Kasus Dugaan Korupsi Tower Transmisi Tahun 2016 PLN Naik Ke Tahap Penyidikan

Kejagung Naikkan Status Perkara Dugaan Korupsi Tower Transmisi PLN Ke Tahap Penyidikan (humas kejagung)

JAKARTA - Tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) resmi menaikkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero) ke tahap penyidikan.

Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan, Kejagung telah menemukan tindak pidana korupsi proyek Pengadaan Tower Transmisi Tahun 2016 pada PT PLN (persero) dengan ditemukannya fakta-fakta perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

“Berdasarkan fakta-fakta yang telah ditemukan tersebut, telah dinaikan ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers dikutip pada Selasa, 26 Juli 2022.

 Baca Juga :

Usut punya usut, pada 2016 PT PLN (Persero) memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan senilai Rp2,251 triliun. 

Namun, dalam pelaksanaan PLN dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) serta empat belas penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PLN, yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Adapun fakta-fakta perbuatan melawan hukum yang ditemukan Kejagung antara lain, dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat. 

Kemudian, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower, padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.

PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari Aspatindo sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo.

Lebih lengkap, PT Bukaka dan tiga belas penyedia tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%. 

Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PLN melakukan adendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama satu tahun.

PLN dan Penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi kurang lebih 10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai. Terakhir, ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan adendum.

Sebelumnya, penyidik Juga telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan bertempat di tiga titik lokasi yaitu PT Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik SH. 

Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, Penyidik memperoleh dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam pengadaan tower transmisi di PLN.

Kejagung saat ini telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua belas saksi terkait perkara dimaksud sampai dengan satu minggu ke depan.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Nadia Amila pada 26 Jul 2022 

Bagikan

Related Stories