JALA: Tantangan Tingkatkan Produktivitas dan Target Ekspor Udang Naik

JALA: Tantangan Tingkatkan Produktivitas dan Target Ekspor Udang Naik (istJALA: Tantangan Tingkatkan Produktivitas dan Target Ekspor Udang Naik )

SURABAYA, WongKito.co - Indonesia menjadi salah satu pengekspor udang terdepan di dunia, namun produktivitas budidaya udang selama satu tahun ke belakang  turun sehingga menjadi tantangan yang harus dihadapi.

Di sisi lain, meskipun produktivitas budidaya undang menurun permintaan ekspor meningkat, sehingga target ekspor udang pun naik signifikan.

CEO JALA, Liris Maduningtyas, mengatakan terjadipenurunan produktivitas udang dari yang sebelumnya mencapai 11,97 ton/ha pada 2019 menjadi 10,5 ton/ha pada 2022.

"Hal itu, tercermin dari performa Survival Rate (SR) yang juga mengalami penurunan, dengan nilai rata-rata mencapai 68,64% sedangkan pada 2022 hanya di angka 55,83%," kata dia dalam siaran pers, Senin (30/1/2023).

Ia menjelaskan padahal permintaan ekspor udang tahun ini meningkat dari 187.726 menjadi 200.975 ton.

Baca Juga:

Ia menjelaskan berbagai faktor yang mempengaruhi budidaya untuk bisa diimprovisasi,

“Kami melihat 2022 menjadi tahun yang penuh tantangan karena adanya berbagai kendala, seperti menurun harga yang diakibatkan penurunan permintaan hingga tingkat produktivitasnya tersebut," kata dia lagi.

Terkait dengan fluktuasi harga, dia mengatakan penting bagi para petambak untuk fokus mempertahankan produktivitas budidaya agar tetap maksimal dan mengamankan margin keuntungan dengan memperhatikan berbagai komponen, seperti waktu dan durasi panen hingga upaya konversi pakan udang.

"Melalui penyediaan ekosistem digital yang disediakan JALA di sepanjang rantai industri, kami dapat mendapatkan informasi penting untuk pengembangan udang dari mulai pra-produksi hingga pasca-panen. Karena itu, kami berharap bisa terus bangun ekosistem integratif dalam penyediaan solusi untuk seluruh pihak yang terlibat dalam industri udang yang pada akhirnya dapat memajukan industri udang di Indonesia,” tutur dia.

Dari tren tahun sebelumnya, terdapat indikasi penurunan durasi budidaya sejak pertengahan tahun akibat harga udang yang anjlok, yakni memasuki April dan pertengahan September.

Baca Juga:

Hal itu, disebabkan karena adanya faktor cuaca dalam memulai budidaya. Jika tanpa memperhatikan waktu mulai budidaya, produktivitas terbaik diperoleh dari panen yang disebar dari dimulai pada Januari dan Februari. Dari situ, umur budidaya relatif bisa lebih panjang dan capaian parameter produktivitas seperti SR, Feed Conversion Ratio (FCR), dan size panen lebih baik dibandingkan budidaya yang dimulai bulan-bulan lain termasuk pada bulan dengan curah hujan rendah.

“Menanggapi adanya anjlok dalam harga udang, petambak sebaiknya tenang dan fokus mempertahankan produktivitas budidaya agar tetap maksimal. Efisiensi budidaya pun harus tetap dijaga supaya dapat mengamankan margin keuntungan. Strategi untuk panen di size panen dengan harga yang relatif stabil dapat diterapkan agar tidak membebani ongkos produksi. Udang dengan size besar memang menghasilkan harga jual semakin tinggi, tetapi kondisi ini menunjukkan udang besar hanya memiliki selisih yang tidak sebanding dengan ongkos produksi,” jelas Liris.

Selain itu, penyakit udang kerap menjadi tantangan yang nyata dan menakutkan bagi industri udang. Hal ini tentu bisa mengalami kerugian.

Sidrotun Naim selaku shrimp health specialist menjelaskan, “Dari temuan, kami melihat beberapa penyakit udang memiliki adanya tren peningkatan maupun penurunan. Beberapa yang mengalami peningkatan yakni IMNV hingga WSSV. Adapun yang menurun yakni AHPND. Terkait waktu ideal mengidentifikasi penyakit ini, penting para petambak melakukan pengecekan sedini mungkin agar proses budidaya bisa dimulai dengan benar dan bebas penyakit.”

Naim juga menekankan akan pentingnya melakukan pengecekan secara berkala. “Kita tidak bisa bicara dengan udang, apakah udang sedang sakit atau tidak,” ungkap dia.

Selain itu, Naim juga menyarankan perlakuan terhadap udang sesegera mungkin akan sangat membantu dalam menghadapi penyakit. Deteksi penyakit udang juga akan lebih akurat jika dilakukan di laboratorium.

Mengomentari industri udang belakangan ini, Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Supito sekaligus perwakilan dari KKP menekankan pentingnya budidaya udang dengan pengendalian lingkungan, “Agar budidaya bisa terus berjalan secara berkelanjutan, peningkatan produksi udang sebaiknya diimbangi oleh pengendalian lingkungan. Kami pun menargetkan memproduksi 2 juta ton udang. Karena itu, kami memiliki program utama demi meningkatkan produksi, seperti revitalisasi dan modeling. Tentunya pemerintah tidak bisa bergerak sendiri. Penting adanya peran para pelaku untuk jadi mitra. Kami berharap pelaksanaan tambak dari hilir ini bisa terintegrasi. Kami bangga hadirnya JALA bisa membuat petambak semakin mudah dan terdigitalisasi sehingga datanya bisa terkumpul dengan baik.”

Sebagai organisasi tempat berkumpulnya pembudidaya udang di Indonesia yang diisi oleh praktisi berpengalaman, kehadiran organisasi seperti Shrimp Club Indonesia (SCI) juga memiliki posisi penting guna memformulasikan langkah regulasi hingga teknis untuk menghadapi tantangan dan budidaya udang di Indonesia. Karena itu, setiap pembudidaya udang diharapkan bisa terus terhubung dan bertukar pemikiran untuk menghadapi segala permasalahan di industri udang.

Ketua Umum SCI, Haris Muhtadi mengatakan, "Posisi Indonesia saat ini menurun menjadi produsen ke-5 tertinggi di dunia, yang mana posisi pertama diduduki oleh Ekuador. Jika berkaca pada tantangan secara global, kini banyak bermunculan para pemain baru di Amerika Latin hingga rendahnya daya beli yang disebabkan krisis energi hingga menekan harga udang global. Di negara sendiri pun, beberapa kendala yang sering dialami adalah terkait penyediaan benih berkualitas dan juga tingginya biaya produksi. Guna menghadapi industri dinamika udang tersebut, kami di SCI terus menghadirkan berbagai program, salah satunya terus berbagi ilmu dan teknologi pada anggota. Adanya digitalisasi senantiasa menjadi future promise di industri ini demi memberikan data yang reliable dan akurat. Pada akhirnya, hal ini dapat memudahkan kerja para petambak."(*)


Related Stories