Destinasi & Kuliner
Potensi Hidden Gem Wisata Perhutanan Sosial di Tanjung Sakti Lahat
LAHAT, WongKito.co - Kawasan wisata Sumatera Selatan di area pegunungan seperti Lahat dan Pagaralam terkenal dengan lokasinya yang asri, pemandangan alam, dan jauh dari bising perkotaan. Objek wisata alam seperti sungai, air terjun atau curug, menjadi salah satu kekhasan lokasi healing di area pegunungan.
Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Kabupaten Lahat, menjadi salah satu kawasan yang terkenal dengan kayanya objek wisata alam. Salah satu yang paling terkenal adalah Agrowisata Tanjung Sakti Pumi di Desa Sindang Panjang.
Namun ternyata potensi objek wisata alam di kawasan tersebut masih belum habis. Kelompok Hutan Kemasyarakatan (HKm) Ayek Bahu menemukan hidden gem yang bisa dimanfaatkan menjadi objek wisata baru. Lokasinya yang berada di kawasan hutan Gunung Dempo dengan tutupan hutan yang masih rapat, membuat tempat tersebut masih asri dan sangat sejuk.
Dipadukan dengan kawasan perkebunan kopi, buah, dan sayur yang berada di bawahnya, wilayah tersebut akan dikembangkan sebagai objek wisata agrowisata yang dikelola langsung oleh kelompok petani perhutanan sosial HKm Ayek Bahu.
HKm Ayek Bahu terletak di Desa Pulau Panas, Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Kabupaten Lahat. Butuh waktu sekitar satu jam perjalanan berkendara dari Kota Pagaralam menuju desa ini. Lokasi desa bersebelahan dengan Desa Sindang Panjang yang sudah menjadi sorotan atas Agrowisatanya yang digagas Wali Kota Palembang Harnojoyo.
Ketua HKm Ayek Bahu Aditya Nugroho mengatakan, di dalam SK perhutanan sosial yang didapat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat salah satu anak sungai yang mengalir di kawasan tersebut. Di sepanjang sungai, terdapat tiga air terjun yang memiliki ketinggian dan lebar yang berbeda-beda.
Salah satu yang paling tinggi air terjun tersebut sekitar 50 meter dengan lebar lima meter. Semakin ke bawah menyusuri sungai, air terjun tersebut semakin lebar. Sehingga dua air terjun lainnya lebih lebar dari air terjun yang pertama, namun tidak lebih tinggi.
“Dengan adanya potensi ini, rencananya kami ingin membangun wisata di sekitar aliran sungai. Bisa berupa outbond atau sekedar air terjun saja. Pengembangannya masih dilakukan perencanaan melalui Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS),” ujar Adit.
Sejarah HKm Ayek Bahu
Tahun 2020 menjadi permulaan Aditya Nugroho cs memulai tahapan pengajuan perhutanan sosial. Pada 28 Juni 2021, masyarakat mengajukan permohonan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas lahan seluas 356,5 hektar. Hingga akhirnya 360 hari terlewati, 23 Juni 2022, Ayek Bahu resmi mendapatkan kerja SK berwarna biru tersebut.
Setelah resmi mendapatkan SK, kegiatan masyarakat yang menggarap dan mengelola lahan di kawasan hutan lindung sudah resmi dilindungi hukum. Dari awal pengusulan 356,5 hektar, yang disetujui untuk masuk ke dalam kawasan HKM Ayek Bahu seluas 267,4 hektar.
Ketua HKm Ayek Bahu Aditya Nugroho mengatakan, dari 267,4 hektar tersebut diperkirakan sekitar 180 hektar sudah menjadi kebun, yang mayoritasnya merupakan perkebunan sayur. Sekitar 30-35 hektar merupakan kebun kopi, sisanya hutan semak belukar.
Dalam penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) yang difasilitasi oleh HaKI ini, masyarakat HKm akan menentukan bagaimana arah pengelolaan lahan hingga hilirisasinya untuk jangka waktu minimal 10 tahun ke depan.
