Ragam
Nasabah Bank Pilih Simpan Tunai, Rush Money Mengintai
Ilustrasi/Media Konsumen
JAKARTA – Belakangan ini, media sosial seperti TikTok dan X (sebelumnya Twitter) ramai memperlihatkan fenomena sejumlah nasabah menarik uang tunai dalam jumlah besar dari rekening pribadi mereka. Aksi ini dipicu kekhawatiran akan status rekening dormant (tidak aktif), yang dikhawatirkan bisa diblokir atau dibekukan sewaktu-waktu.
Rekening dormant menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah rekening bank yang tidak mengalami transaksi debet maupun kredit dalam jangka waktu tertentu sesuai ketentuan bank, kecuali transaksi yang dilakukan oleh bank itu sendiri. Fenomena ini dikenal sebagai rush money, kondisi ketika masyarakat secara massal menarik simpanan mereka dari bank akibat menurunnya kepercayaan terhadap sistem perbankan.
Meski belum mencapai skala besar seperti saat krisis moneter 1998, tanda-tanda awal mulai terlihat: antrean panjang di ATM, laporan tentang pembatasan penarikan di beberapa kantor cabang, hingga percakapan penuh kepanikan di grup WhatsApp keluarga.
Baca juga:
- Libur Nasional Tambahan Hingga Ongkos Murah Jadi 'Kado' Semarak HUT RI
- Lewat FLPP, BRI Dorong Anak Muda Punya Rumah Sendiri
- Hoaks: ASEAN Memprediksi Indonesia Bangkrut Pada 2030 karena Utang
Sebagian masyarakat bahkan memilih menyimpan uang tunai di rumah, ketimbang mempercayakannya kepada sistem perbankan. Ini menjadi bentuk antisipasi atas potensi pembekuan dana yang ramai dibahas di media sosial.
Rush money bukan perkara sepele. Jika berlangsung terus-menerus, fenomena ini dapat mengganggu likuiditas bank, karena pada dasarnya, bank tidak menyimpan seluruh dana nasabah dalam bentuk tunai. Sebagian besar dana tersebut telah dialokasikan dalam bentuk kredit dan instrumen investasi.
Ketika terlalu banyak nasabah menarik uang dalam waktu bersamaan, bank dapat kewalahan memenuhi permintaan, yang pada akhirnya dapat memicu ketidakstabilan sistem keuangan.
OJK Imbau Tetap Tenang
OJK dan Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa kondisi perbankan nasional masih aman dan stabil. Namun, rumor dan kepanikan adalah masalah berbeda. Sekali kepercayaan terganggu, efeknya bisa jauh lebih merusak dibandingkan krisis ekonomi itu sendiri.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyatakan bahwa hingga saat ini, pihaknya belum menerima laporan adanya rush money berskala besar, meskipun isu pemblokiran rekening dormant sedang ramai dibicarakan.
“Kondisi perbankan dan ekonomi masih kondusif. Untuk isu tersebut, kami merujuk pada keterangan resmi OJK,” ujarnya di Jakarta.
Menarik uang tunai dalam jumlah besar bukannya tanpa risiko. Selain potensi terkena penalti jika dana ditarik dari deposito, menyimpan uang di rumah juga menimbulkan ancaman keamanan dan tentu saja tidak memberikan bunga apa pun.
Fenomena rush money ini menunjukkan satu hal penting: di tengah narasi pertumbuhan ekonomi dan optimisme makro, masih ada keresahan publik yang nyata dan tidak bisa diabaikan. Bagi generasi muda yang melek finansial, ini menjadi pengingat bahwa stabilitas ekonomi bukan sekadar soal angka, melainkan soal rasa percaya. Dan rasa percaya, dalam sistem keuangan, adalah aset yang nilainya sangat mahal.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Debrinata Rizky pada 06 Aug 2025