Industri Online Travel Diperkirakan Cerah di 2025

Ilustrasi wanita travelling sendirian. (Freepik)

JAKARTA - Menurut Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), digitalisasi telah membawa perubahan signifikan dalam perilaku konsumen layanan online travel, yang pada gilirannya membawa industri ini ke masa depan yang cerah. 

Perkembangan teknologi digital telah memberikan dampak besar pada industri pariwisata, terutama dalam cara masyarakat memilih dan mengatur perjalanan mereka. Platform travel online kini menjadi solusi utama yang menawarkan kemudahan, efisiensi, dan transparansi dalam pemesanan tiket transportasi maupun akomodasi. 

“Konsumen kini dapat dengan mudah membandingkan harga, membaca ulasan, dan melihat foto destinasi atau akomodasi hanya dengan beberapa klik. Hal ini memberikan lebih banyak pilihan dan meningkatkan efisiensi dalam pengambilan keputusan,” ujar Nailul dalam buku Outlook Ekonomi Digital 2025 yang diterbitkan CELIOS, dikutip Selasa, 24 Desember 2024. 

Baca juga:

GMV Online Travel Alami Fluktuasi

Nilai Gross Merchandise Value (GMV) platform online travel menunjukkan fluktuasi yang mencerminkan dinamika industri pariwisata dalam beberapa tahun terakhir. 

Pada 2018 dan 2019, GMV mencapai puncak, mencerminkan popularitas layanan online travel agency (OTA). Namun, pandemi COVID-19 yang melanda pada 2020 menyebabkan penurunan tajam.

“Pembatasan perjalanan dan kekhawatiran penyebaran virus membuat banyak orang menunda atau membatalkan rencana perjalanan. GMV onlinetravel agency merosot drastis,” jelas Nailul. 

Tahun 2021 menjadi awal pemulihan, meski nilai GMV masih jauh dari tingkat sebelum pandemi. Seiring dengan pelonggaran pembatasan perjalanan, GMV mulai meningkat pada 2022 dan terus menunjukkan tren positif hingga saat ini.

Perubahan Pola Perjalanan Konsumen

Pandemi tidak hanya berdampak pada platform digital tetapi juga pada pola perjalanan konsumen. Nailul menjelaskan bahwa jumlah penumpang kereta api dan pesawat mengalami penurunan signifikan pada 2020. “Penurunan ini terjadi karena pembatasan perjalanan dan meningkatnya kehati-hatian konsumen. Namun, ada perbedaan kecepatan pemulihan antara perjalanan domestik dan internasional,” tambahnya.

Data menunjukkan bahwa perjalanan domestik mengalami pemulihan lebih cepat dibandingkan internasional. Keberangkatan domestik menunjukkan peningkatan signifikan pada tahun-tahun pasca pandemi, sementara keberangkatan internasional masih menghadapi tantangan untuk kembali ke tingkat sebelum pandemi.

Dampak Pandemi pada Sektor Perhotelan

Industri perhotelan juga menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh pandemi. Tingkat okupansi hotel, yang stabil di atas 50% sebelum pandemi, menurun drastis menjadi 32,42% pada 2020. 

“Penurunan ini mencerminkan dampak langsung dari pembatasan perjalanan dan berkurangnya aktivitas wisatawan,” ujar Nailul.

Pemulihan sektor ini mulai terlihat pada 2021, dengan peningkatan bertahap hingga 2023. Namun, tingkat okupansi hotel masih belum kembali ke angka pra-pandemi. 

Nailul menekankan bahwa kepercayaan konsumen, kebijakan perjalanan, dan kondisi ekonomi global akan menjadi faktor penentu pemulihan sektor perhotelan dalam jangka panjang.

Tren Transaksi Online Travel di Indonesia

Digitalisasi yang berkembang pesat sebelum pandemi menjadi fondasi bagi pemulihan sektor pariwisata. Nailul mencatat bahwa transaksi onlinetravel di Indonesia mengalami fluktuasi sejak 2019. “Pada 2019, transaksi mencapai Rp9,47 triliun. Namun, pandemi menyebabkan penurunan tajam menjadi Rp7,43 triliun pada 2020,” jelasnya.

Pemulihan mulai terjadi pada 2021, dengan nilai transaksi meningkat menjadi Rp7,73 triliun. Tren positif terus berlanjut pada 2022 dengan angka mencapai Rp9,58 triliun, mendekati level sebelum pandemi. Proyeksi menunjukkan pertumbuhan yang stabil di tahun-tahun mendatang, dengan nilai transaksi diperkirakan mencapai Rp12,37 triliun pada 2025.

 

Faktor-Faktor Pemulihan Sektor Pariwisata

Pemulihan sektor pariwisata yang didorong oleh platform digital tidak lepas dari beberapa faktor utama. Nailul menyebutkan bahwa kepercayaan konsumen, normalisasi aktivitas perjalanan, dan digitalisasi layanan menjadi motor penggerak utama. Namun, ia juga mengingatkan adanya tantangan seperti perubahan kebiasaan perjalanan akibat adopsi pekerjaan dan pertemuan online, serta daya beli yang menurun.

“Pandemi memberikan efek domino yang signifikan pada sektor pariwisata. Meski saat ini terlihat pemulihan, sektor ini harus terus beradaptasi dengan kebiasaan baru konsumen,” ujar Nailul.

Masa Depan Industri Travel Online

Dengan meningkatnya kepercayaan konsumen dan normalisasi aktivitas perjalanan, prospek industri travel online terlihat cerah. Nailul optimistis bahwa platform digital akan terus menjadi andalan konsumen dalam merencanakan perjalanan. “Tren pertumbuhan transaksi online travel hingga 2025 menunjukkan bahwa industri ini berada di jalur yang tepat untuk pulih dan berkembang lebih kuat,” tutupnya.

 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 24 Dec 2024 

Bagikan

Related Stories