Mengulik Koleksi Komunitas Pencinta Antik Sriwijaya, ada Perahu Tua hingga Koin Kuno

Mengulik Koleksi Komunitas Pencinta Antik Sriwijaya, ada Perahu Tua hingga Koin Kuno (Foto WongKito.co/Malik)

KETIKA melangkah masuk ke posko Komunitas Pencinta Antik Sriwijaya atau Kompaks, aroma kayu tua dan logam yang usang menyambut pengunjung. Di sudut ruangan, sebuah perahu tua berdiri tegak, berusia 300 tahun, menyimpan cerita tentang perjalanan panjang yang telah dilaluinya di sungai-sungai besar Sumatera.

Di atas rak, dayung-dayung kuno dan kemudi kapal yang pernah memandu kapal-kapal besar melintasi lautan terjajar rapi.

Dinding-dinding posko yang berada di Jalan Putri Rambut Selako No.41, Bukit Lama, Ilir Barat I, Kota Palembang dihiasi dengan koin-koin kuno dari zaman Kerajaan Sriwijaya, bersinar redup dalam pencahayaan yang lembut.

Baca Juga:

Suara gemerincing halus dari sebuah gramofon tua terdengar, membawa pengunjung kembali ke masa-masa ketika alat musik ini adalah teknologi terdepan.

"Saya ingat betul saat pertama kali kami diundang oleh pemerintah kota untuk berpartisipasi di Palembang Expo 2014," cerita Hirmeyudi sambil tersenyum, Rabu (4/9/2024).

Ia mengungkapkan koleksi yang dipamerkan berhasil memukau para pengunjung, dan sejak saat itu, Kompaks menjadi langganan acara-acara besar di kota ini. Dari Sriwijaya Expo hingga Festival Bidar Tradisional untuk perayaan HUT RI 2024, nama Kompaks selalu menjadi magnet bagi mereka yang menghargai sejarah.

Suatu hari, di tengah kunjungan yang ramai, seorang pria muda bernama Gerry memasuki posko. Langkahnya melambat saat ia menyusuri koleksi demi koleksi, seolah-olah tak percaya bahwa benda-benda berusia ratusan tahun ini bisa ditemukan di sini, di jantung Kota Palembang.

"Saya tidak pernah menduga ada tempat seperti ini," kata Gerry dengan nada kagum. "Semua ini sangat luar biasa. Saya merasa seperti berjalan melalui lorong waktu," kata dia lagi.

Baca Juga:

Kompaks tidak hanya sekadar menyimpan dan memamerkan barang antik. Di tempat ini, setiap benda memiliki ceritanya sendiri, setiap sudut menyimpan kenangan, dan setiap pengunjung bisa merasakan sentuhan sejarah yang hidup.

Bagi Hirmeyudi dan anggota komunitas lainnya, Kompaks adalah cara mereka merawat warisan budaya yang tak ternilai, sekaligus mengajak masyarakat untuk mengenang dan menghargai masa lalu. Di sinilah, sejarah hidup kembali, bukan hanya sebagai cerita, tetapi sebagai pengalaman yang dapat dirasakan dan dilihat langsung.

Beragam benda yang dikoleksi telah dihimpun sejak tahun 1990, tambah dia.(Malik)

Editor: Nila Ertina

Related Stories