak.

Data menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 9 anak perempuan menikah dan memiliki anak sebelum mencapai usia 18 tahun.

Oleh karena itu, upaya pencegahan perkawinan anak adalah hal yang sangat penting.

“Target pemerintah dalam RPJMN tahun 2024 adalah 8,74%. Meskipun rentang tahun 2022, capaiannya sudah menurun di 8,60%, artinya RPJMN sudah tercapai. Tetapi sebenarnya, angka 8,60% ini juga menjadi kekhawatiran. Karena masih banyak angka-angka ini secara absolut berasal dari daerah-daerah di Jawa yang memiliki jumlah yang tinggi. Oleh karena itu, perlu kerja sama lintas sektor untuk mencapai target ini," ujar dia.

Ia menjelaskan bahwa pencegahan perkawinan anak harus melibatkan berbagai sektor, termasuk pertanian, konservasi alam, dan desa wisata. Selain itu, pendekatan harus bersifat holistik, melibatkan anak-anak, orang tua, masyarakat, dan pemerintah daerah dan pusat.

Dia menggarisbawahi pentingnya strategi dan koordinasi  yang kuat dalam upaya ini.

Mike Verawati Tangka, Sekretaris Jendral Koalisi Perempuan Indonesia, menyampaikan dukungannya dalam upaya pencegahan perkawinan anak.

Ia menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi dalam upaya ini, seperti perubahan iklim, perubahan budaya, dan masalah literasi digital.

Mike juga menekankan pentingnya kampanye, pelibatan komunitas, dan peran pemegang kebijakan dalam menjadikan pencegahan perkawinan anak sebagai prioritas.

Rena Herdiyani, Wakil Ketua Kalyana Mitra, memberikan pandangan dari lapangan dan pengalaman dalam upaya pencegahan perkawinan anak.

Dia menjelaskan bagaimana faktor-faktor seperti budaya, tradisi, dan perubahan iklim dapat mempengaruhi keputusan untuk menikahkan anak-anak.

Rena juga menekankan perlunya kampanye, sosialisasi, dan pendekatan holistik dalam menjaga anak-anak dari perkawinan anak.

Dalam kegiatan ini, dibahas lima strategi (Stranas PPA), yaitu optimalisasi kapasitas anak, strategi terhadap lingkungan, aksesibilitas dan perluasan layanan, regulasi dan kelembagaan, serta penguatan koordinasi dan diakhiri dengan sesi diskusi yang dipandu oleh Mike Verawati Tangka, sebagai fasilitator. 

Peserta diskusi berbagi pandangan, pengalaman, dan upaya yang telah mereka lakukan dalam pencegahan perkawinan anak. Diskusi ini menjadi wadah untuk saling berbagi ide dan rekomendasi dalam upaya bersama mencapai target pencegahan perkawinan anak di Indonesia.

 

Bimtek yang berlangsung selama 2 hari ini mengundang peserta dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian (Kementan), Mitra K/L Kementan,Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Mitra K/L Kemenparekraf, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Mitra K/L KLHK, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),dan Koalisi Perempuan Indonesia.

Materi yang dibahas mencakup Praktik Baik Pencegahan Perkawinan Anak di Masyarakat Pesisir, Kelapa Sawit, Desa Wisata, dan Kawasan Konservasi dan Penggalian dan pemetaan Isu Perkawinan Anak di tingkat K/L.

 

Kegiatan ini diharapkan memberikan pengetahuan mendalam kepada K/L untuk mengimplementasikan Stranas PPA di masing-masing K/L, sehingga dapat membawa perubahan positif dalam mengurangi angka perkawinan anak di Indonesia.

Hal ini sejalan dengan visi pemerintah menciptakan "Indonesia yang Layak Anak" pada tahun 2030 dan "Indonesia yang Emas" pada tahun 2024.

Melalui kolaborasi lintas sektor dan implementasi strategi yang tepat, diharapkan penurunan angka perkawinan anak yang signifikan demi kepentingan terbaik bagi anak.(ril)


Related Stories