Kabar Minyak Goreng dari Palembang, Harga di Pasar Tradisional Masih Rp 22 Ribu/Liter

Ilustrasi minyak goreng (ist)

PALEMBANG, WongKito.co - Pascalarangan ekspor minyak sawit mentah dan turunannya resmi diterapkan pemerintah, per 28 April 2022.

Masyarakat tentu berharap implikasinya langsung dirasakan dengan turunnya harga minyak goreng di pasar tradisional.

"Harga minyak goreng kemasan Rp 22 ribu per liter," kata Meriani pedagang di Pasar KM.5 Palembang, Jumat (29/4/2022).

Ia menuturkan kalau harga minyak goreng belum ada perubahan.

"Harga masih bertahan belum ada penurunan," ujar dia.

Baca Juga:

Sementara pedagang lainnya, Hamida mengungkapkan kalau menjual minyak goreng kemasan Rp 25 ribu per liter.

Modalnya, masih tinggi sehingga belum bisa menjual dengan harga lebih murah, kata dia.

Sedangkan harga minyak di gerai-gerai pasar modern pun, seperti di Alfamart dan Indomaret dijual Rp 25 ribu per liter dan Rp 49 ribu per 2 liter.

Sebelumnya,  Dinas Perkebunan Sumsel melalui,  Fungsional analisis PSP tingkat Madya, Rudi Arpian mengungkapkan sekitar 104.779 Kepala Keluarga di Sumatera Selatan terimbas dari pelarangan ekspor CPO dan turunannya, hampir di seluruh Kabupaten dan kota penghasil sawit, akibat terjadinya penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS).

Saat ini, Sumsel memiliki potensi areal sawit 1.221.374 Ha dengan produksi 3.323.670 ton CPO per tahun. Dari produksi itu, melibatkan petani sawit sebanyak 224.649 Kepala Keluarga terdiri dari petani plasma 119.870 Kepala Keluarga (KK) dan sisanya petani swadaya sebanyak 104.779 KK, kata dia.

Kekinian, dia mengungkapkan ditingkat petani swadaya harga TBS telah terjun bebas, hanya Rp 1.000 sampai Rp 1.700 per kilogram.

"Bukan hanya harga TBS turun tetapi pabrik pun berhenti membeli komoditas sawit tersebut, alasan mereka tidak mau kelebihan produksi," ujar dia

Kerugian petani swadaya tambah Rudi semakin terasa karena TBS yang sudah panen harus sudah masuk pabrik tidak lebih dari 1x 24 jam.
Kondisi  tersebut, tentunya sangat merugikan petani swadaya, tambah dia.

Baca Juga:

Jika mengalami keterlambatan atau penolakan di tingkat pembeli atau pabrik, maka komoditas tandan buah segar menjadi rusak sehingga petani yang merugi.

"Sawit yang sudah siap panen harus dipanen agar tidak merusak siklus berbuah sawit yang tentunya bisa berakibat penurunan produksi pohon," katanya.

Sementara untuk petani plasma, imbas larangan ekspor minyak goreng masih belum terasa. Petani plasma masih memberlakukan penetapan harga dari Tim Penetapan harga TBS Provinsi Sumatera selatan sebesar Rp 3.769 per kg untuk sawit tahun tanam 10-20 tahun yang berlaku bagi pembelian dari tanggal 16 April - 30 April 2022.

"Setelah bulan April, jelas akan ikut terpengaruh juga dampak dari pelarangan ekspor," terang Rudi.

Lalu pihaknya juga mengimbau agar pabrik tetap membeli tandan buah sawit petani swadaya dengan harga yang tidak terlalu jauh berbeda dengan harga yang ditetapkan oleh Tim Penatapan harga TBS.

"Provinsi Sumatera Selatan setiap 2 minggu sekali. Jangan menciptakan kesenjangan harga yang terlalu tinggi, ini akan menjadi krusial," terangnya.

Untuk itu kepada pabrik kelapa sawit diminta untuk segera memasok kebutuhan bahan baku minyak goreng domestik agar tercapai harga eceran yang ditetapkan Pemerintah.

"Kita berharap setelah libur panjang ini semua dapat kembali normal dan pemerintah dapat memberikan solusi atau menerapkan kembali kebijakan kewajiban seluruh pabrik CPO untuk memasok ke dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO), bila perlu DMO dinaikkan dari 20% menjadi 25% dan Domestic Price Obligation (DPO) ditetapkan dengan harga yang pas," ujarnya.

Ia pun mengungkapkan jika keputusan pemerintah harus terus dikawal agar tidak terjadi penyimpangan sehingga menambah panjang larangan ekspor CPO dan turunannya ini.
 

 


Related Stories