Jelang Merger Dalam Waktu Dekat, Garuda (GIAA) Kembali Dilirik Investor Asing

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Garuda Indonesia)

JAKARTA – Menjelang proses merger dengan InJourney, Holding BUMN Pariwisata, saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) kembali dilirik investor asing. 

Salah satu investor yang terpantau menambah kepemilikan saham di emiten penerbangan ini adalah State Street Corporation (State Street Corp Inc).

Data dari Bloomberg menunjukkan bahwa State Street Corp Inc, sebuah perusahaan jasa keuangan global yang berbasis di Boston, Massachusetts, AS, tercatat telah meningkatkan kepemilikan saham GIAA menjadi 19,01 juta lembar, dari sebelumnya hanya 18,77 juta lembar pada akhir semester I-2024.

Artinya, sepanjang bulan Juli ini, State Street Corp Inc telah mengakumulasi 240 ribu lembar saham GIAA. Dengan mengasumsikan harga saham Garuda Indonesia pada Kamis, 18 Juli 2024, di angka Rp52 per saham, total investasi perusahaan itu hampir mencapai Rp1 miliar.

Baca juga:

Namun, kepemilikan investor asing di saham Garuda Indonesia turun dari 17,79% pada Juni 2023 menjadi 15,98% pada Juni 2024. Penurunan ini disebabkan oleh ekuitas yang masih negatif pada tahun buku 2023, sehingga saham ini diperdagangkan dengan skema Full Call Action (FCA).

Hal tersebut berbanding terbalik dengan investor lokal yang justru meningkatkan kepemilikan saham GIAA, dari 16,14% pada Juni 2023 menjadi 18,98% pada Juni 2024. Jika mayoritas kepemilikan asing didominasi oleh perusahaan dengan persentase 9,59%, investor lokal terbanyak berasal dari masyarakat individu dengan porsi sebesar 9,21%.

Secara umum, saham Garuda Indonesia mayoritas dikendalikan oleh pemerintah dengan kepemilikan sebesar 64,53%. Posisi berikutnya ditempati oleh PT Trans Airways, perusahaan milik Chairul Tanjung, dengan kepemilikan sebesar 7,9%, sementara porsi kepemilikan publik mencapai 26,90%.

Gabung Holding

Sebelumnya, Kementerian BUMN memastikan bahwa maskapai penerbangan pelat merah, Garuda Indonesia, akan bergabung dalam Holding BUMN Aviasi dan Pariwisata, InJourney, dalam waktu dekat. 

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, menyatakan bahwa dalam lima tahun terakhir, telah dilakukan berbagai transformasi, termasuk pembentukan holding. Langkah terbaru Kementerian BUMN adalah penggabungan PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) menjadi PT Angkasa Pura Indonesia atau InJourney Airports pada Desember 2023. 

“Yang terakhir kami gabungkan adalah AP I dengan AP II dalam InJourney dan kami juga akan mentransfer Garuda [GIAA] menjadi anak perusahaan InJourney dalam waktu dekat,” ujar Kartika di Jakarta pada Selasa, 16 Juli 2024.

Kartika, yang akrab disapa Tiko, mengatakan bahwa masuknya Garuda Indonesia ke dalam InJourney akan memperpanjang daftar perusahaan pelat merah yang bergabung ke dalam klaster atau holding yang dibentuk pemerintah. 

“Dari sekitar 110 BUMN, sekarang hanya ada 40-an dan ini akan terus kami kurangi sehingga secara span of control kami bisa benar-benar mengelola BUMN dengan lapisan holding investasi dan lapisan holding operasional,” jelasnya.

Dalam perkembangan lain, Kementerian BUMN memproyeksikan Garuda Indonesia akan mengoperasikan sebanyak 98 pesawat hingga akhir 2026.  “Garuda Indonesia memproyeksikan pertumbuhan alat produksi secara bertahap dengan target hingga 98 armada di akhir tahun 2026,” tulis laporan Kementerian BUMN.

Hingga akhir 2024, GIAA akan mengoperasikan 82 pesawat, dengan jumlah tersebut diperkirakan bertambah menjadi 89 pesawat pada 2025. Sebelumnya, Garuda Indonesia juga berencana menambah sekitar 8 pesawat baru pada tahun ini. 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Alvin Pasza Bagaskara pada 18 Jul 2024 

Bagikan

Related Stories