Ekonomi dan UMKM
Rencana RI Buat Harga Acuan CPO Sendiri, Ini Tanggapan Petani Sumsel
PALEMBANG, WongKito.co - Rencana Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan yang akan membuat harga acuan Crude Palm Oil (CPO) melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) disambut baik oleh pengusaha dan petani sawit Sumatera Selatan (Sumsel).
Hal ini disebutkan oleh Analis PSP Dinas Perkebunan Provinsi Sumsel Rudi Arpian saat diminta tanggapannya terkait rencana tersebut, Senin (30/01/23).
Menurutnya, dengan adanya rencana acuan harga CPO ke bursa berjangka lokal akan ada kepastian harga bagi pelaku usaha dan petani Sawit. Hal tersebut berbeda jika mengacu pada harga di luar negeri yang bergantung pada situasi luar.
“Sebagai contoh jika permintaan tinggi (demand) tapi bursa Rotterdam membuat harga rendah, tentu kita sangat dirugikan,” ungkapnya di Palembang.
Seperti diketahui, selama ini pelaku industri sawit dunia, termasuk Indonesia merujuk ke dua bursa utama MDEX di Malaysia dan Rotterdam di Belanda.
“Kita sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia tidak memiliki harga acuan sendiri, bahkan komoditi karet dan kopi kita masih memakai harga acuan negara lain, saat ini harga acuan yang sudah dimiliki Indonesia sendiri baru pada komoditas timah saja,” jelas Rudi.
Dia berharap, dengan segala kewenangan yang dimiliki, Indonesia bisa menentukan harga CPO, karet, dan kopi melalui bursa berjangka lokal. Dengan demikian mandat Undang-Undang Nomor 32 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi yang sudah diterbitkan pada tahun 1997 dapat terwujud di tahun ini.
Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Menteri Perdagangan RI pada Kamis (19/01/23), Plt Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko menyatakan, Bappebti merencanakan pembentukan harga acuan komoditas (price reference) sesuai dengan mandat UU 32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi pada 2023.
Dijelaskannya, hal ini disebabkan Indonesia belum memiliki harga acuan komoditas tertentu padahal merupakan salah satu negara penghasil terbesar beberapa jenis komoditas. Perdagangan di dalam bursa akan menghasilkan tata kelola perdagangan yang adil dan transparan.
Dengan masuk ke dalam bursa, harga yang terbentuk juga tidak ditentukan semata antara pemilik komoditas dan buyer di luar negeri. CPO dan karet misalnya, Indonesia merupakan penghasil terbesar dunia namun masih mengambil harga acuan yang dihasilkan bursa di luar negeri, seperti Malaysia dan Rotterdam.
“Untuk dapat menjadi harga acuan, maka komoditas tersebut harus masuk ke dalam bursa. Negara akan diuntungkan dengan harga pasar yang wajar dan dapat memberikan keuntungan semua pihak mulai dari petani, pedagang, pengusaha, bahkan negara dari sisi penerimaan pajaknya,” papar Didid dalam siaran pers Bappebti, 19 Januari 2023. (yulia savitri)