Mahalnya Harga Bawang Putih, Karena Faktor-Faktor Berikut

Mahalnya Harga Bawang Putih, Karena Faktor-Faktor Berikut (Ist)

Jakarta, Wongkito.co - Melonjaknya harga bawang putih akhir-akhir ini, karena faktor ketergantungan pada impor dari negara tertentu.

Hal tersebut diungkapkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), lebih lanjut KPPU menyatakan faktor cuaca dan realisasi jadwal impor sebagai penyebab tingginya harga bawang putih belakangan ini. Hal ini terungkap dalam diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion/FGD)

“Memang ada kecenderungan harga turun, namun kebanyakan masih tinggi. Kami mencari persoalannya apa dan dari mana,” kata Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa  dalam keterangan resmi. Jumat, 24 Mei 2024.

Rupanya, Harga Eceran Tertinggi (HET) masih menggunakan data Bapanas tahun 2019. Jadi KPPU mengumpulkan pihak-pihak terkait guna meningkatkan transparansi publik sekaligus menentukan posisi atau kebijakan internal KPPU atas persoalan tersebut. 

Baca juga

Adapun Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam pertemuan mengatakan, faktor cuaca menjadi hal yang paling penting terkait impor bawang putih saat ini. Sebagai informasi, 95% komoditas bawang putih nasional berasal dari impor, sisanya ditanam petani lokal.

Realisasi Impor

Saat ini, realisasi impor bawang putih tercatat sebanyak 127.542 ton dengan total distribusi di 16 wilayah di Indonesia hingga Februari 2023 sebesar 43.046 ton. Impor bawang putih yang masuk di Indonesia hanya melalui Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, dan Makassar. Sedangkan Indonesia memiliki 43 importir bawang putih yang tersebar di sembilan provinsi.

Ditambah dengan kendala cuaca hujan di Tiongkok membuat bawang putih yang tiba di Indonesia menjadi rendah karena telah terkena hujan sehingga basah.

HET komoditas bawang putih dari Bapanas diketahui sebesar Rp32.000 per kg. Namun tidak dijelaskan di tingkatan mana HET ini berlaku, baik di distributor, agen, atau penjual eceran. HET ini juga melingkupi seluruh Indonesia.

Baca juga

Sebagai solusi, KPPU meminta Bapanas untuk menetapkan harga komoditas bawang putih per wilayah agar terukur, serta menghindarkan potensi kartel baik di importir, agen, maupun penjual eceran.

Atas informasi bahwa impor bawang putih hanya berasal dari Tiongkok, KPPU juga akan menganalisis apakah jika ada perubahan kebijakan terkait importasi, akan terdapat potensi pelanggaran persaingan usaha tidak sehat atau permainan harga paska perubahan kebijakan.

Masukan lain yang ditangkap dari FGD ini adalah penghapusan program wajib tanam bagi importir karena swasembada bibit bawang putih yang akan dicapai melalui kebijakan ini terbukti gagal. Selain itu perlu ditiadakannya sistem quota karena tidak ada produsen dalam negeri yang perlu dilindungi mengingat 95% komoditas bawang putih berasal dari impor. Ini bisa menjadi masukan bagi saran dan pertimbangan KPPU ke depan.

Sebagai informasi, KPPU pada tahun 2019 sudah mengeluarkan saran pertimbangan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) terkait komoditas ini. Di mana KPPU mendukung upaya Pemerintah dalam melakukan swasembada bibit bawang putih sampai dengan target pencapaian di tahun 2021.

KPPU juga menyarankan untuk melakukan penyederhanaan prosedur impor bawang putih konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan pasar domestik, yang melibatkan Kemendag dan Kementan, sehingga mengurangi potensi kelangkaan pasokan dan penguasaan pasar oleh sekelompok pelaku usaha. Dalam FGD, terdapat usulan mengenai mekanisme alternatif kuota yaitu penetapan tarif yang disuarakan oleh beberapa peserta. Mekanisme tersebut masih memerlukan diskusi lebih lanjut dengan Pemerintah.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 24 May 2024 

Editor: Redaksi Wongkito
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories