Memahami Keragaman di Film Sejengkal, Karena Menenun Bukan Melulu Urusan Wanita

Tangkapan layar trailer Sejengkal (A Little Twist. (Istimewa/Youtube Teras Mitra)

PALEMBANG, WongKito.co - Menenun, yang merupakan kegiatan pelestarian kekayaan bangsa, dianggap sebagai kegiatan yang hanya boleh dilakukan oleh wanita. Di Pulau Semau, Nusa Tenggara Timur, Indonesia, para laki-laki yang menenun akan dijauhi dan bahkan dikucilkan, karena dianggap menyerupai wanita.

Paham ini mendorong Catharina Dwihastarini membuat cerita film Sejengkal (A Little Twist), karya kolaborasi Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia dengan Terasmitra dan Motion Capture Indonesia.

Bercerita tentang perjuangan Menas, seorang anak laki-laki yang sangat dekat dengan ibunya, untuk menyelesaikan sejengkal terakhir kain tenun ibunya. Keinginan Menas ini ditentang oleh bapaknya, Alfred, karena dia tidak ingin Menas dianggap banci oleh masyarakat desanya.

“Film ini bukanlah cerita kepahlawanan. Bukan cerita yang menggurui. Film ini bercerita mengenai manusia, alam, dan hubungan di antara mereka,” ujar Catharina Dwihastarini.

Film Sejengkal (A Little Twist) disutradarai oleh Arie Oramahi. Pada tahun 2020 lalu sebelum menyutradarai film Sejengkal (A Little Twist), Arie memulai debutnya sebagai sutradara di sebuah film pendek berjudul Rumah, di mana sepanjang produksi filmnya, semua kegiatan dikerjakan dari rumah masing-masing.

“Saya berharap film ini dapat diterima sebagai bentuk cinta saya kepada sebuah pulau kecil yang sangat indah di ujung timur Indonesia dan masyarakatnya yang telah begitu baik menerima saya layaknya keluarga mereka sendiri untuk bisa berkarya dan bercerita,” kata dia.

Sejengkal (A Little Twist) akan ditayangkan untuk publik di Hari Keragaman Budaya untuk Dialog dan Pembangunan Sedunia tahun ini, tepatnya pada tanggal 21-22 Mei 2021, di YouTube Motion Capture Indonesia.

Seperti diketahui, sejak tahun 2002, tanggal 21 Mei ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Keragaman Budaya untuk Dialog dan Pembangunan Sedunia, diawali dengan Deklarasi Universal tentang Keragaman Budaya yang dikeluarkan oleh UNESCO. Penetapan hari ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat global agar selalu menghargai dan melestarikan kekayaan budaya yang ada di seluruh pelosok dunia, termasuk di Indonesia.

Lebih jauh lagi, perbedaan budaya diharapkan dapat dihargai sebagai sumber kekayaan, bukan perpecahan. Dengan demikian, Hari Keragaman Budaya untuk Dialog dan Pembangunan Sedunia juga dicetuskan agar dialog antarbudaya tercipta, sehingga masyarakat dapat saling memahami, hidup berdampingan dalam damai, serta bekerja sama untuk meningkatkan pembangunan dan memajukan diri bersama-sama. Seperti menenun, karena menenun bukan melulu urusan wanita. (tri)

Bagikan

Related Stories