Pasang Surut Air Sungai Musi kini Sulit Dibaca, Warga Kerap Terbangun karena Air Rendam Kasur

Pasang Surut Air Sungai Musi kini Sulit Dibaca, Warga Kerap Terbangun karena Air Rendam Kasur (WongKito.co/Nila Ertina FM)

PALEMBANG, WongKito.co - Perubahan iklim kini dirasakan masyarakat dunia, termasuk di Kota Palembang, bukan hanya suhu yang semakin panas tetapi pasang surut air Sungai Musi pun kini sulit dibaca.

Bagi masyarakat di Kelurahan 35 Ilir, Palembang pasang surut air menjadi salah satu fenomena alam yang memang menjadi bagian dari hidup mereka sejak tempo dulu.

Air sungai pasang dan air sungai surut menjadi waktu yang mudah dibaca atau diperkiran oleh  orang tua yang bermukim di bantaran sungai, namun itu dulu. Kini tak mudah lagi memprediksi kapan waktunya air akan naik ke daratan ataupun kembali ke sungai alias surut.

Baca Juga:

Warga tepian Sungai Musi, Cek Kutul, perempuan yang kini usianya mendekati kepala enam ini menjadi salah seorang yang dipercaya memiliki kemampuan membaca pasang surut air.

Seperti diungkapkan Plt Lurah 35 Ilir, Ahmad Rulliansyah kalau banyak warga yang dulunya mudah membaca kapan terjadi pasang surut kini mengaku tidak lagi bisa memprediksi fenomena alam itu, katanya ditemui belum lama ini.

Kini hanya Cek Kutul yang jadi referensi warga dan dia pun sudah mengaku kesulitan untuk membaca fenomena alam dampak dari terus berubahnya cuaca.

Cek Kutul menjelaskan perubahan terjadi sekitar 30 tahun ini. Dulu, ia bercerita kalau pasang besar atau pasang air sungai yang bertahan lama terjadi lima tahun sekali.

Tetapi kondisinya kini berbeda, pasang besar hampir terjadi setiap bulan dan tidak adalagi "pasang anak", pasang anak tersebut merupakan air pasang berlangsung hanya beberapa saat saja alias tidak bertahan hingga lebih dari satu jam sudah jarang dijumpai.

"Perubahan sangat kentara," kata dia. Bahkan menurut Cek Kutul, ketika sore air sungai tampak surut tetapi ketika warga terlelap tiba-tiba terbangun karena air sudah merendam kasur.

Baca Juga:

Kondisi tersebut kini sering dialami warga yang tinggal di kawasan bantaran Sungai Musi.Padahal dahulu, tepatnya sekitar 30 tahunan yang lalu pasang besar bisa dipastikan setiap 5 tahun sekali.

Kalau sudah waktunya pasang lima tahunan, Cek Kutul menyebutkan warga biasanya sudah memindahkan barang-barang ke tempat yang lebih tinggi sehingga meskipun rumah banjir sudah diantisipasi sejak dini.

Hal itu, tentunya berbeda dengan saat ini, semakin lama sulit memprediksi pasang surut air sungai.

Apalagi, sebagai nelayan, ia mengakui sangat merasakan dampak dari perubahan iklim karena kini kadang hanya mampu menjaring 700 gram ikan setiap kali menarik jaring ikan di Sungai Musi.

Menjaring ikan pun, tambah dia biasanya harus melihat arus dan kekeruhan sungai, kalau arus berbalik dari hilir ke hulu dan warna air keruh biasanya tidak ada ikan.

Karena itu, kini sulit mendapatkan hasil yang banyak saat menjaring ikan di Sungai Musi, kata dia.(ert)


Related Stories