KabarKito
Madani Berkelanjutan Desak Pemerintah Kencangkan Ambisi Iklim
JAKARTA, WongKito.co - Penundaan pengajuan dokumen iklim Second Nationally Determined Contribution (Second NDC) dan wacana penyesuaian target FOLU Net Sink 2030 ke arah yang kurang ambisius dinilai sebagai langkah yang mengkhawatirkan.
Di tengah krisis iklim global yang semakin nyata, dunia membutuhkan kepemimpinan, bukan kehati-hatian yang berujung pada stagnasi. Indonesia, sebagai negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia dan pusat keanekaragaman hayati global, memiliki tanggung jawab strategis untuk menjadi bagian dari solusi.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan, Nadia Hadad, menanggapi pernyataan Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni pada Senin (16/06/2025) lalu, yang menyebut bahwa dokumen Second NDC harus realistis, inklusif, dan dapat dieksekusi.
Pernyataan Raja Juli bahwa target net sink harus dipertimbangkan secara realistis dengan memperhatikan berbagai dinamika pembangunan nasional, seperti ketahanan pangan dan pengembangan bioenergi, memperkuat kekhawatiran bahwa Indonesia berpotensi mundur dari ambisi yang telah dijanjikan. Padahal, menjaga hutan dan ekosistem adalah kunci utama dalam strategi mitigasi dan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.
“SNDC harus menjadi tonggak penguatan arah pembangunan Indonesia yang berkelanjutan dan adil iklim. Penundaan hanya akan memperbesar risiko ekonomi, sosial, dan ekologis ke depan. Indonesia harus memperkuat, bukan melemahkan, posisi strategisnya di tengah panggung internasional, terutama sebagai negara pemilik hutan tropis terbesar ketiga dunia,” tegas Nadia dalam keterangannya, Kamis (19/06/2025).
Karena itu, MADANI Berkelanjutan mendesak agar Pemerintah segera mengajukan SNDC yang ambisius dan berkeadilan. Target FOLU Net Sink harus dipertahankan sebagai tulang punggung mitigasi, dan langkah-langkah adaptasi harus dijalankan secara inklusif, berpihak pada mereka yang paling terdampak.
“Tanpa keadilan, tidak ada transisi yang bisa diterima. Ambisi tinggi bukan bertentangan dengan realitas, melainkan satu-satunya jalan untuk memastikan masa depan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia,” tukas Nadia. (*)