Konservasi Biodiversitas Perlu Dukungan Inovasi Teknologi

FGD bersama sejumlah akademisi dan praktisi di Universitas Pakuan Bogor, Selasa (28/03/2023). (ist/belantarafoundation)

BOGOR, WongKito.co - Inovasi teknologi dinilai penting untuk mendukung konservasi keanekaragaman hayati atau biodiversitas di Indonesia. Guna mengidentifikasi kebutuhan tersebut, Belantara Foundation menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama sejumlah akademisi dan praktisi di Universitas Pakuan Bogor, Selasa (28/03/2023).

Pihak yang terlibat antara lain LPPM Universitas Pakuan (Unpak), Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana Unpak, FMIPA Unpak, Scientific for Endangered and Trafficked Species (SCENTS), Yayasan SINTAS Indonesia, Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), Center for Transdisciplinary and Sustainable Science (CTSS) IPB University, dan Forum HarimauKita

“Diskusi yang mempertemukan praktisi konservasi dan akademisi ini menjadi sangat penting dalam membahas kebutuhan lapangan, serta mencari solusi teknologi yang dapat diaplikasikan agar biodiversitas Indonesia tetap lestari,” ujar Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna, dalam keterangannya yang diterima Rabu (29/03/23).

Senada disampaikan Rektor Universitas Pakuan, Prof Didik Notosudjono. Dia menyatakan, inovasi teknologi dapat berkontribusi secara signifikan dalam meningkatkan efektivitas upaya perlindungan dan konservasi biodiversitas di Indonesia.

“Insan akademik di perguruan tinggi dituntut untuk menghasilkan sebuah karya riset yang dapat dimanfaatkan oleh para pengguna, salah satunya untuk kebutuhan monitoring maupun untuk mendukung upaya perlindungan habitat flora dan fauna,” ungkapnya.

Direktur CTSS IPB University, Prof Damayanti Buchori mengemukakan, Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB University juga terus melibatkan peran teknologi dalam pengembangan ilmu tersebut.

Dalam kesempatan tersebut, ia mengarahkan agar ada penggunaan pendekatan transdisiplin, sebab dinilai sangat relevan dengan pengembangan dan penerapan teknologi. Hal ini dapat mengarah pada penciptaan teknologi yang lebih inovatif dan berkelanjutan yang memenuhi kebutuhan beragam komunitas dan pemangku kepentingan.

Status Biodiversitas Mengkhawatirkan

Belantara Foundation mencatat, berdasarkan laporan komprehensif bertajuk Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services 2019 oleh The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) memaparkan bahwa saat ini status biodiversitas di bumi semakin mengkhawatirkan.

Para ilmuwan mengungkapkan lebih dari 80 persen biomassa satwa menyusui telah hilang dari bumi disebabkan oleh kerusakan ekosistem yang mengalami kerusakan 100 kali lebih cepat dari yang terjadi selama 10 juta tahun terakhir. Tanpa sadar, penurunan biomassa yang sangat signifikan ini, menyebabkan dampak dan kerugian yang sangat besar untuk seluruh biodiversitas di bumi.

Dokumen Rencana Aksi dan Strategi Biodiversitas Indonesia 2015-2020 menjelaskan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat endemisitas biodiversitas yang sangat tinggi karena memiliki kondisi geologi dan iklim yang unik.

Indonesia merupakan rumah bagi 10 persen tumbuhan berbunga, 15 persen serangga, 25 persen ikan, 16 persen amfibia, 17 persen burung, dan 12 persen mamalia dari seluruh yang ada di dunia.

Berdasarkan Buku Panduan Identifikasi Jenis Satwa Liar Dilindungi yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada 2019 mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 409 spesies amfibi (urutan ke-5 dunia), 755 spesies reptilia (urutan ke-3 dunia), 1.818 spesies burung (28 persen di antaranya  endemik) dan 776 spesies mamalia (36 persen di antaranya endemik). Dengan adanya sifat endemis tersebut, perlindungan dan konservasi biodiversitas sangat penting dan prioritas dilakukan.

Namun demikian, keberadaan biodiversitas di Indonesia juga tidak luput dari berbagai ancaman yang dapat mengarah pada kepunahan. Ancaman terbesar, terutama bagi flora dan fauna endemik, disebabkan oleh kehilangan habitat sebagai dampak dari degradasi dan deforestasi atau penggundulan hutan. 

Degradasi dan deforestasi tersebut terjadi terutama disebabkan oleh kerusakan habitat, baik karena bencana alam, kebakaran hutan, pencemaran lingkungan dan perubahan iklim, alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian, pertambangan, industri,  serta pemukiman masyarakat. Selain itu, yang juga tidak kalah penting adalah perburuan satwa liar yang didorong oleh perdagangan secara ilegal. (*)

Editor: Redaksi Wongkito

Related Stories