Dalam RKPS berisi tentang enam hal yakni Perencanaan konservasi, perlindungan dan pengamanan kawasan HKm, Perencanaan pemanfaatan dan pemungutan HHBK atau HBK, Pemanfaatan Kawasan Hutan, Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Rencana Penguatan Kelembagaan, serta Rencana Pengembangan Usaha dan Kegiatan Pengembangan Usaha.
Rencana penguatan kelembagaan yang diprioritaskan karena masyarakat perhutanan sosial harus bergerak dan beraktivitas sebagai kelompok. Rencana tahun pertama adalah membentuk KUPS yang merupakan lembaga pengelola hasil lahan garapan HKm. Masyarakat Ayek Bahu ingin membentuk usaha hilirisasi kopi, baik robusta maupun arabika, dan dijual dalam bentuk biji beras maupun hasil sangrai.
Selain itu juga membentuk KUPS yang akan menampung hasil perkebunan sayur yang sudah ada hingga saat ini.
“Di tahun kedua hingga keempat, kami berencana membentuk KUPS pembibitan agroforestry. Bibit-bibitnya berupa buah-buahan dan kopi. Karena buah-buahan terkadang tidak bisa menanam bibit dari luar, sehingga kita harus membuat pembibitan sendiri agar dia bisa tumbuh,” kata Adit.
Hal-hal seperti pelatihan teknis manajemen organisasi, penyusunan administrasi, studi banding, dan pembangunan sekolah lapang pun direncanakan hingga tahun ke-4. Mereka pun berharap bisa membentuk koperasi pada tahun kelima.
“Hutan sebagai rumah dan tempat untuk menggantungkan kehidupan harus sebanding upayanya dengan tanggung jawab kita menjaga lingkungan. Karena kalau rumah kita tidak jaga, lama-lama akan rusak dan tidak bisa dipakai lagi untuk melindungi diri dan keluarga,” ungkap Adit, Ketua HKm Ayek Bahu.
Koordinator Program Perhutanan Sosial Hutan Kita Institute (HaKI) Bejoe Dewangga mengatakan, pihaknya memfasilitasi perancangan RKPS HKm Ayek Bahu ini hingga menjadi draft nol. Setelah dirapikan secara administrasi dan dikembalikan kepada masyarakat apakah RKPS tersebut sudah sesuai atau belum dengan keinginan mereka.
“Setelah selesai direvisi, kemudian RKPS tersebut akan berbentuk draft 1 yang nantinya disahkan menjadi RKPS HKm Ayek Bahu. RKPS inilah yang akan menjadi acuan pengembangan kelompok HKm Ayek Bahu dalam mengelola lahan yang sudah diberikan hak kelolanya oleh negara,” kata Bejoe.
Rencana Prioritas Pengembangan HKm Ayek Bahu
Beberapa rencana pengembangan usaha yang akan direncanakan dan dimasukkan ke dalam RKPS HKm Ayek Bahu yakni komoditas kopi, sayur-mayur, dan pohon-pohon buah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) seperti alpukat, stroberi, dan apel.
Perbaikan akses jalan di dalam kawasan pun menjadi salah satu yang terpenting karena beberapa kawasan bahkan hanya bisa dilalui dengan jalan kaki. Masyarakat pun perlu melakukan identifikasi kawasan daerah rawan kebakaran, zona potensi konservasi, dan daerah lokasi rawan perambah. Masyarakat sebagai pemegang SK, memiliki tanggung jawab untuk melestarikan kawasan tersebut dan menjaganya dari perambahan dan pembalakan liar.
Rencana konservasi pun dilakukan seperti pengkayaan tanaman jenis asli, penanaman jenis pohon sumber pangan fauna, dan serta penanaman jenis-jenis yang meningkatkan sumber mata air. Juga melakukan perlindungan dan pengamanan seperti patroli kebakaran, patroli pengamanan, pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA), dan pembentukan tim pengaman kelompok. (*)