OJK Nilai Likuiditas Perbankan Mampu untuk Program 3 Juta Rumah?

Ilustrasi perumahan. (dok. BP Tapera)

JAKARTA – Di Tengah ketidakpastian ekonomi global, Likuiditas perbankan Indonesia dinilai masih dalam kondisi yang cukup baik untuk mendukung program pembiayaan 3 juta rumah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa perbankan nasional memiliki kapasitas pendanaan yang memadai dalam mendukung program perumahan tersebut.

Dian menyampaikan likuiditas perbankan nasional saat ini masih tergolong aman dan terkendali. “Saat ini, rasio likuiditas secara industri masih cukup tinggi dan jauh di atas threshold yang ditetapkan,” ujarnya melalui jawaban tertulis, dikutip Senin, 3 Februari 2025. 

Baca Juga:

Menurutnya, prospek likuiditas ke depan akan bergantung pada berbagai faktor, termasuk kebijakan pemerintah, kebijakan otoritas terkait, serta kinerja ekspor komoditas.

 Namun, ia juga menyoroti beberapa risiko yang perlu diantisipasi, seperti volatilitas pasar keuangan global, perlambatan penurunan suku bunga, fluktuasi harga komoditas akibat “Trump Effect,” serta ketegangan geopolitik global.

Dian menjelaskan jika faktor-faktor tersebut tidak terkendali atau semakin memburuk, maka risiko terhadap likuiditas perbankan Indonesia bisa meningkat. Risiko ini mencakup capital outflows, meningkatnya biaya pendanaan, dan berkurangnya aliran modal asing.

Meskipun demikian, bank sentral di seluruh dunia telah mulai mengubah arah kebijakan moneter mereka dari yang sebelumnya ketat menjadi lebih longgar. “Penurunan suku bunga diharapkan dapat membantu menurunkan biaya dana perbankan, mendorong permintaan kredit, serta meningkatkan investasi domestik,” kata Dian.

Potensi Likuiditas Perbankan untuk Program 3 Juta Rumah

Dalam mendukung program 3 juta rumah, kondisi likuiditas perbankan pada November 2024 masih cukup ample atau memadai. Dian mengungkapkan bahwa rasio alat likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 25,57%, sedangkan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di angka 87,34%, yang masih memungkinkan untuk ekspansi kredit lebih lanjut.

Baca Juga:

Selain itu, sektor pasar modal juga turut berperan dalam penyediaan likuiditas bagi industri perbankan melalui penerbitan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP). EBA-SP merupakan surat berharga yang terdiri dari kumpulan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang disekuritisasi dan dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.

“Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia per 15 Januari 2025, terdapat 9 EBA-SP yang diperdagangkan dengan total nilai Rp 2,21 triliun,” kata Dian. Ia menambahkan bahwa instrumen ini dapat menjadi pelengkap sumber pendanaan perbankan serta menjaga stabilitas likuiditas dalam mendukung pembiayaan perumahan.

Kebijakan OJK dalam Mendukung Pembiayaan Perumahan

Untuk memastikan perbankan dapat optimal dalam menyalurkan kredit perumahan, OJK telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung sektor ini. Beberapa kebijakan tersebut antara lain:

  • Perhitungan pembobotan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Kredit yang sejalan dengan Loan to Value (LTV), sehingga mendorong pemberian kredit lebih besar.
  • Penetapan kualitas kredit berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, yang memungkinkan kelonggaran dalam penilaian kualitas kredit untuk sektor tertentu.
  • Pengecualian perhitungan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) bagi penyediaan perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Langkah-langkah ini diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pembiayaan rumah, terutama bagi mereka yang berada di segmen ekonomi menengah ke bawah.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 04 Feb 2025 

Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories