Ekonomi dan UMKM
LPS: Pentingnya Praktik Manajemen Risiko Memadai untuk Antisipasi Dampak Kejahatan Siber Bank Digital
JAKARTA – Perkembangan bank digital tidak terlepas dari meningkatnya risiko kejahatan siber. Dengan demikian, praktik manajemen risiko menjadi sangat penting.
Contoh dari kejahatan siber yang bisa terjadi adalah skimming, debit ilegal, atau rekayasa sosial (social engineering). Contoh-contoh kejahatan yang bisa terjadi itu pun melatarbelakangi pentingnya langkah antisipasi tindak kejahatan yang bisa timbul akibat inovasi digital, kata Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa .
Purbaya pun mengatakan bahwa pihaknya ingin menekankan perihal pentingnya praktik manajemen risiko yang memadai, baik itu di lingkup bank tradisional maupun digital.
Jaringan pengamanan keuangan yang ada di Indonesia seperti Bank Indonesia (BI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LPS, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan stabilitas sistem.
“Sebagai otoritas penjamin simpanan, kami memandang bahwa kejahatan siber perlu mendapat perhatian lebih, utamanya kepada pihak penyedia layanan perbankan perlu memastikan sistem manajemen risiko yang andal dan telah sesuai standar keamanan yang berlaku,” ujar Purbaya dalam forum virtual Infobank berjudul “Retail Bank Mapping 2022, The Rise of Neobank vs Cyber Crime”, Kamis, 17 Februari 2022.
Baca Juga:
- Harga Minyak Dunia Melambung jadi US$93,66 per Barel
- IHSG Ditutup Melemah, Saham AMAR Paling Banyak Terkoreksi
- 36 Prodi ITERA Siap Tampung 2.500 Mahasiswa untuk Jalur SNMPTN .
Purbaya pun menekankan bahwa nasabah selaku pengguna layanan digital perlu mengetahui berbagai modus kejahatan siber. Maka dari itu, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan sangat penting untuk terus diberdayakan.
Sementara itu, pihak LPS sendiri telah menerapkan berbagai langkah pengamanan sistem dan data agar nasabah di sektor perbankan bisa merasa aman dan percaya untuk menyimpan uang di bank.
“Selain berbagai tool standar keamanan sistem informasi seperti di antaranya antivirus, VPN, dan firewall, LPS juga telah menerapkan sistem data loss prevention (DLP) untuk mencegah adanya kebocoran data,” papar Purbaya.
Purbaya mengatakan, pengamanan sistem informasi di LPS dilaksanakan dan dikelola dengan memperhatikan empat aspek, di antaranya (1) ketersediaan (availability), yaitu aspek yang menjamin bahwa data akan selalu tersedia saat dibutuhkan.
Kemudian, (2) keutuhan (integrity), yakni aspek yang menjamin data tidak tanpa ada izin pihak yang berwenang, serta (3) kerahasiaan (confidentiality), aspek yang menjamin kerahasiaan data dan memastikan bahwa dapat hanya dapat dapat diakses oleh pihak yang berwenang sehingga pengguna tidak dapat menyangkal transaksi yang telah dilakukan.
“Ke depannya, LPS akan terus memantau dan mengelola sistem pengamanan informasi tersebut agar dapat menangani berbagai risiko siber, termasuk modus-modus terkini kejahatan siber,” kata Purbaya.
Untuk mendukung perkembangan bank digital yang di sisi lain memberikan banyak dampak positif, LPS juga terus berupaya menjaga kepercayaan nasabah melalui implementasi program penjaminan simpanan yang konsisten dan kredibel.
“LPS juga terus berupaya untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dan upaya-upaya peningkatan literasi keuangan untuk mendukung suksesnya transformasi digital. Dengan berlangsungnya transformasi digital di industri perbankan, maka akses terhadap produk-produk perbankan akan semakin terjangkau oleh masyarakat dengan pilihan yang semakin beragam,” pungkas Purbaya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 17 Feb 2022