GayaKito
Perlu Ditiru, Generasi Z di China Mulai Hidup Irit di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
JAKARTA - Dipicu kekhawatiran tentang ketidakpastian ekonomi di China, kini generasi Z-nya mulai menurunkan kebiasaan konsumsi.
Dilansir TrenAsia.com dari Nikkei Asia belum lama ini, seorang narasumber bernama Zhang Ru, pekerja baru berusia 24 tahun di Shanghai, adalah salah satu contohnya.
Biasanya, dia tidak akan menjadi pelanggan tetap di rumah makan komunitas setempat, yang umumnya melayani lansia dengan hidangan murah.
Namun, dalam setahun terakhir, Zhang sering mampir ke sana. "Makan di sini memberikan nilai yang lebih baik untuk uang saya," katanya. "Ini membantu saya menjaga tagihan makanan saya tetap di bawah 100 yuan (US$14) setiap hari," ujarnya.
Baca Juga:
- Simak 7 Negara ini Gunakan 100 Persen Listrik dengan Energi Baru Terbarukan
- Inilah 10 Negara Termiskin Semua Berada di Benua Afrika
- Hoaks: Medio April, Erupsi Gunung Semeru Sebabkan Banyak Korban Jiwa
Bahkan, semakin banyak pemuda seperti Zhang yang memilih opsi-opsi hemat yang bisa diambil. Generasi Z China, yang saat ini berusia antara 15 hingga 29 tahun, sedang menghadapi masa-masa sulit di tengah ketidakpastian ekonomi.
Masih dikutip dari sumber yang sama, meskipun pertumbuhan ekonomi China tercatat sebesar 5.3% pada kuartal pertama tahun ini, para ekonom memperkirakan perlambatan di masa depan.
Tingkat pengangguran anak muda di China juga cukup tinggi, yaitu mencapai 15.3% pada bulan Februari, lebih dari tiga kali lipat rata-rata nasional.
Tren penghematan ini, yang disebut sebagai "konsumsi terbalik" dan "ekonomi pelit," mencerminkan perubahan perilaku konsumen di China, mirip dengan gerakan anti-konsumeris di Barat.
Banyak pemuda merasa tidak yakin tentang masa depan mereka dan mencari cara untuk mengelola pengeluaran dengan lebih bijaksana. Konsep "narsisme" juga semakin populer, bukan dalam arti egois, tetapi sebagai bentuk perhatian terhadap diri sendiri yang positif.
Para anak muda di China ini semakin cerdas dalam mencari diskon dan penawaran di platform e-commerce seperti Xiaohongshu dan Douyin.
Mereka cenderung melakukan penelitian sebelum membeli dan membandingkan harga di beberapa platform. Selain itu, gaya hidup hemat dan kesadaran akan kesehatan semakin menjadi tren, dengan banyak orang memilih opsi murah meriah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Pembuat kebijakan China harus memperhatikan perubahan ini, karena penurunan konsumsi dapat memiliki dampak besar pada ekonomi. Misalnya, lebih banyak orang mungkin memilih untuk memesan makanan untuk dibawa pulang daripada makan di luar, mengganggu bisnis restoran.
Janet Yellen, Menteri Keuangan AS, bahkan telah mendorong pemerintah China untuk mendorong warga agar lebih banyak menghabiskan uang mereka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, ada juga sisi positif dari tren ini. Merek lokal semakin diminati oleh generasi Z, sementara beberapa merek mewah internasional mengalami penurunan penjualan di China karena sensitivitas terhadap harga.
Beberapa merek mewah bahkan telah mulai berkolaborasi dengan merek yang lebih terjangkau untuk menciptakan produk yang lebih terjangkau.
Baca Juga:
- Hoaks: BI Gulirkan bantuan Produktif Rp 125 Juta untuk UMKM
- Siap Penuhi Kebutuhan Arus Balik, Kilang Pertamina Plaju Pastikan Suplai Avtur Lampaui Permintaan
- Beasiswa BCA 2025, Buka hingga 13 September, Simak Cara Daftar dan Benefitnya
Namun, perlu diingat bahwa ada batasan untuk seberapa jauh pengeluaran generasi Z dapat menurun. Fenomena "cinta diri" atau "narsisme" juga menjadi perhatian, karena dapat mencerminkan isolasi sosial dan tekanan mental yang dialami oleh banyak pemuda.
Secara keseluruhan, perubahan dalam perilaku konsumen generasi Z di China mencerminkan sebuah generasi yang mencari jalan di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Ini adalah sinyal bagi pembuat kebijakan dan pelaku bisnis untuk lebih memahami kebutuhan dan preferensi generasi muda ini dalam menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rumpi Rahayu pada 20 Apr 2024