KabarKito
Potlot Pentaskan Puyang, Respons Rusaknya Ruang Hidup Harimau Sumatera Demi Minyak Goreng dan Tisu Toilet
PALEMBANG, WongKito.co - Teater Potlot dalam Festival Teater Sumatera III yang berlangsung di Taman Budaya Sriwijaya, Jakabaring, Palembang, pada 24-25 Agustus 2025, akan menyajikan “Puyang: Minyak Goreng dan Tisu Toilet” karya T. Wijaya atau Taufik Wijaya.
Pertunjukan yang disutradarai Salwa Pratiwi akan didukung sejumlah performer muda seperti Solehatul Munika, Kira Tafida Azzahra, Nayra Putri Alika, Mutiara Fryscha Chrisytha Larumunde, Nabila Asifa, dan Ariadi Damara, akan ditampilkan pada Rabu (24/9/2025) pukul 16.00 WIB.
“Pertunjukan merupakan respon tubuh manusia dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) terhadap minyak goreng dan tisu toilet,” kata Salwa, yang dikenal sebagai koreografer dan pekerja teater, Jumat (19/9/2025).
Dijelaskan Salwa, hutan sebagai ruang hidup harimau sumatera di Pulau Sumatera, khususnya di Sumatera Selatan, terus mengalami kerusakan atau hilang. Penyebabnya oleh aktifitas perkebunan skala besar, seperti perkebunan sawit, HTI (Hutan Tanaman Industri), serta pertambangan, infrastruktur, dan lainnya.
- Akhir Pekan, 9 Wilayah Sumsel Hari Ini Diprakirakan Berawan Berpotensi Hujan Ringan
- Peranan Hutan Tanaman Industri dalam Mendorong Transisi Energi dan Memperkuat Mitigasi Perubahan Iklim
- Hoaks: Video Warga Papua Menyerbu Tambang Freeport
“Dampak dari hilang atau rusaknya hutan tersebut, membuat harimau sumatera kehilangan sumber makanan, sebab berbagai satwa sebagai sumber makanan harimau sumatera turut menghilang bersama hilangnya hutan.”
Bukan hanya harimau sumatera yang kehilangan makanan, manusia yang hidup di sekitar hutan juga kehilangan sumber pangan dan obat-obatan. “Semua kerusakan dan kehilangan hutan tersebut demi memenuhi kebutuhan minyak goreng, kosmetik, sabun mandi, dan tisu toilet bagi jutaan manusia, yang sebagian besar berada di luar Indonesia,” kata Salwa.
Taufik Wijaya menjelaskan, naskah Puyang dtulisnya berdasarkan hasil riset mengenai kondisi harimau sumatera di Pulau Sumatera, yang populasinya terus menurun, akibat kehilangan ruang hidup atau habitatnya, perburuan, dan konflik dengan manusia. Puyang sebelumnya dipentaskan Teater Potlot pada South Sumatra Landscape Festival di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, tahun 2018 lalu.
“Berdasarkan data dari sejumlah organisasi atau lembaga yang peduli dengan harimau sumatera, populasi kucing besar tersebut pada saat ini di bawah 600 individu. Penyebab utamanya karena habitatnya rusak atau hilang.”
Padahal, katanya, hampir semua suku atau masyarakat tua di Sumatera, mulai dari Aceh hingga Lampung, sangat menghormati harimau sumatera. Selama berabad-abad mereka hidup harmonis, berbagi ruang hidup. Harimau sumatera disebut sebagai leluhur atau “puyang”. Jika ingin menyelamatkan masa depan pangan manusia Indonesia, lanjutnya, maka kita harus menyelamatkan harimau sumatera.
“Menyelamatkan harimau sumatera berarti menyelamatkan hutan, yang juga sebagai sumber pangan dan air bagi manusia. Lebih jauhnya dapat menekan krisis iklim global, yang saat ini sudah kita rasakan.”
- Festival Media 2025 Dibuka di Makassar, Ketua AJI: Demokasi Kita Sedang Sakit
- Big Bad Wolf Palembang 2025, Bazar Buku Internasional Hadir Perdana dengan 1 Juta Buku dan Diskon 90 Persen
- Hoaks: Prabowo akan Hapus Jabatan Kepala Desa
Sebagai informasi, Festival Teater Sumatera III yang mengusung tema “Pangan: Tanah, Air dan Ingatan”, diikuti 10 teater di Sumatera.

Yakni Teater Medan (Sumatera Selatan) dengan kara “Meja Makan MikirMikir”, Komunitas Seni Hitam Putih (Padang Panjang) dengan karya “Surat Tanpa Alamat”, Komunitas Sunting (Riau) dengan karya “Datuk Pagar”.
Lalu, ada Komunitas Seni Nan Tumpah (Padang Pariaman) dengan karya “Indomiii Rasa Rendang/Sambil Menyelam Minum Plastik”, Teater Air (Jambi) dengan karya “Manifesto Dapr Retak”, Teater Senyawa (Bengkulu) dengan karya “Sesaji Ilusi”, Komunitas Berkat Yakin (Kober) dari Lampung dengan karya “Hilang Huma (n), serta tiga teater dari Sumatera Selatan; Teater Umak dengan karya “Kentut”, Teater Seinggok Sepemunyian (Prabumulih) dengan karya “Beume”, dan Teater Potlot dengan karya “Puyang: Minyak Goreng dan Tisu Toilet”. (*)