Kuartal I-2024, Pemerintah Masih Utang ke PLN Rp52 Triliun Lebih

IIMS 2024 Dibuka Hari Ini, PLN Perkuat Dukungan Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia (PLN)

JAKARTA – Sebagai badan usaha milik negara (BUMN), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN salah satunya bertugas sebagai perpanjangan tangan negara untuk menyalurkan subsidi listrik kepada masyarakat.

Penugasan tersebut memunculkan adanya utang pemerintah ke PLN. Laporan keuangan kuartal I-2024 PLN melaporkan, jumlah piutang pemerintah ke PLN mencapai Rp52,29 triliun. Dalam waktu singkat, utang itu bertambah 132,97% dibandingkan dengan posisi akhir 2023 sebesar Rp22,46 triliun.

Catatan 16 laporan keuangan menjelaskan, utang pemerintah ke PLN terdiri atas piutang kompensasi dan piutang subsidi listrik. Masing-masing nilainya Rp41,40 triliun dari semula Rp17,83 triliun dan Rp10,88 triliun dari sebelumnya Rp4,61 triliun.

PT PLN (Persero)

1. Piutang Kompensasi

Sebagai penjelasan, piutang kompensasi merupakan piutang atas pendapatan kompensasi dari Pemerintah yang belum diterima untuk penggantian perbedaan tarif aktual dan tarif yang dihitung oleh PLN. 

Baca juga:

Berdasarkan surat BPKP No. PE.12.03/S133/D4/04/2024 tanggal 13 Februari 2024, PLN berhak atas penggantian biaya pokok penyediaan dalam bentuk kompensasi dari Pemerintah atas kehilangan potensi pendapatan tenaga listrik untuk golongan tarif non-subsidi tahun 2023 sebesar Rp74,17 triliun. Namun, akibat Penetapan Tarif Tenaga Listrik Tahun 2023 yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan tanggal 13 Maret 2024, nilai dana kompensasi pada tahun 2023 berkurang menjadi sebesar Rp74,14 triliun. 

Tahun lalu, PLN telah menerima pembayaran kompensasi tahun 2023 sebesar Rp56,17 triliun. Juga, telah menerima kekurangan pembayaran kompensasi tahun 2022 sebesar Rp16,77 triliun. Dengan rinciannya diterima kas sebesar Rp16,09 triliun dan disalinghapuskan dengan kelebihan penerimaan kompensasi tahun 2022 dari Pemerintah sebesar Rp675,98 miliar. 

Sehingga saldo piutang kompensasi tahun 2023 Rp17,83 triliun. Sementara saldo piutang kompensasi per 31 Maret 2024 sebesar Rp41,40 triliun. 

“Selama Bulan Januari sampai dengan 31 Maret 2024, Perusahaan belum menerima pembayaran tunai atas piutang kompensasi,” tulis penjelasan di laporan keuangan PLN.

PT PLN (Persero)

2. Piutang Subsidi Listrik

Utang pemerintah ke PLN yang kedua adalah piutang subsidi listrik. Pendapatan subsidi merupakan pendapatan dari pemerintah atas selisih antara biaya yang diperbolehkan ditambah margin 7% dengan harga jual aktual per masing-masing golongan tarif kecuali untuk golongan tarif yang telah mendapatkan penyesuaian tarif otomatis.

Sebagaimana diketahui, pemerintah memberikan subsidi listrik kepada pelanggan melalui PLN. Subsidi listrik dihitung dari selisih negatif antara harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari masing-masing golongan tarif dikurangi biaya pokok penyediaan tenaga listrik (Rp/kWh) pada tegangan di masing-masing golongan tarif dikalikan volume penjualan (kWh) untuk setiap golongan tarif.

Pagu tertinggi subsidi listrik tahun anggaran 2024 dan 2023 ditetapkan masing-masing sebesar Rp75,83 triliun dan Rp72,76. Pagu tertinggi tersebut termasuk 7% margin di atas biaya pokok penyediaan tenaga listrik.

Catatan 37 menuliskan, hingga 31 Maret 2024, piutang subsidi listrik berada di angka Rp10,88 triliun. Sedikit naik dari posisi yang sama tahun 2023 yakni Rp10,37 triliun.

Tren Subsidi Listrik 

Besarnya piutang pemerintah ke PLN merupakan cerminan dari derasnya uang negara yang mengalir ke kantong subsidi listrik. Dalam catata TrenAsia, tren kenaikan anggaran subsidi listrik sejatinya mulai terlihat sejak tahun 2021. 

Pada 2020, pemerintah menganggarkan subsidi sebesar Rp47,99 triliun. Tahun 2020 diketahui menjadi awal merebaknya COVID-19 di Indonesia sehingga anggaran subsidi tahun itu turun hampir Rp4 triliun dibanding tahun sebelumnya. 

Namun pada 2021, subsidi listrik mulai merangkak naik di angka Rp49,8 triliun. Anggaran subsidi listrik kembali meningkat pada 2022 seiring melonjaknya harga komoditas energi. Pada 2022, pemerintah menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp58,8 triliun atau naik hampir Rp10 triliun dibanding tahun 2021. 

Nominal tersebut menjadi subsidi listrik tertinggi sejak tahun 2015. Kenaikan subsidi kembali terjadi pada 2023 setelah pemerintah menetapkan anggaran sebesar Rp70,5 triliun, meningkat Rp11,7 triliun dari tahun lalu. 

Melesatnya harga minyak dunia, termasuk dampak dari kondisi geopolitik, membuat negara kembali menaikkan subsidi menjadi Rp73,6 triliun pada 2024. Subsidi listrik lagi-lagi melesat pada 2025 dengan penetapan anggaran Rp83,08 triliun. Artinya, ada peningkatan subsidi listrik sebesar Rp35 triliun dalam kurun 2020-2025.

Tekor Negara Akibat Subsidi Energi 

Pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai semester I-2024 sudah defisit Rp 77,3 triliun. Defisit APBN ini berarti pendapatan lebih kecil dibanding jumlah pengeluaran pemerintah. 

Sampai Juni 2024, pendapatan negara terkumpul Rp 1.320,7 triliun atau turun 6,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Di sisi lain, belanja negara telah mencapai Rp 1.398 triliun atau melonjak 11,3% sampai akhir Juni 2024.

Salah satu ‘hantu’ penerimaan negara adalah bengkaknya subsidi energi yang terdiri dari subsidi BBM, LPG 3 Kg, dan listrik. Sri Mulyani memperkirakan, subsidi energi dalam APBN 2024 akan naik. Hal ini melihat beberapa parameter perubahan mulai dari harga minyak dunia, lifting minyak dan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS).

Penjelasannya, saat harga minyak dunia dan dolar AS naik, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif BBM dan listrik agar momentum pertumbuhan dan daya beli masyarakat terjaga. Hal ini menyebabkan APBN harus menanggung selisih harganya ke PT Pertamina (Persero) dan PLN.

Sampai semester I-2024, realisasi volume penyaluran BBM subsidi telah mencapai 7,16 juta atau turun tipis 0,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, realisasi LPG 3 kg dan listrik bersubsidi masing-masing naik yakni mencapai 3,36 juta volume dan 40,6 juta pelanggan.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Ananda Astri Dianka pada 16 Jul 2024 

Bagikan

Related Stories