Memahami Seberapa Masifnya Deforestasi di Indonesia

Ilustrasi deforestasi hutan. (Greenpeace)

JAKARTA, WongKito.co — Auriga Nusantara memaparkan Indonesia menghadapi hilangnya hutan alam mencapai sekitar 18 juta hektare (ha) dalam kurun waktu lebih dari tiga dekade, yakni periode 1990 hingga 2024. Berdasarkan perhitungan, besaran ini mencapai 9,4% dari keseluruhan luas daratan Indonesia (191 juta hektare).

Besaran hutan alam yang lenyap tersebut juga setara 180 juta lapangan sepak bola berstandar FIFA. Di lain sisi, perkebunan kelapa sawit mencatat ekspansi paling besar dibandingkan kategori pemanfaatan lahan lainnya selama 35 tahun terakhir.

"Fakta umum menunjukkan dari tiga dekade terakhir atau 35 tahun terakhir kita telah kehilangan 18 juta formasi hutan alam," kata Peneliti Auriga Nusantara, Dedy Sukmara, dalam acara Launching MapBiomas Landy Indonesia Koleksi 4.0, Selasa, 26 Agustus 2025.

Dedy menjelaskan, wilayah hutan alam Indonesia kini hanya tersisa sekitar 68%. Sementara bagian lainnya sebesar 26% telah mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian. 

Dari perhitungan yang dibuat, kehilangan mencapai 10 juta ha bersumber dari formasi hutan alam non-gambut dan non-mangrove, yang menjadi porsi utama dari proses deforestasi di Indonesia.

Visualisasi data Mapbiomas Indonesia menampilkan rincian kehilangan formasi hutan alam yang menyusut 10,2 juta ha atau setara 10,1%. Selanjutnya, hutan rawa gambut mengalami pengurangan 7,7 juta hektare atau sekitar 42%.

Di samping itu, ekosistem mangrove mengalami penyusutan 0,2 juta ha atau sekitar 6,5%, serta area sungai dan danau yang menyusut 0,11 juta hektare atau 4,6%. "Dari jumlah tersebut (18 juta ha), 10 juta ha adalah formasi hutan non-gambut dan non-mangrove. Namun jika dilihat dari persentase, kehilangan terbesar justru terjadi pada hutan rawa gambut, yang menyusut hingga 42%," ungkap Dedy.

Lalu, seberapa masif kerusakan lingkungan tersebut? Berikut beberapa perbandingan yang dapat membantu kamu memahami betapa luasnya 18 juta hektare hutan yang hilang:

Perbandingan Umum:

  • Sekitar 9,4% dari total luas daratan Indonesia (191 juta hektare)
  • Setara dengan 180 juta lapangan sepak bola standar FIFA
  • Jika dijadikan persegi, akan membentuk area seluas 424 km x 424 km

Perbandingan dengan Negara:

  • Lebih besar dari negara Kamboja (18,1 juta hektare) dan Uruguay (17,6 juta hektare)
  • Hampir setara dengan luas negara Suriah (18,5 juta hektare)
  • Sekitar separuh luas negara Jerman (35,7 juta hektare)

Perbandingan dengan Pulau di Indonesia:

  • Hampir setara dengan seluruh luas Pulau Jawa (13,2 juta hektare) ditambah Pulau Bali (0,56 juta hektare) dan beberapa pulau kecil lainnya
  • Sekitar seperempat dari luas Pulau Kalimantan (54,4 juta hektare)

Perbandingan dengan Provinsi Indonesia:

  • Hampir 3 kali lipat luas gabungan seluruh Pulau Jawa (6 provinsi: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten)
  • Setara dengan gabungan 15-20 provinsi terkecil di Indonesia
  • Lebih luas dari gabungan provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau

Angka 18 juta hektare ini menunjukkan skala kehilangan hutan yang sangat masif, hampir setara dengan menghilangkan seluruh tutupan hijau dari sebuah negara berukuran sedang. Di sisi lain, area perkebunan sawit mengalami lonjakan yang sangat signifikan dari hanya 1 juta ha di tahun 1990 menjadi 17,5 juta ha pada tahun 2024. 

Hal ini menunjukkan peningkatan mencapai 1.270%, yang menjadikan sawit sebagai kategori penggunaan lahan dengan ekspansi tercepat dan terluas di Indonesia selama tiga dekade terakhir. Setelah perkebunan sawit, kebun kayu berada di urutan kedua untuk ekspansi pemanfaatan lahan, dengan luasan yang mencapai 2,3 juta ha. 

Sedangkan sektor pertambangan dan area permukiman juga memperlihatkan perkembangan yang sangat pesat, meski cakupan wilayahnya tidak seluas perkebunan sawit. Namun secara persentase, pertambahan wilayah tambang dan permukiman mencapai 989% sejak 1990.

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Chrisna Charis Cara pad 27 Agustus 2025.

Editor: Redaksi Wongkito
Bagikan
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories