Pentingnya Suarakan Isu Gender dan Inklusi dalam Pilkada 2024

(null)

Jakarta, WongKito.co - Isu-isu perempuan dinilai penting untuk disuarakan dalam masa Pilkada 2024, karena pemilihan umum bisa mewujudkan representasi gender dan memenuhi aspek-aspek inklusivitas di media.

Hal ini terungkap dalam diskusi soal isu Pilkada perspektif gender dan inklusi sekaligus peluncuran buku “Panduan Peliputan Pemilu Perspektif Gender dan Inklusi bagi Jurnalis” yang digagas Konde.co di Jakarta, Rabu (24/07/2024).

Panduan bagi jurnalis yang diluncurkan dalam acara ini adalah sebuah buku yang berisi tentang panduan untuk meliput dan menulis soal Pemilu dari perspektif gender dan inklusi. Buku ini memberikan informasi sekaligus etika dalam melakukan peliputan dan penulisan pemilu dari sudut pandang perempuan.

Dalam pemetaan Konde.co, Pilpres, Pileg, dan Pilkada 2024 banyak menunjukkan wajah kontestasi para Capres dan Cawapres, akan tetapi minim mengetengahkan Caleg perempuan. Akibatnya publik tidak banyak terpapar soal visi-misi, gagasan Caleg perempuan, yang ada hanya kontestasi Capres dan Cawapres. Kondisi ini juga ditambah masih minimnya perempuan yang dilibatkan dalam Pemilu dan Pilkada.

Baca Juga:

Yuni Satia Rahayu, Politisi PDI Perjuangan dan Wakil Bupati Sleman 2010-2015 yang saat ini menjadi anggota DPRD DIY dalam diskusi peluncuran buku ini bercerita bahwa ia pernah mengalami diskriminasi gender dan perlakuan seksisme karena ia perempuan.

Saat maju di Pilkada Sleman, Yogyakarta di tahun 2010 muncul informasi yang menyerang dirinya bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin.

"Saya juga dianggap China karena mata saya sipit. Ada juga kepercayaan yang menyatakan bahwa pemimpin itu harus laki laki, pemimpin perempuan belum ada waktu itu, saya jadi wakil bupati yg pertama di Sleman,” kata dia.

Yuni Satia Rahayu juga sering menerima pertanyaan apakah suaminya mendukung pencalonannya dalam Pilkada tersebut? Padahal pertanyaan yang sama jarang ditanyakan pada laki-laki yang mencalonkan diri dalam Pemilu atau Pilkada.

Wakil Pemimpin Redaksi Konde.co, Anita Dhewy memaparkan, dalam buku panduan dituliskan tentang kondisi para jurnalis terutama jurnalis perempuan yang dihadapkan dengan banyak ancaman dan risiko, seperti pelecehan seksual, kekerasan berbasis gender online, hingga kekerasan fisik dalam peliputan Pemilu.

“Hal lain, masih mainstream-nya isu kontestasi menyebabkan banyak Caleg perempuan yang tak muncul,” kata Anita Dhewy.

Pemetaan yang dilakukan Konde.co di tahun 2023-2024 tentang konten perempuan dan Pemilu di media menyebut bahwa liputan media tentang perempuan dan pemilu di Indonesia masih cenderung menempatkan perempuan sebagai figur yang kurang memiliki peran penting.

"Masih banyak pemberitaan media yang melakukan stereotip seperti berita yang menuliskan soal tampilan cantik para Caleg, tas branded dan gaya baju istri Capres-Cawapres," ulasnya.

Jurnalis Harian Kompas, Sonya Helen Sinombor, penanggap di acara diskusi ini menyatakan tentang pentingnya media mengangkat isu-isu perempuan, karena Pemilu seharusnya bisa mewujudkan representasi gender dan memenuhi aspek-aspek inklusivitas di media.

“Jurnalis harus membaca apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam isu Pemilu,” ujar Sonya. “Penting untuk membaca buku panduan ini sebagai salah satu penunjuk jalan peliputan agar mengangkat isu perempuan.”

Yadi Hendriana, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, menekankan pentingnya etika pers dalam pemilu, terutama dalam mengangkat isu gender. Pers memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga iklim demokrasi dan mendukung terselenggaranya pemilu yang sehat, adil, dan inklusif.

Sayangnya, Yadi menemukan masih banyak pemberitaan Pemilukada yang mengobjektifikasi perempuan.

“Pemberitaan ketika ada calon perempuan, itu masih dibawa ke hal-hal yang tidak etis. Pers punya PR di dapur redaksi untuk membawa kebijakan etik yang diangkat ke pemberitaan, khususnya ke pemberitaan perempuan,” jelas Yadi.

Pers harus bertindak sebagai wasit yang profesional dan adil. Nilai-nilai moral, integritas, dan tanggung jawab yang tertuang dalam kode etik jurnalistik harus menjadi panduan utama dalam setiap laporan yang disajikan.

Baca Juga:

Hal ini penting untuk menjaga "kewarasan" publik dalam memilih calon pemimpin mereka dan untuk memastikan bahwa semua informasi yang disajikan mendukung proses pemilihan yang transparan dan akuntabel.

Pers juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan perspektif yang setara dan seimbang demi kepentingan publik. Semua kelompok, termasuk perempuan dan kaum disabilitas, harus mendapatkan hak politik yang sama. Dengan melaporkan isu-isu gender dan hak-hak minoritas secara adil dan menyeluruh, pers dapat membantu menciptakan pemilu yang lebih inklusif dan representatif.

“Salah satu poin yang dibawa oleh Dewan Pers adalah pers harus memberikan perspektif setara dan seimbang demi kepentingan publik, untuk semua kelompok, termasuk perempuan dan disabilitas dan lainnya karena semua punya hak politik yang sama, tanpa memandang status apapun,” papar Yadi. (ril/Yulia Savitri)


Related Stories